Butuh Uluran Tangan! Bocah Penderita CDLS Ini Hanya Memiliki 1 Jari di Tangan Kanan dan 2 di Kiri
Bocah berumur 3 tahun tiga bulan itu mengalami kebocoran pada jantungnya. Balita yang memiliki berat lima kilogram itu juga menderita hernia.
Bila mengandalkan penghasilan suaminya yang kerjanya serabutan maka tidak akan mencukupi untuk menanggung biaya transport dan menginap.
"Suami saya saat itu belum bekerja di Kalimantan. Sehari-harinya hanya mengandalkan penghasilan dari kerja buruh tani yang tidak menentu," ungkap Parsinem.
Meski serba kekurangan, Parsinem terpaksa mengikuti program BPJS Kesehatan secara mandiri. Setiap bulannya, dia membayar iuran sebesar Rp 102.000.
Kini menjelang usia tiga setengah tahun, kondisi Ahmad makin memprihatinkan. Saat ditemui di rumahnya yang berlantaikan tanah, nampak jemari tangan kanan Ahmad hanya mempunyai satu jari, yakni jari telunjuk.
Sedangkan jemari tangan kirinya hanya memiliki dua jari berbentuk jempol dan telunjuk, dan membentuk seperti huruf V ke atas. Selain itu ditemui benjolan kecil yang tumbuh pada lengannya.
Meski baru berumur tiga tahun, bulu mata Ahmad tampak panjang dan lentik. Sedangkan alis matanya tampak seperti menyambung menjadi satu.
Saat bertemu dengan orang yang belum dikenal Ahmad sering menangis. Namun suara tangisnya terdengar lirih. Parsinem mengakui Ahmad sering ketakutan kalau melihat orang yang tidak dikenal.
Parsinem mengatakan, semakin hari kondisi fisik anaknya sangat lemah. Sebulan sekali, anaknya harus dibawa ke dokter spesialis anak lantaran mengalami sakit diare, panas, batu dan pilek.
"Kalau periksa harus ke dokter spesialis anak. Kalau dokter di puskesmas mereka tidak berani menangani karena kondisi jantung anak saya bocor dan sakit hernia," ucap Parsinem.
Padahal, untuk sekali periksa ke dokter anak, ia harus mengeluarkan Rp 150 hingga Rp 250 ribu. Uang sebesar itu sangat berat bagi Parsinem yang mengandalkan uang kiriman dari suaminya di Kalimantan.
Parsinem mengatakan, sebelum anak keduanya lahir, ia bekerja sebagai tukang jahit. Dari menjahit, ia bisa menambah pendapatan keluarganya. Namun upayanya untuk menambah pendapatan tak lagi bisa dilakukan. Pasalnya, setiap saat ia harus menjaga anak keduanya itu.
"Anak saya belum bisa jalan dan duduk. Jadi kalau saya tinggal sebentar saja sudah menangis," ungkap Parsinem.
Meski demikian, dia mengaku menerima kondisi anaknya dengan ikhlas dan akan membesarkan semampunya. Parsinem berharap kondisi kesehatan anaknya bisa semakin membaik dan bisa bermain seperti layaknya anak seusianya.
"Kalau anak saya sehat maka saya bisa bekerja menjahit lagi," sebutnya.
Ditanya sudah ada bantuan dari pemerintah untuk anaknya, Parsinem menggelengkan kepala. Sejauh ini bantuan yang datang berasal dari perorangan yang iba dengan kondisi Ahmad.
Sementara itu Kaseni (85), ibu kandung Parsinem mengaku sering membantu anaknya mengasuh Ahmad manakala bila cucunya itu sakit. Ia tidak tega lantaran Parsinem harus seorang diri merawat Ahmad.(*)
Berita ini Sudah Tayang di Kompas.com dengan Judul "Saat Melahirkan Ahmad, Perawat Langsung Menyembunyikan Bayi Saya..."