Operasi Tangkap Tangan
Menilik Peran SBY dalam Masuknya Patrialis Jadi Hakim MK, Seolah Menjilat Ludah Sendiri
"Sekarang Patrialis diangkat lagi jadi hakim konstitusi. Ini seperti membiarkan Presiden menjilat ludah sendiri,"
Seperti diberitakan, Ketua KPK Agus Raharjo membenarkan adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh lembaganya terhadap hakim di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pihak yang di OTT yakni hakim MK Patrialis Akbar di sebuah hotel di Tamansari, Jakarta Barat.
Kelanjutan dari OTT itu, penyidik KPK melakukan penggeledahan di kediaman Patrialis Akbar di Cipinang Muara, Jakarta Timur untuk menemukan bukti lainnya.
"Benar soal informasi OTT yang dilakukan KPK di Jakarta. Ada sejumlah pihak yang diamankan saat ini. Perkembangan lebih lanjut akan kami sampaikan," ucapnya.
Ditanya lebih lanjut soal OTT kasus apa, Agung enggan menjelaskan detail.
Dia hanya membocorkan, OTT tersebut terkait dengan lembaga penegak hukum.
Baca: Fantastis, Ternyata Segini Gaji dan Fasilitas Hakim MK, Kok Patrialis Masih Mau Terima Gratifikasi
Politikus PKS: Innalillahi Wainnailahi Rojiun
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap hakim MK merupakan kecelakaan sejarah.
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) diisi oleh para hakim yang negarawan.
"Mereka juga diharapkan menjaga integritas ternyata menjadi hakim yang culas. Maka itu saya ucapkan Innalillahi wainnailahi rojiun bagi kejadian ini," kata Nasir di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/1/2017).
Politikus PKS itu belum dapat berkomentar banyak mengenai KPK yang menangkap Hakim MK Patrialis Akbar.

Ferdinand Waskita/Tribunnews.com
Nasir Djamil
Apakah, Patrialis menerima hadiah yang menjurus kepada tindak pidana korupsi.
"Apalagi memang sejak kehadiran beliau kalau benar memang namanya Patrialis Akbar di sejumlah media online memang kehadiran beliau di MK itu menuai kritik dari sejumlah pihak karena dinilai tidak transparan waktu itu masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," kata Nasir.
Nasir pun menyarankan adanya perubahan UU MK terutama rekruitmen hakim-hakim dari tiga institusi yakni DPR, MA dan Presiden.
Menurut Nasir, tiga institusi tersebut harus bekerja secara transparan serta melibatkan publik dalam merekrut calon hakim MK.