Kisah Erwinsyah, Tak Pernah Terpikirkan Sejak Kecil, Lalu Jadi Jurnalis dan Konseptor PR Berprestasi

Konseptor dan kreator di belakang Tim PR Bank Sumut, secara personal terpilih sebagai salah satu dari tujuh praktisi PR di Indonesia

Editor: Salomo Tarigan
tribun medan/ryan
Erwinsyah 

Penuturan Bang Erwin itu bukan sebatas filosofi PR. Secara perlahan tapi pasti, ia berhasil membangun Tim PR Bank Sumut yang andal dan kreatif.

Alumni STIKP Medan jurusan Jurnalistik ini adalah konseptor, inisiator dan kreator di balik ide-ide kreatif dan strategi kehumasan Bank Sumut, dalam meraih dukungan media massa terutama media massa profesional dan menjaga tetap besarnya kepercayaan publik terhadap Bank Sumut, di tengah gencarnya sorotan tajam kelompok-kelompok penekan terhadap bank daerah ini.
Bahkan, hal itu menjadi tantangan yang dihadapi Tim PR-nya.

Berbagai program media relations dan digital PR yang diinisiasinya dan supervisi terhadap para PR junior Bank Sumut, secara bertahap mulai membuahkan hasil walau belum seluruhnya sempurna.

Melalui program-program kehumasan, mereka tak hanya mampu meraih dukugan dan simpati para jurnalis profesional, melainkan juga menerobos celah yang selama ini tak dihiraukan banyak orang, yakni komunitas blogger dan netizen media sosial, dengan konsep social media engagement dan blogger relations. 

Bahkan, terobosan mereka itu telah dipergunakan pula dalam pendekatan marketing communication.

Penerapan program public relations dengan pendekatan perpaduan traditional PR dan digital PR plus digital marketing, menjadi salah satu strategi memulihkan reputasi, meningkatkan branding dan mendukung pemasaran produk.

"Reputasi itu bukan pencitraan. Bukan make over. Yang benar, reputasi adalah integritas, kejujuran dan keterbukaan," ungkapnya.

Di era digital dan keterbukaan informasi, lanjutnya, menutupi informasi publik itu adalah kekeliruan, karena apapun yang didisembunyikan pada akhirnya akan
mudah terendus. Menurutnya, jika publik tahu PR berbohong, itu sangat berbahaya. Publik adalah hakim sosial yang secara serta-merta bisa meruntuhkan reputasi.

"Seorang PR tentu saja berkewajiban menjaga informasi rahasia, tapi jangan lupa, dia juga wajib melayani hak dan kepentingan publik untuk mendapatkan informasi, tentunya tidak semua jenis informasi, melainkan yang tergolong informasi publik. Jadi, pandai-pandailah memilah dan memilih informasi dalam melayani hak publik terhadap informasi perusahaan. Untuk itu, seorang PR harus memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tak ada PR yang sempurna, semuanya butuh proses dan teruslah belajar," terangnya.

Obsesi Erwin saat ini, adalah bagaimana manajemen Bank Sumut menempatkan
fungsi PR sebagai bagian dari fungsi manajemen yang strategis.

"Dulu, di sejumlah perusahaan dan instansi pemerintah, humas itu diperlakukan sebatas `tukang kliping koran' dan `petugas pemadam kebakaran'. Dan lazimnya, orang-orang yang ditempatkan di unit PR pun, kalau tidak karena karier yang mentok, boleh jadi karena `orang-orang yang terbuang' atau mungkin pegawai-pegawai yang tidak lagi produktif. Karena itu, PR-nya nggak bisa energik dan kreatif. Padahal membangun reputasi dan branding yang kuat itu butuh sumber daya manusia kreatif, produktivitas tinggi dan memiliki skill yang mumpuni di bidangnya," ucapnya.

Ia pun bersyukur menjadi PR di perusahaan yang tidak lagi konservatif dalam memandang
fungsi PR, di mana manajemen memberikan kesempatan bagi Tim PR untuk berkreasi.

Kendati begitu, ia merasa fungsi PR Bank Sumut akan mencapai paripurna jika diberikan peran lebih besar, dengan dilibatkan dalam pengambilan kebijakan dan rencana strategis manajemen, terkhusus rencana-rencana bisnis yang memiliki keterkaitan dengan terbukanya potensi dampak atau ancaman risiko reputasi.

"Bersama komunitas praktisi PR se-Indonesia, kami telah bertekad menjadikan PR sebagai bagian dari fungsi manajemen yang strategis. Di sejumlah perusahaan besar yang umumnya mamahami pentingnya reputation improvement dan branding equity dalam membangun bisnis, PR bukan lagi sebagai unit pelengkap, melainkan sebagai salah satu front unit to support business reputation, dengan memiliki unit setingkat di atas Bidang PR, yakni Divisi Corporate Communication yang setara dengan Divisi Marketing Communication dan satu group atau terpisah dari Corporate Secretary," katanya.

Tidak usah heran pula, sambungnya, kalau di institusi tertentu bahkan memiliki secara khusus Direktur Komunikasi, mengingat sebegitu pentingnya bagi mereka mengelola reputasi, corporate image dan corporate branding bagi pertumbuhan bisnis.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved