Sudah 2 Terdakwa Divonis, tapi SBY Kukuh Sebut e-KTP Akuntabel, Tuding Konspirasi Setya Novanto!
Bahkan Ketua Umum Partai Demokrat ini masih berkeras proyek e-KTP telah dijalankan sesuai dengan prosedur.
TRIBUN-MEDAN.COM - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menanggapi munculnya namanya dan anaknya Edhi Baskoro (Ibas) dalam pusaran sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Bahkan Ketua Umum Partai Demokrat ini masih berkeras proyek e-KTP telah dijalankan sesuai dengan prosedur.
Padahal dua Pengadilan Tipikor Jakarta sudah memvonis dua terdakwa, yakni mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, divonis masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara.
Menurut dia, dari kesaksian para pembantunya itu, proyek e-KTP telah dijalankan sesuai dengan prosedur.
Bahkan, dia menyebut bahwa tak ada program pemerintahan lain yang dijalankan lebih hati-hati, daripada proyek e-KTP.
"Organisasi sistemnya dibuat secara pruden, penuh kehati-hatian, barangkali ini program pemerintah yang penuh kehati-hatian dengan mekanismenya penuh akuntabilitas, pengawasannya diatur dengan dengan seksama," ujar SBY dalam jumpa pers di kantor DPP Partai Demokrat, Selasa (6/2/2018).
Baca: Mobil Parkir Tertimpa Taman Gantung Rubuh, Begini Penampakan Kendaraan yang Terjepit
Baca: Djarot Disambut Politisi Senior PPP, yang juga Sesepuh saat Tiba di Langkat
Baca: Begini Cara BNN Sumut Ungkap Kasus Pengiriman 15 Ribu Pil Ekstasi
SBY didampingi istrinya Ani Yudhoyono, putranya, Agus Harimurti dan Edhi Baskoro (Ibas), Sekjen DPP Demokrat Hinca Panjaitan dan para pengurus dan kader Demokrat dari berbagai daerah.
SBY menyatakan informasi itu didapatnya dari mantan Mendagri, mantan Menko Polhukam, mantan Ketua Tim pengarah Pengadaan e-KTP, mantan Jaksa Agung, mantan Mensesneg, mantan Seskab, hingga mantan Menko Perekoonomian.

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono saat jumpa pers di Kantor DPP Demokrat, Jakarta, Selasa (6/2/2018).
SBY merasa difitnah atas tuduhan melakukan intervensi dalam proyek e-KTP sewaktu menjabat Presiden.
"Tidak pernah namanya SBY ikut-ikutan ngurusi proyek, melakukan intervensi atas proyek," kata SBY.
Baca: Polantas Peras Pengendara Lansung Ditindak, Wakapolrestabes: Pelaku sedang Diperiksa Propam!
Baca: Polantas di Medan Minta Duit saat Tilang Pengendara, Warganet: Kayak tak Digaji Aja Bapak Ini
Dalam jumpa pers tersebut, SBY kembali menceritakan berbagai tuduhan yang pernah diarahkan kepadanya.
SBY curhat pernah dituduh menggerakkan dan mendanai aksi massa terkait kasus Basuki Tjahaja Purnama, dituduh menggerakkan orang melakukan pemboman Istana.
Kemudian curhat soal aksi demo sejumlah orang di depan rumahnya di Jakarta, hingga pernyataan mantan Ketua KPK Antazari Azhar yang menyudutkannya.
Terkait kasus e-KTP ini, SBY merasa dirinya harus menempuh jalur hukum. Pasalnya, jika tidak melawan, dampaknya bisa membuat rakyat Indonesia percaya tuduhan tersebut.
Sebelum membuat laporan, SBY juga menyinggung keraguan para kader Demokrat bahwa polisi akan menindaklanjuti laporan nantinya. Pasalnya, laporan terhadap Antasari setahun lalu tidak jelas pengusutannya.
"Saya masih percaya kepada Kabareskrim, saya percaya Kapolri dan Presiden RI. Mudah-mudahan beliau-beliau mendengar suara hati saya untuk menindaklanjuti apa yang saya adukan nanti," kata SBY.
Baca: Ayah Asyik Tidur, Ibu Tak di Rumah, Bayi Dijumpai Sedang Merangkak Melintas Jalan
Baca: Tertangkap Basah Tanpa Busana di Kamar Mandi, Polwan dan Kanit Reskirm Terancam Dipecat
SBY juga mengaku mendapat permintaan dari pengurus Demokrat untuk ikut mendampingi membuat laporan. Namun, SBY menolaknya.
Begitu pula tawaran bantuan dari para mantan menteri. SBY mengaku ingin menghadapi tuduhan tersebut seorang diri.
"Ini perang saya, this is my war. Perang untuk keadilan! Yang penting bantu saya dengan doa," kata SBY.
SBY mengaku tahu ada pertemuan dimana mantan Politisi Partai Demokrat Mirwan Amir dan pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya, hadir di dalamnya.
Pertemuan itu terlaksana sebelum persidangan dugaan tindak pidana korupsi e-KTP dimana Mirwan Amir hadir sebagai saksi.
Dalam sidang, mantan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR itu menyebut nama SBY.
"Saya tahu, saya mendapatkan informasi dari sumber yang layak dipercaya (bahwa) menjelang persidangan, di mana terjadi tanya jawab antar Firman Wijaya dengan Mirwan Amir, ada sebuah pertemuan dihadiri sejumlah orang," kata SBY.
SBY menduga pertemuan sejumlah orang itu patut diduga menjadi cikal bakal munculnya pernyataan Mirwan Amir di dalam persidangan.
Meski begitu, SBY menambahkan, belum waktunya informasi tersebut ia buka secara gamblang ke masyarakat luas. SBY yakin informasi ini akan membuat publik geger.
"Lantas ada apa dengan semua ini? Ini skenario siapa? Konspirasi model apa seperti ini?," tanya SBY.
Dia menegaskan, pertanyaan itulah yang harus diungkap di tahun politik jelang pemilu 2019. SBY mengatakan, ia akan berjihad dan memperjuangkan keadilan.
"Mungkin (jalannya) panjang. Tetapi akan saya tempuh sampai kapanpun juga. Namun saat ini saya memilih untuk tidak dulu main tuduh kepada siapapun," katanya.
SBY menyebut perilaku mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto ibarat peribahasa "Air susu dibalas dengan air tuba".
Sebab, menurutnya, kebaikan hati SBY nyatanya dibalas perlakuan yang tidak menyenangkan dari Novanto.
SBY mengatakan, ia pernah meminta kader Demokrat untuk tidak merisak Novanto atas rentetan musibah yang menimpa mantan Ketua DPR-RI itu.
"Waktu Pak Setya Novanto di-bully, macem-macem bully-annya dulu, dari ICU, kemudian sehat walafiat, kemudian kecelakaan, kemudian luka-luka banyak benjolannya, semua saya larang: Teman-teman, Saudara-saudara jangan ikut-ikutan melakukan bully. Tidak baik, tidak baik," kata SBY di Jakarta, Selasa (6/2/2018).
"Tapi nampaknya air susu dibalas dengan air tuba," kata dia lagi.
Dalam sidang pemeriksaan dugaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP, Novanto memamerkan buku catatannya. Di dalamnya ada nama anak bungsu SBY, yakni Edhie Baskoro Yudhoyono ( Ibas).
Hal inilah yang membuat SBY merasa Novanto layak diibaratkan air susu dibalas dengan air tuba. SBY pun mendukung Ibas untuk memperoleh hak keadilannya.
"Dia juga warga negara. Sudah terlalu banyak fitnah yang dialami. Mari kita berikan jalan juga bagi seorang Edhie Baskoro Yudhoyono untuk mendapatkan keadilannya," pungkas SBY.
Sidang e-KTP
Mantan Politisi Partai Demokrat, Mirwan Amir, pernah meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghentikan proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP). Namun, permintaan itu ditolak SBY.
Hal itu dikatakan Mirwan saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/1/2018). Mirwan bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto.
"Saya menyampaikan ke Pak SBY agar e-KTP tidak diteruskan," ujar Mirwan di dalam persidangan.
Menurut Mirwan, saat itu ia mendengar informasi dari pengusaha Yusnan Solihin bahwa ada masalah dalam pelaksanaan proyek e-KTP.
Informasi itu kemudian disampaikan kepada SBY saat ada kegiatan di kediaman SBY di Cikeas, Jawa Barat.
Namun, menurutnya, SBY menolak menghentikan proyek e-KTP yang sedang berlangsung. Alasannya, karena saat itu menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
"Tanggapan Bapak SBY karena ini menuju pilkada, jadi proyek ini harus diteruskan," kata Mirwan.
Dalam persidangan, Mirwan mengatakan, saat itu ia tidak memiliki kekuatan menghentikan proyek e-KTP.
SBY melihat tuduhan Novanto terhadap Ibas hanyalah sebuah permainan dan pihak manapun bisa melihat hal itu.
"Bagaimana dengan tuduhan terhadap EBY yang secara ganjil menggelikan ditunjukkan dalam catatan seorang Setya Novanto? Mungkin secara tidak langsung maunya enggak (bermaksud) saya. Tetapi siapapun dengan mudah (menilai) itu sebuah permainan," katanya.
SBY menyampaikan, aneh jika Setya Novanto memamerkan buku catatannya.
Lebih disayangkan lagi, apa yang dipamerkan mantan Ketua DPR-RI tersebut langsung disebarkan luaskan oleh media massa dan menjadi bahan pergunjingan publik.
SBY pun mengatakan, Ibas akan menggunakan sendiri hak hukumnya untuk tindakan Novanto tersebut.
"Dia juga warga negara. Sudah terlalu banyak fitnah yang dialami. Mari kita berikan jalan juga bagi seorang Edhie Baskoro Yudhoyono untuk mendapatkan keadilannya," pungkas SBY.
Tentang nama Ibas
Setya Novanto selalu membawa buku hitamnya saat persidangan. Kepada media, Novanto menyebutkan ada catatan terkait proyek e-KTPdalam buku itu.
Seperti dikutip dari Tribunnews.com, pada persidangan Senin (5/2/2018), terlihat di buku tersebut ada sebuah kalimat menonjol, yakni "Justice Collabolator", yang ditulis dengan tinta hitam dan disertai tiga tanda seru.
Selain kata "Justice Collabolator", ada juga tulisan "Nazaruddin" dengan garis ke bawah, USD 500.000. Kata lainnya adalah "Ibas" dan "Ketua Fraksi".
Ditanya lebih lanjut soal apakah Ibas yang dimaksud adalah Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono?
Setya Novanto menjawab "No comment."
Ditanya soal apakah pihaknya juga akan meminta agar Puan Maharani, yang saat proyek e-KTP bergulir masih menjabat sebagai ketua Fraksi PDI Perjuangan, untuk dihadirkan di persidangan, jawaban Setya Novanto sama.
"No comment lah," ujarnya.
Setelah tersorot media soal catatan tangan di buku hitamnya, Setya Novanto menyembunyikan catatan tersebut.
Dia bahkan tidak lagi menulis di buku catatan tersebut, melainkan menulis di lembaran kertas.
Mantan Ketua DPR ini mengakui dirinya trauma karena tulisan tangannya kembali terungkap di media.
Black Box
Pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya, menyamakan buku hitam yang selalu dibawa kliennya itu layaknya sebuah kotak hitam (black box) pada pesawat.
Firman meyakini, buku hitam yang mirip buku agenda tahun terbaru itu berisi catatan penting terkait kasus korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"Buku yang digunakan itu saya menyebutnya kalau pesawat itu jatuh, itu pasti black box harus dicari," ujar Firman seusai mendampingi Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/2/2018).
Firman tidak mengetahui alasan mantan Ketua DPR RI itu memilih buku berwarna hitam. Begitupun dengan isi yang ada di dalamnya.
Meski demikian, menurut Firman, tulisan tangan Novanto di dalam buku hitam itu patut diduga sebagai catatan penting. Ia menduga ada hal-hal yang ingin diungkap Novanto dalam persidangan.
Saat ditanya kaitan buku hitam dengan pengungkapan pelaku lain, Firman mengatakan, hal itu masih terus dimatangkan oleh Novanto dan kuasa hukum. Menurut dia, pada waktunya hal itu akan diungkap oleh Novanto.
"Beliau mengambil buku yang berwarna hitam. Ya saya tidak tahu kenapa pilihannya itu. Tapi di dalam kamus hukum ada yang namanya black law dictionary. Bisa saja ini kamus yang Beliau ingin sebutkan dikasus e-KTP," kata Firman.
ESTU SURYOWATI
Artikel ini sudah tayang di kompas.com berjudul: SBY: This is My War, Perang untuk Keadilan!