Baca Edisi Cetak Tribun Medan
Sajada Novika, Dokter nan Rupawan Ini Menangis Ketakutan terkait Kematian Pasien Paini
"Saya takut, Pak. Sewaktu Ibu Paini meninggal, orangtua saya juga sedang sakit. Jadi kepikiran waktu itu,"
Menurutnya, sebelum Paini meninggal, ia mendapat kabar bahwa Paini yang dirawat di Ruang ICU lantai II RS Putri Hijau sedang kritis.
Ia kemudian bergegas menunju ruangan tersebut dan melihat dr Burhan, Emma dan Florida Siagian sedang membantu memberikan alat bantu pernapasan.
"Pada waktu itu kondisinya masih kritis dan dipasang alat bantu pernapasan. Sebelum meninggal, Ibu Paini itu tidak dalam keadaan ngorok. Walaupun dibantu alat pernapasan tapi tidak ngorok," ujarnya.
Ditemui usai sidang, Sajada Sri Novika ternyata masih ketakutan saat Tribun mencoba kembali menanyakan seputar meninggalnya Paini.
Bibirnya bergetar dan sesekali sesunggukan sembari menyeka airmatanya.
"Namanya juga aku takut, aku merasa tertekan," katanya sembari meredam tangisannya.
Sebelumnya, Paini dalam keadaan sakit dan dirujuk dari Martha Friska ke RS Putri Hijau pada 8 Oktober 2016.
Dokter menyarankan keluarga agar merujuk Paini ke RS Putri Hijau setelah dirawat dua minggu tidak dapat lagi menampung pasien. Kebetulan, suami Paini, Muhammad Sajidin merupakan pensiunan TNI.
Sesuai isi gugatan, saat dirawat di Ruang ICU, Paini selalu dipindahkan tempat tidurnya.
Pada 15 Oktober pukul 12.05 WIB, keluarga Paini datang menjenguk dan melihat kondisi Paini dalam keadaan mengorok yang sangat keras.
Kala itu, keluarga mengira perawat mengetahui keadaan yang dialami Paini.
Setelah diberi tahu, barulah perawat terkejut dan kebingungan serta langsung memasang selang oksigen dan memberi suntikan melalui infus.
Setelah diberikan bantuan, Paini berhenti mengorok.
Satu menit berselang, keluarga melihat air mata Paini bercucuran dan tidak lama mulutnya mengeluarkan busa dan tidak bernapas.
Dari perjanjian keluarga Paini dengan pihak RS Putri Hijau, apabila terjadi sesuatu dengan Paini, rumah sakit wajib memberikan kabar.