Ayah Anggi: Ada Lima Kali Dia Elus Wajah Saya, Gak Paham Kalau Itu Tanda-tanda
Dua tahun dia berbaring lemah di tempat tidur, dengan usus yang keluar dari tubuhnya. Penderitaan ini akhirnya berkesudahan.
TRIBUN-MEDAN.com - Dua tahun lalu Anggirlan Nasution menjalani operasi yang justru menambah derita hidupnya.
Dua tahun dia berbaring lemah di tempat tidur, dengan usus yang keluar dari tubuhnya. Penderitaan ini akhirnya berkesudahan. Anggi, bocah 9 tahun ini, meninggal dunia.
Suasana duka menyelimuti kediaman keluarga Anggirlan Nasution di Dusun 7, Desa Marindal II, Kecamatan Patumbak.
Baca: Guru Agama Kristen Ramai-ramai Mengeluhkan Kasus Pungutan Liar, Siapa Pelakunya?
Marina, ibunda Anggirlan, tidak henti meneteskan air mata.
Suara tangisnya berulangkali menderas tatkala sanak keluarga maupun tetangga datang mengucapkan bela sungkawa.
Marina juga sempat jatuh pingsan. Sejumlah orang membawanya ke ruang tamu rumah sederhana itu, di mana Adlyn, suaminya, duduk terpekur.
Baca: Besok, Polisi Gelar Razia Besar-besaran Serentak di Indonesia, Waspadai dan Lengkapi Hal-hal Ini
Wajah laki-laki itu kuyu dan lelah. Matanya sembab.
"Anggi meninggal dunia tadi lewat tengah malam. Sekitar setengah tiga (02.30 WIB)," katanya pada Tribun-Medan.com sepulang dari pemakaman, Minggu (26/2/2017).
Adlyn tidak menyangka Anggi akan pergi untuk selama-lamanya. Pascamendapat penanganan dari tim dokter RSUP H Adam Malik, Medan, kondisinya berangsur membaik.
Anggi telah dioperasi setelah sebelumnya dirawat di RSU Lubukpakam, Deliserdang. Ususnya tidak lagi berada di luar tubuh. Dia juga sudah bisa buang air besar.
"Rupanya Tuhan berkehendak lain. Kami tidak mengira akan seperti ini. Sedih sekali karena kami mulai berharap pada kesembuhan dia," ujar Adlyn.
Diceritakannya, sejak Sabtu (25/2) sore Anggi gelisah. Dia mengeluh panas dan tangannya pegal.
"Terus saya kusuk-kusuk (pijat) tangannya. Saat itulah dia elus wajah saya. Ada lima kali dia elus wajah saya. Dia lihat saya terus. Waktu saya bilang ada apa, nak, dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum."
"Saya nggak nangkap waktu itu. Nggak paham kalau itu tanda-tanda. Dia nggak mau jauh dari saya, dari mamaknya (ibu). Dia minta kami temani dia terus," kata Adlyn dengan nada bicara tersendat-sendat.
Adlyn berupaya menahan jatuh air matanya, namun gagal.
"Anggi bilang, kalau saya pergi, kalau mamak gak kawanin dia, maka dia akan buka jahitan diperutnya," ucap Adlyn.
Infus Habis
Malam sebelum menghembuskan nafas penghabisan Anggi mengalami demam yang cukup tinggi.
Atas kondisi ini, petugas medis RSUP H Adam Malik memberikan Parasetamol yang dimasukkan ke dalam botol infus.
"Setengah botol. Memang dibatasi karena demam. Perawatnya bilang, kalau infusnya habis cepat diberitahu untuk ditambah. Tapi setelah habis, ternyata tidak langsung diganti. Waktu itu kami lapor sekitar jam setengah sebelas (22.30 WIB)," kata Adlyn.
Menurutnya, perawat yang diinformasikan perihal infus ini meminta pihak keluarga menunggu. Akan tetapi, sampai pukul 12 tengah malam (24.00), infus baru tidak kunjung datang.
"Akhirnya saya datangi lagi perawatnya. Kesal saya. Agak tinggi suara saya. Barulah mereka ganti infusnya itu," ucapnya.
Setelah diinfus, Anggi sempat buang air besar lagi. Sempat tidur sebentar namun kemudian mengeluh mual dan dadanya sesak. Anggi muntah-muntah. Adlyn lari ke perawat, melaporkan kondisi Anggi.
"Yang datang perawatnya muda sekali. Mungkin mahasiswa yang sedang magang atau perawat baru. Dia pasang selang kecil di hidung Anggi. Kasih oksigen, katanya. Padahal waktu itu kondisi Anggi sudah payah. Sudah megap‑megap kesulitan bernafas. Istri saya teriak-teriak karena panik," ujarnya memaparkan.
Teriakan Marina membuat perawat lain datang membawa oksigen dalam tabung berukuran lebih besar.
"Dipasang lagi selang ke hidung Anggi. Sudah tidak bergerak lagi anak kami ini. Lalu mereka memompa dadanya. Tidak ada gerakan. Terus mereka periksa dan bilang kalau Anggi sudah meninggal dunia," kata Adlyn.
"Kami sedih sekali. Kami sudah pasrah, tapi bagaimanapun Anggi anak kami yang sangat kami sayangi. Kami sedih sekali. Malam itu, dokter enggak ada. Dokter tidak datang. Hanya ada perawat. Tapi di surat kematian ada tanda tangan dokternya," sebut Adlyn menambahkan.
Penderitaan Anggi berawal dari operasi yang dijalaninya di RSUD Dr Pirngadi Medan pada medio April 2015 karena keluhan awal sakit perut dan tidak bisa buang air usai berenang.
Dia dioperasi sebanyak dua kali, namun pascaoperasi kondisi kesehatannya justru semakin menurun.
Anggi tidak dapat lagi buang air besar melalui anus. Selama dua tahun, dia buang air lewat usus yang keluar dari perutnya.
Berita tentang Anggi yang diangkat Harian Tribun Medan mendapatkan respon dari Bupati Deliserdang, Ashari Tambunan.
Bupati memerintahkan camat membawa Anggi ke RSU Lubukpakam untuk dirawat.
Namun karena peralatan medis yang tidak memadai, Anggi dirujuk ke RSUP H Adam Malik, Rabu (22/2). Dia menjalani operasi pada Jumat (24/2) sekitar pukul 14.00 WIB.
"Kami hanya sempat berharap. Soalnya sampai kemarin semua berjalan lancar. Operasinya sudah bagus, jahitannya juga bagus, dan waktu digambar pun paru‑parunya bagus. Kalau akhirnya begini mungkin kehendak Tuhan," ujar Adlin. (jefri susetio)