Operasi Tangkap Tangan
Menilik Peran SBY dalam Masuknya Patrialis Jadi Hakim MK, Seolah Menjilat Ludah Sendiri
"Sekarang Patrialis diangkat lagi jadi hakim konstitusi. Ini seperti membiarkan Presiden menjilat ludah sendiri,"
"Saya pikir DPR dan Pemerintah harus mengambil inisiatif ini sehingga kedepan integritas daripada hakim MK benar-benat sudah teruji sehingga tidak lagi ada kasus-kasus seperti ini. Saya pikir akan menjadi heboh dan negara-negara lain akan melihat sebagai aib bagi bangsa kita," ujar Nasir.
Beberapa Kali Laporkan LHKPN ke KPK
Usai ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Patrialis Akbar (PA) hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) kini masih diperiksa intensif oleh penyidik KPK.
Berdasarkan informasi dari website KPK, Patrialis Akbar yang juga mantan anggota DPR ini sudah lebih dari dua kali menyetorkan laporan harta kekayaan dan penyelenggara negara (LHKPN) ke KPK.
Berdasarkan data LHKPN Patrialis yang diakses di lama acch.kpk.go.id, diketahui Patrialis melaporkan kekayaan pada 1 Mei 2001 saat menjadi anggota Komisi III DPR.
Kala itu jumlah kekayaan yang dilaporkan mencapai Rp 1,243 miliar dan USD 3000.
Jumlah hartanya terus meningkat saat melaporkan LHKPN pada 22 Oktober 2009 atau kala menjabat sebagai Menkumham. Jumlah hartanya senilai Rp 5,98 miliar dan USD 3 ribu.
Sementara saat menjabat sebagai hakim MK, Patrialis melaporkan kekayaan pada 20 Februari 2012 dan 6 November 2013.
Saat 2012, harta yang dilaporkan Patrialis Rp 10,48 miliar dan USD 5000. Lalu pada 2013 hartanya naik menjadi Rp 14,93 miliar dan USD 5000.
Harta tersebut terdiri dari tanah dan bangunan Rp 13,7 miliar di Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Bekasi dan Padang.
Informasi yang dihimpun di lapangan, Patrialis Akbar (PA) diamankan bersama dengan 10 orang lainnya.
Bahkan tiga orang perempuan dikabarkan ikut pula diamankan.
Selanjutnya, setelah diamankan di sebuah Hotel di Tamansari, Jakarta Barat pada Rabu (25/1/2017) kemarin, pukul 17.30 WIB, seluruh pihak yang diamankan tiba di KPK dan diperiksa maraton.
Masih menurut informasi di lingkungan KPK, PA ditangkap karena diduga menerima suap terkait uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan.
Atas serangkaian OTT itu, Ketua KPK, Agus Raharjo membenarkan adanya OTT yang disertai dengan penggeledahan di kediaman PA di Jakarta Timur.
Dimana dari hasil penggeledahan itu, ditemukan beberapa dokumen dalam beberapa tas yang sudah dibawa ke kantor KPK.
"Informasi OTT di Jakarta itu benar, ada sejumlah pihak yang turut diamankan dan sampai saat ini masih diperiksa," ucap Agus.(*)