Dahlan Iskan Tak Mau Jawab Pertanyaan Penyidik saat Diperiksa Kasus Mobil Listrik, Ini Alasannya
Namun tak semua pertanyaan dijawab oleh kliennya. Mantan Dirut PT PLN itu hanya menjawab sekitar lima pertanyaan.
“Tidak mungkin kan Pertamina melakukan pengadaan mobil listrik. Kalau mengadakan mobil tangki, itu masuk akal. Makanya, terkait mobil listrik yang mereka lakukan itu ialah memberikan dana sponsorship,” tegasnya.
Prototipe mobil listrik yang dibuat Dasep Ahmadi untuk kepentingan APEC 2013 menggunakan dana sponsorship dari tiga perusahaan BUMN.
Ketiganya ialah, PT PGN, PT BRI dan PT Pratama Mitra Sejati (cucu perusahaan Pertamina). Pembuatan prototipe mobil listrik itu menurut Yusril seperti konsep sponsor Garuda Indonesia pada tim liga Inggris, Liverpool.
''Kan tidak bisa dihitung Liverpool harus juara atau tidak. Sebab dana sponsor itu kan dianggap sebuah cost oleh perusahaan,'' paparnya.
Dahlan sendiri tak mau menjawab semua pertanyaan karena memang sampai sekarang perkara mobil listrik ini tak ada audit dari BPK. Padahal saat ini ada pembaruan hukum yang menegaskan audit kerugian negara harus dikeluarkan oleh BPK.
Hal itu ditegaskan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 / 2016. Selain itu, ada juga putusan MK yang menghilangkan frasa ''dapat'' pada pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Adanya putusan itu, kasus korupsi berubah dari delik formil ke delik materiil.
''Jadi kerugian negara harus pasti,'' terangnya.
Audit yang ada dalam perkara mobil listrik berasal dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Audit itu dipersoalkan karena menggunakan metode total lost. Metode itu dinilai tidak tepat karena barang yang dibuat Dasep Ahmadi wujudnya ada.
''Hanya terlambat pengirimannya beberapa unit saja ke APEC,'' tegas Yusril.
Yusril menyesalkan pengusutan kasus korupsi mobil listrik yang dilakukan Kejagung. Pengusuatan perkara ini bisa membuat orang takut berinovasi.
''Seperti saat saya membuat Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dulu, oleh Kejagung juga dianggap korupsi,'' katanya.
Pemerintah harus perhatian terhadap sebuah inovasi. Ide cemerlang tidak boleh dihukum lewat hukum.
"Jika begini terus kita akan tertinggal dari bangsa lain,'' imbuhnya.
Kerisauan Yusril itu persis apa yang dipikirkan ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri.