Penuhi Panggilan KPK di Mako Brimob, Ijeck Berikan Klarifikasi Soal Utang Gatot Pujonugroho

Musa Rajekshah Calon Wakil Gubernur Sumatera Utara memberikan klarifikasi terkait kedatangannya memenuhi panggilan penyidik KPK

TRIBUN MEDAN / AZIS HUSEIN HASIBUAN
Penyidik KPK tampak sedang menyusun koper di Mako Brimob Polda Sumut, Sabtu (21/4/2018). 

TRIBUN-MEDAN.com - Calon Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah memberikan klarifikasi terkait kedatangannya memenuhi panggilan penyidik KPK di Mako Brimob Polda Sumut, Jalan Wahid Hasyim Medan pada Sabtu (21/4/2018) lalu.

Pria yang akrab disapa Ijeck tersebut mengatakan bukan diperiksa sebagai saksi dalam kaitan kasus dugaan suap mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho (GPN).

Kapasitasnya datang memenuhi panggilan tersebut hanya mengklarifikasi soal hutang mantan Gubernur Sumut Gatot Pujonugroho.

"Ijeck mendampingi orangtuanya, Pak H Anif, datang memenuhi panggilan KPK untuk klarifikasi utang Pemprov Sumut kepada mereka saat Gubsu masih dijabat  GPN," kata Sekjen Relawan Hati Emas Kota Medan, Sartjipto King, disampaikan melalui siaran persnya yang diterima Tribun-Medan.com, Senin (23/4/2018).

Aking, sapaan akrab Sartjipto King merasa perlu meluruskan pemberitaan yang viral di media sosial terkait kehadiran  Ijeck dan H Anif, ayahnya ke Makobrimob Polda Sumut.

Menurut Aking, kehadiran Ijeck dan Haji Anif bukan dalam kapasitas sebagai saksi kasus dugaan suap GPN terkait persetujuan APBD Sumut 2012-2014, pengesahan APBD Sumut 2014-2015, dan penolakan hak interpelasi oleh DPRD Sumut.

Baik Haji Anif maupun Ijeck, lanjut Aking, bukan sebagai anggota DPRD Sumut, ataupun rekanan di lingkungan Pemprov Sumut.

"Keduanya datang untuk memberi klarifikasi, bukan sebagai saksi kasus. Itu dua hal yang berbeda. Karena di catatan Kabag Keuangan Pemprov Sumut ada tercatat pengembalian pinjaman uang kepada Pak Haji Anif," jelas Aking.

Uang yang dikembalikan, Aking tidak tahu persis berapa jumlahnya, merupakan pinjaman Pemprov Sumut kepada Haji Anif.

Karena sebelumnya, staf Pemprov Sumut datang dengan ditemani Ijeck kepada H Anif untuk memohon pinjaman dana. Saat itu, Gubsu GPN memerlukan dana untuk membayar gaji ASN Pemprov Sumut, dan
keperluan lainnya.

"Pinjaman yang dimohonkan GPN melalui stafnya tidak seluruhnya bisa dipenuhi Pak H Anif. Namun begitu, Pak H Anif tetap memberikan pinjaman, dengan niat jangan sampai ASN Pemprov Sumut tidak gajian," ungkap Aking.

Hal ini pun sudah pernah diutarakan GPN dalam persidangan, termasuk oleh staf GPN yang melakukan pinjaman.

Dan saat Ijeck menemani ayahnya ke Mako Brimob Polda Sumut, kemarin, penyidik KPK melakukan counter check kebenaran hal ini, termasuk soal catatan yang ada di Kabag Keuangan Pemprov
Sumut.

"Saat pinjaman dan pembayaran kembali dilakukan, ada saksi dari staf Gubsu GPN, dan lengkap tanda terima resminya. Jadi itulah cerita yang sebenarnya yang kami  ketahui, dan Ijeck yang menemani Pak H Anif bukan datang untuk memenuhi panggilan KPK dalam kapasitas sebagai  saksi, melainkan untuk memberikan
klarifikasi soal catatan di Kabag Keuangaan Pemprov Sumut itu," papar Aking.

Baca: Dua Jam Diperiksa KPK, Ijeck Memapah Ayahnya Keluar Gedung Mako Brimob

Baca: Giliran Haji Anif dan Ijeck Diperiksa KPK Terkait Kasus Suap APBD Gatot Pujonugroho

Sebelumnya, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah membenarkan kalau telah dilakukan pemeriksaan terhadap Ijek pada Sabtu kemarin sebagai saksi. Selain Ijeck, penyidik juga memeriksa Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi.

"Ya tentu kita periksa sebagai saksi, karena kami pandang, yang bersangkutan mengetahui bagaimana rangkaian pada saat itu," kata Febri seperti yang diwawancarai dalam KompasTV.

Menurut Febri, Ijeck diperiksa sebagai pihak swasta.

KPK membutukan semua informasi dan keterangan untuk membuka tabir kasus yang menyeret 38 anggota DPRD periode 2009-2014, yang telah ditetapkan menjadi tersangka.

KPK menduga 38 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 menerima uang dari Gatot Pujo Nugroho ketika menjabat Gubernur Sumut. Besaran duit yang diterima Rp 300-350 juta per orang.

Seperti yang diketahui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 38 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 sebagai tersangka menerima suap dari mantan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.

Fee untuk tiap anggota DPRD Sumut itu disebut berkisar antara Rp 300 juta sampai Rp 350 juta.

"Indikasi penerimaan, penyidik dapat fakta yang didukung surat dan barang bukti elektronik, ke 38 itu diduga menerima fee Rp 300-350 juta dari Gubernur Sumut (Gatot Pujo) terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagi anggota DPRD Sumut," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (3/4/2018).

Sebelumnya diberitakan, suap untuk ke-38 anggota DPRD Sumut itu terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk Tahun Anggaran 2012-2014 oleh DPRD sumut, Persetujuan Perubahan APBD Provinsi Sumut Tahun 2013-2014 oleh DPRD Sumut.

 Kemudian terkait pengesahan APBD tahun anggaran 2014-2015 dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD Sumut pada 2015.

38 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut yang jadi tersangka itu adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar.

Kemudian, Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, Dermawan Sembiring.

Lainnya yakni, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, dan Tahan Manahan Panggabean.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved