Banteng Jawa Tersisa 28 Ekor, Beginilah Upaya Pelestarian Satwa Langka agar Tidak Punah

Satwa langka banteng jawa (Bos javanica) semakin mendekati kepunahan. "Pendataan terakhir mencatat jumlah banteng jawa tersisa sebanyak 28 ekor"

(Foto: Taman Safari Indonesia)
Banteng jawa (Bos javanicus). 

Perlu beberapa langkap dan kebijakan untuk mendukung optimalisasi penanganan JAI. Dari sisi teknis perlunya penerapan teknologi yang mendukung efektivitas dan percepatan pelaksanaan di lapangan. Pedoman pelaksanaan penanganan invasi dan pemulihan ekosistem juga perlu diperkuat.

Misalnya regulasi yang berkaitan dengan pemanfaatan limbah kayu hasil pengendalian tegakan. Di samping itu, perlu dukungan berbagai pihak untuk tahapan sosialisasi hingga menyentuh aspek di luar kawasan.

Bupati Situbondo Dadang Wigiarto, memberikan gambaran tentang pemanfaatan tanaman Acacia nilotica yang telah dilakukan oleh masyarakat Situbondo. Dadang mengajukan gagasan penanganan dan pengendalian JAI Acacia nilotica di TN Baluran dari aspek sosial melalui pemberdayaan masyarakat.

Atas fasilitasi pemerintah daerah, masyarakat pemanfaat tanaman Acacia nilotica yang tergabung dalam kelembagaan/kelompok dapat menjalin kerjasama dengan TN Baluran yang mengikat hak dan kewajiban kedua belah pihak.

"Dengan memanfaatkan biji akasia sebagai kecambah dan campuran kopi, batang akasia untuk bahan pembuatan arang, saya rasa menjadi sebuah solusi yang bisa ditawarkan pemerintah daerah," ujar Dadang.

Taman Nasional Baluran di Kabupaten Situbondo menjadi tempat pelaksanaan puncak peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2017. Salah satu isu yang diangkat pada HKAN 2017 yaitu permasalahan krusial pada ekosistem savana di TN Baluran.

Rencana aksi pengendalian jenis invasif di TN Baluran ini menjadi awal untuk selanjutnya diterapkan pada kawasan-kawasan lainnya.

Dikenal dengan Sebutan Sapi Bali

Banteng jawa memiliki nama ilmiah Bos javanicus.

Banteng atau tembadau, dikutip dari Wikipedia, adalah hewan yang sekerabat dengan sapi. Satwa asli Asia Tenggara ini ditemukan di Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam.

Di Indonesia, dikutip Tribun-Medan.com dari Satuharapan.com, banteng ditemukan di Kalimantan, Jawa, dan Bali. Banteng jenis ini juga ditemukan di Australia Utara sejak masa kolonisasi Britania Raya pada tahun 1849, lestari hingga sekarang.

Dikenal tiga anak jenis banteng liar, yakni Bos javanicus javanicus (di Jawa, Madura, dan Bali), Bos javanicus lowi (di Kalimantan, dengan banteng jantan berwarna cokelat bukan hitam), dan Bos javanicus birmanicus (di Indocina). Anak jenis yang terakhir digolongkan “terancam” oleh Badan Konservasi Dunia, IUCN.

Banteng dapat mencapai ukuran tinggi sekitar 1,6 m di bagian pundak dan panjang badan 2,3 m. Berat banteng jantan biasanya sekitar 680 kg - 810 kg, bahkan bisa mencapai berat satu ton, sedangkan betinanya lebih ringan.

Banteng memiliki bagian putih pada kaki bagian bawah dan pantat, punuk putih, serta warna putih di sekitar mata dan moncongnya, walaupun terdapat sedikit dimorfisme seksual pada ciri-ciri tersebut. Banteng jantan memiliki kulit berwarna biru-hitam atau cokelat gelap, dengan tanduk panjang melengkung ke atas, dan punuk di bagian pundak. Sementara, betinanya memiliki kulit cokelat kemerahan, tanduk pendek yang mengarah ke dalam dan tidak berpunuk.

Pakan satwa ini rumput, bambu, buah-buahan, dedaunan, dan ranting muda.

Banteng memiliki kecenderungan berkelompok, dua sampai 30 ekor. Di Indonesia, satwa ini ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Baluran, serta Taman Nasional Bali Barat. (*) 

*******

KLIK BERITA TERPOPULER LAINNYA

Halaman
1234
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved