Pengusaha Ini Bobol 7 Bank dengan Kredit Fiktif Rp 836 Miliar Begini Modusnya

Dua tersangka berinisial D dan HS (Harry Suganda, key person PT Rockit Aldeway) diamankan petugas pada 23 Februari 2017 lalu.

Editor: Tariden Turnip
KOMPAS.com / DANI PRABOWO
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya (kiri) saat menunjukkan bukti kejahatan kasus dugaan pembobolan bank senilai Rp 836 miliar di Kantor Bareskrim Polri, Kamis (9/3/2017). 

TRIBUN-MEDAN.com - Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan pembobolan tujuh bank senilai Rp 836 miliar lewat modus pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Ada dua orang tersangka yang telah diamankan atas kasus kejahatan yang terjadi dalam kurun waktu Maret-Desember 2015 itu.

Baca: Heboh Pernikahan Bocah, Ditolak Gereja Tapi Tetap Menikah. Kok Bisa?

Baca: Gempar Sekampung, Sekeluarga Tewas dalam Posisi Tidur, Iba Menilik Wajah Anak-anaknya yang Polos

Baca: Teh untuk Pak SBY dan Kartu Penduduk yang Dikorupsi

Baca: SBY Berhasil Bikin Jokowi Tertawa, Adakah Sinyal Koalisi? Ini Tanggapan Sang Mantan Presiden

Baca: Tetaplah Waspada, Ibu dan Anak Kompak Jadi Copet, Tutupi Aksinya Pakai Baju, Lihat Videonya

Dua tersangka berinisial D dan HS (Harry Suganda, key person PT Rockit Aldeway) diamankan petugas pada 23 Februari 2017 lalu.

PT Rockit Aldeway adalah perusahaan bahan bangunan, batu pecah.

D bertindak sebagai seorang manajer representatif sebuah bank.

Baca: Menilik Rupa Menawan Pramugari Rombongan Raja Salman dengan Busana Penari Bali

Baca: Alamak, TNI AL Diduga Gunakan Bom Untuk Mengusir Warga Paluh Kurau

Baca: Ini Nama-Nama Besar Penerima Dana Korupsi e KTP, Lantas Nama Ahok Di Mana?

Sementara, Harry adalah pihak yang mengajukan kredit ke bank dari PT Rockit Aldeway.

"Kasus ini terkait dengan pembobolan bank dengan modus kredit. Ini kredit macet yang di dalamnya ada kejahatan. Jadi perusahaan mengajukan kredit dan mempailitkan untuk menghindari pembayaran kredit," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, di Kantor Bareskrim, Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kamis (9/3/2017).

Pengungkapan kasus ini berawal dari adanya laporan empat bank.

Menindaklanjuti laporan ini, Bareskrim melakukan penelusuran dan ditemukan tujuh bank lain yang juga menjadi korban.

Baca: Langgar Lalu Lintas, Siswa SMA Ini Cium Tangan Polwan Saat Dirazia

Baca: NEWSVIDEO: Lihat yang Dilakukan Pemuka Agama Saat Ikut Operasi Simpatik Toba

Baca: Ya Ampun, Sudah Tak Bawa Helm dan STNK, Pria Ini Justru Adu Mulut dan Maki-maki Polisi

Akan tetapi, Agung tak mau menyebutkan ketujuh bank yang dibobol tersebut. Ia hanya menyebutkan bahwa dari tujuh tersebut, ada yang merupakan bank swasta, ada pula bank pelat merah.

"Untuk porsi bank pemerintah kerugiannya sebesar Rp 398 miliar, sedangkan bank swasta Rp 438 miliar," ujar Agung.

Sebelumnya pengurus PKPU Rockit Yana Supriatna, dalam rapat kreditur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, 26 Januari 2016, mengatakan mayoritas tagihan berasal dari kreditur separatis.

"Yang sudah terdaftar kreditur separatis ada sekitar 20 sedangkan konkuren hanya sekitar 12 kreditur," ungkap Yana.

Baca: Takut Kena Serangan Jantung, Mantan Bintang Film Panas Ini Ceraikan Suaminya yang Udah Uzur

Baca: Suami Dikenal Religius dan Pejabat, Eh Istri Kok Malah Nekat Posting Foto Ciuman di Medsos

Adapun menurut catatannya, tagihan terbesar Rockit berasal dari bank.

Terhitung setidaknya ada tujuh bank diantaranya, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Muamalat, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank HSBC Indonesia, PT Bank Commonwealth Indonesia, dan PT Bank UOB Indonesia.

"Tagihan terbesar dipegang oleh Bank Mandiri yang totalnya sekitar Rp 250 miliar," tambah Yana.

 Kronologi

Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengungkapkan, kasus pembobolan bank itu bermula saat Direktur PT Rockit Adelway berinisial HS mengajukan permohonan kredit kepada tujuh bank, baik itu swasta maupun pelat merah.

Permohonan yang diajukan untuk kredit modal kerja tersebut diajukan melalui manajer representatif kredit.

"Di sana, dia telah mengajukan dengan dokumen pendukungnya, dokumen permohonan maupun juga dilengkapi dengan agunan," kata Agung di Kantor Bareskrim Polri di Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Sesuai aturan, seorang manajer representatif kredit seharusnya mengecek dokumen permohonan yang diajukan.

Hasil pengecekan itu nantinya akan menjadi bahan acuan bagi kepala cabang untuk diteruskan ke bagian risiko, untuk dicek kembali risiko kreditnya.

Dari hasil pengecekan, barulah diketahui apakah permohonan disetujui atau tidak.

"Dari penilaian direktur risiko, kalau disetujui akan ditetapkan berapa plafonnya yang disetujui untuk diberikan kepada pemohon. Kemudian, kredit dicairkan berdasarkan pekerjaan karena permohonan yang diajukan adalah kredit modal kerja," kata dia.

Namun, dari hasil penelusuran, purchasing order yang menjadi dasar permohonan kredit PT Rockit Aldeway, rupanya palsu.

Ada sepuluh purchasing order yang seluruh dokumennya palsu.

"Saat itu, bank belum memverifikasi itu. Kemudian karena palsu, cairlah kredit itu sesuai dengan tahapan (Maret-Desember 2015)," ujarnya.

Dan ternyata pengecekan itu tidak dilakukan lantaran sebelumnya ia telah disuap oleh HS sebesar Rp 700 juta untuk memudahkan proses permohonan kredit itu.

Kedua tersangka diancam dengan sejumlah pasal, yaitu Pasal 49 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 263 dan 378 KUHP tentang pemalsuan, serta Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Ancaman hukuman 15 tahun penjara," kata dia.

Bareskrim juga telah meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran uang yang diterima pelaku.(kompas/kontan)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved