Digoyang Isu PKI dan Manuver Panglima TNI, Elektabilitas Jokowi Malah Naik, Prabowo Turun

Gelombang fitnah dan manuver politik pesaing, ternyata tidak menurunkan popularitas Jokowi.

Editor: Tariden Turnip
Istimewa
Presiden Jokowi bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Titi Karnavian jalan kaki menuju Pelabuhan Merak karena terjebak macet. (Istimewa) 

TRIBUN-MEDAN.com - Gelombang fitnah dan manuver politik pesaing, ternyata tidak menurunkan popularitas Jokowi.

Bahkan manuver politik Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo juga tidak menggoyang Jokowi.

Hal itu terlihat dari survei yang dilakukan Litbang Kompas pada 26 September-8 Oktober 2017.

Hasilnya elektabilitas Jokowi meningkat, sementara Prabowo menurun.

Survei bertanya kepada responden, apabila Pilpres 2019 dilakukan sekarang, siapa sosok yang akan mereka pilih.

Hasilnya, 46,3 persen responden memilih Jokowi untuk melanjutkan kepemimpinannya di periode kedua. Sementara responden yang memilih Prabowo 18,2 persen.

Responden yang memilih Jokowi naik apabila dibandingkan dengan survei terakhir Litbang Kompas April 2017 lalu. Jokowi saat itu hanya dipilih 41,6 responden.

Naiknya elektabilitas Jokowi sejalan dengan kepuasan responden terhadap pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla.

Pada April 2017, hanya 63,1 persen responden yang menyatakan puas dengan kinerja pemerintah. Namun, kini angkanya naik menjadi 70,8 persen.

Di sisi lain, elektabilitas Prabowo mengalami penurunan. Pada April 2017, Mantan Danjen Kopassus itu masih dipilih 22,1 persen responden. Namun kini elektabilitasnya turun menjadi 18,2 persen.

Terlepas dari persaingan Jokowi dan Prabowo, calon lainnya tidak ada yang mendapatkan suara signifikan. Sementara, responden yang belum menentukan pilihan lebih tinggi dari suara Prabowo, yakni mencapai 23,6 persen.

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) usai mengikuti prosesi pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/10/2017). Presiden Joko Widodo melantik Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Sandiaga Uno sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2017-2022.
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) usai mengikuti prosesi pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/10/2017). Presiden Joko Widodo melantik Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Sandiaga Uno sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2017-2022. (TRIBUNNEWS/SETPRES/AGUS SUPARTO)

Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah. Metode pemilihan sampel acak bertahap atau multistage random sampling. Jumlah sampel yang diambil 1200 responden di 32 provinsi seluruh Indonesia. Margin of error sebesar plus minus 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Soal manuver Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menilai  Jokowi menikmatinya.

"Meskipun sempat manuver ke sana ke mari, Pak Jokowi tak memecatnya sebagai Panglima TNI. Artinya, secara diam-diam Pak Jokowi menikmati manuver politik dari Panglima TNI," kata Burhanuddin dalam diskusi "Siapa Cawapres Jokowi?" yang digelar relawan Projo di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2017).

Terakhir, pernyataan Gatot mengenai adanya institusi non militer yang membeli senjata menimbulkan polemik dan kegaduhan di publik.

Namun, menurut Burhan, berbagai manuver yang dilakukan Panglima TNI tersebut justru menguntungkan Jokowi.

Secara langsung, Burhan melanjutkan, manuver yang dilakukan Gatot memang menaikkan elektabilitas Gatot untuk Pilpres 2019. Namun, secara tidak langsung, apabila Jokowi memutuskan menggandeng Gatot, maka elektabilitasnya juga akan ikut menanjak.

Burhan menilai, Gatot bisa menggerus elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, satu-satunya pesaing terberat Jokowi saat ini. Sebab, Gatot dan Prabowo sama-sama berlatar belakang militer dan sama-sama didukung basis pemilih Muslim.

"Mungkin Pak Jokowi sadar manuver itu menambah suara Pak Jokowi di 2019. Karena basis suara yang ditarik Gatot bukan dari basis yang sama yang dimiliki Pak Jokowi," kata Burhan.

Apalagi, Burhan menilai loyalitas Gatot kepada Jokowi saat ini tidak perlu diragukan. Dalam berbagai kesempatan, Gatot bahkan menyatakan bahwa atasannya adalah Jokowi, bukan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu atau Menteri koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.

"Pak Gatot itu loyalitasnya hanya ke Pak Jokowi," ucap Burhan.

Burhan memperkirakan Gatot bisa menggerus suara Prabowo Subianto apabila menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan Joko Widodo pada Pemilu 2019.

"Yang paling potensial menggerogoti suara Pak Prabowo ya Gatot," kata Burhanuddin dalam diskusi 'Siapa Cawapres Jokowi?' yang digelar relawan Pro Jokowi (Projo) di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2017).

Burhanuddin menilai, Gatot memiliki basis pemilih yang seragam dengan Ketua Umum Partai Gerindra.

Manuver politik Gatot yang dilakukan selama beberapa waktu terakhir juga membuat elektabilitasnya semakin terangkat.

Berdasarkan survei terakhir indikator politik pada 17-24 September 2017, elektabilitas Gatot mencapai 10 persen.

Dari 16 nama yang disodorkan ke responden, Gatot hanya kalah dari mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja yang meraih 16 persen suara.

Burhanuddin juga menilai, Jokowi dan Gatot bisa menjadi pasangan yang saling melengkapi. Keduanya merupakan kombinasi sipil militer.

Gatot juga dianggap sebagai sosok yang mewakili pemilih Islam, sementara Jokowi sosok yang lebih nasionalis.

"Meski saya pribadi mengkritik manuver politiknya yang terlalu liar, tapi ternyata itu semacam dog wisthle. Manuvernya menarik segmen pemilih baru untuk Pak Jokowi," kata Burhan.

Dalam wawancara dengan Kompas, Jokowi enggan menjawab lugas soal siapa cawapres yang akan mendampinginya dalam Pilpres 2019.

"Kita masih menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai. Ini setiap Sabtu Minggu masih muter terus dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Basuki Hadimuljono) untuk meninjau proyek," kata Jokowi.

Ketika ditanya kembali soal cawapres, Jokowi kembali menjawab "Kita masih fokus pada pekerjaan yang belum selesai soal infrastruktur."

Adapun Gatot sebelumnya menegaskan bahwa tidak etis bagi dirinya untuk berambisi menjadi orang nomor satu di Indonesia.

"Saya sekarang Panglima TNI, kan begitu. Menurut saya, bermimpi jadi presiden tidak etis," kata Gatot di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur (21/7/2017).

Menurut Gatot, TNI berada di bawah komando presiden dan wakilnya. Oleh karena itu, menjadi tidak tepat jika dirinya ikut serta berniat menjadi pemimpin saat masih aktif menjabat panglima TNI.

"Komandan saya itu (Presiden), pimpinan saya itu Presiden sama Wakil Presiden. (Kalau jadi presiden) kemudian saya juga akan melangkahi Wakil Presiden, kan tidak etis," kata Gatot.

IHSANUDDIN

Artikel ini sudah tayang di kompas.com berjudul: Survei Kompas: Elektabilitas Jokowi Meningkat, Prabowo Menurun

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved