Kapal Tenggelam

Fakta-fakta Lokasi KM Sinar Bangun Karam yang Membuat Jasad tak Mengambang

Pencarian korban KM Sinar Bangun yang tenggelam Sabtu (18/6/2018) sudah memasuki hari ke-13, Sabtu (30/6/2018).

Editor: Tariden Turnip
Antara
Tim SAR melakukan penyelaman dan penyisiran, berupaya mencari jenazah korban KM Sinar Bangun 

TRIBUN-MEDAN.COM - Pencarian korban KM Sinar Bangun yang tenggelam Sabtu (18/6/2018) sudah memasuki hari ke-13, Sabtu (30/6/2018).

Meski pada pencarian hari ke-11 remotely operated vehicle (ROV)  sudah berhasil merekam 8-10 jasad korban di kedalaman 450 meter Danau Toba, Basarnas masih memikirkan cara untuk mengangkat jasad tersebut ke permukaan.

Dalam beberapa kasus korban tenggelam di Danau Toba sebelumnya, jasad akan mengambang setelah beberapa hari.

Tapi dalam kasus KM Sinar Bangun baru tiga jasad yang ditemukan mengambang. Selebihnya 164 orang dinyatakan masih hilang.

Bahkan seperti yang terekam ROV, 8-10 jasad korban terbujur kaku berada di dasar Danau Toba.

Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas Brigadir Jenderal TNI Nugroho Budi Wiryanto usai melakukan pencarian Jumat (29/6/2018) memastikan posisi mayat belum ada berubah.

Nugroho mengatakan posisi mayat ada yang telentang dan tengkurap. Begitu juga dengan sepeda motor dan material kapal. Untuk posisi jenazah berada di kedalaman 450 meter. Sementara untuk kapal berada di kedalaman 420 meter dengan suhu sangat dingin.

"Suhu di bawah sangat dingin. Yang jelas jenazah tidak membusuk," ujarnya saat memberikan hasil pencarian hari ke-12 di Dermaga Tigaras, Kabupaten Simalungun.

Ahli geologi Gagarin Sembiring mengatakan berberdasarkan beberapa penelitian, Gunung Toba mengalami tiga kali erupsi besar.

Letusan pertama terjadi sekitar 850.000 tahun lalu, membentuk kaldera di kawasan Porsea dan Sibaganding, sebelah utara Danau Toba.

Sementara letusan ketiga adalah yang terdahsyat, terjadi sekitar 74.000 tahun lalu. Besarnya material yang dimuntahkan menghasilkan Kaldera Toba, erupsi ini terkenal dengan sebutan Super Volcano.

Kaldera tersebut kini menjadi kuburan bangkai KM Sinar Bangun

"Posisi bangkai kapal Sinar Bangun berada di Kaldera Haranggaol yang meledak 500.000 tahun lalu. Letaknya di sebelah utara, ini wilayah terdalam Danau Toba," kata Gagarin seperti dilansir kompas.com, Sabtu (30/6/2018). .

Hasil penelitian terakhir yang dilakukan perguruan tinggi milik Amerika Serikat (AS), lanjut dia, kedalaman Danau Toba disebutkan 500-an meter lebih.

Menurut dia, kecelakaan karamnya KM Sinar Bangun bukan karena faktor karakteristik Danau Toba melainkan faktor human error dan meteorologi.

"Dengan kedalaman seperti itu, jasad dan bangkai kapal juga butuh waktu untuk sampai ke dasar meskipun dalam keadaan tanpa arus. Sehingga jasad korban juga butuh waktu untuk naik ke atas," kata Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah Sumut ini.

"Ini bisa dijadikan pertimbangan. Kita juga belum pernah melakukan simulasi berapa kecepatan turun dan naiknya sehingga bisa memperkirakan berapa baru baru muncul di permukaan," sambungnya.

"Belum lagi kita bicara hipotesa lain, misalnya ternyata kapal awalnya berada di dasar yang miring, bukan yang terdalam. Lalu meluncur ke bawah, menyebabkan arus turbidit serta lumpur ke permukaan. Mungkin di bawah sudah tercampur lumpur," pungkas Gagarin.

Foto Davidrestumichael Silalahi.

Foto Ama Ni Khania Butarbutar.

Jasad korban KM Sinar Bangun di dasar Danau Toba yang terekam ROV

Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono memberikan penjelasan terkait jasad korban yang tak muncul ke permukaan.

Menurut Soerjanto, jasad korban di kedalaman lama membusuk, karena temperatur di dasar Danau Toba sangat dingin.

"Kami juga berkonsultasi dengan dokter forensik dari UI. Saya tanya, ‘dok, ini kenapa kok para jasad ini enggak naik ke atas? Kalau temperaturnya dingin di dasar Danau Toba, itu seperti kita menaruh makan di kulkas, jadi reaksi pembusukannya lambat," jelasnya saat konferensi pers di Kantor Pusat Badan SAR, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (28/6/2018).

Untuk bisa membuat jasad naik ke permukaan, kata Soerjanto, diperlukan gas untuk menambah berat jenis, namun karena terhalang kedalaman dan suhu dingin, jasad-jasad tersebut tak mengapung di permukaan air.

"Sehingga jumlah gasnya tidak cukup membuat berat jenis manusia ini lebih ringan dari angin, sehingga kenapa jasad-jasad tersebut tidak mengapung, atau sebagian yang mengapung," papar Soerjanto.

Peneliti danau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hadiid Agita Rustini mengungkap kenapa jasad korban KM Sinar tidak mengambang sebagaimana lazimnya di perairan.

Agita mengatakan kedalaman jatuhnya kapal tersebut yang mencapai sekitar 400 meter di perairan Danau Toba, di mana tidak ada lagi sinar matahari, sehingga suhu air dingin.

"Kami perkirakan di tempat jatuhnya KM Sinar Bangun sekitar 20 derajat dari hasil simulasi model. Kalau sudah di dasar dan berhari-hari, tidak ada oksigen. Jadi sepertinya itu membeku karena proses alami," kata Agita seperti dilansir kriminologi.id, Jumat (29/6/2018).

Ia mengatakan, suhu 20 derajat Celcius di kedalaman di bawah 400 meter itu merupakan suhu normal untuk Danau Toba. Sedangkan suhu di permukaan Danau Toba bila panas mencapai sekitar 26-27 derajat celcius.

Namun, ia mengakui, bahwa pihaknya hanya pernah melakukan simulasi pengukuran di siang hari dengan maksimal kedalaman 350 meter derajat celcius di perairan Danau Toba pada Maret 2016 dan Agustus 2017.

"Kalau siang normalnya segitu. Cuaca panas ataupun dingin di permukaan danau tidak akan terlalu mempengaruhi suhu di bagian dalam perairan. Di kedalaman 100 meter itu saja suhu sudah mirip dasar, kalau malam kemungkinan lebih tinggi lagi," kata Agita. 

Terkait arus di bawah perairan Danau Toba, kata Agita, jika arus berada di bawah 100 meter, arus sudah dalam kondisi tenang. Namun, lain halnya jika arus air berada di atas 100 meter. Menurutnya, arus akan cukup besar karena dipengaruhi oleh penetrasi dari matahari.

Sedangkan kontur dasar perairan Danau Toba sehingga menyulitkan tim evakuasi menyelamatkan korban KM Sinar Bangun, Agita menjelaskan bahwa kontur dasar Danau Toba tempat jatuhnya KM Sinar Bangun tergolong stabil, meski kontur dasar di sekitarnya sangatlah curam.

"Bisa kita lihat dari sekeliling danau, danau ini dikelilingi oleh dataran curam, jadi ya kurang lebih dasar Danau Toba sama. Tapi, kapal itu jatuh sudah sampai ke bagian yang relatif datar. Kapal sudah stabil berada di situ, dia enggak akan pindah-pindah lagi, maksudnya kondisinya tenang," kata Agita menjelaskan.

Agita menjelaskan, KM Sinar Bangun sempat terbawa ombak sampai di kedalaman 60 meter. Meski arus hanya bergerak dengan kecepatan 2 cm perdetik, namun dengan massa air berjumlah hingga megaton, akan berdampak pada bergeraknya obyek yang terbawa arus.

"Dia (KM Sinar Bangun) jatuhnya pun enggak terlalu dekat dengan posisi saat dia terbalik pertama kali, kayaknya lebih dari 1 km dari posisi perahu terbalik," kata Agita.

Hal ini terjadi, kata Agita, karena adanya perbedaan gelombang baik di permukaan dan di kedalaman. Menurutnya, gelombang air di permukaan dengan gelombang air di kedalaman mulai 2 hingga 3 meter sudah berbeda.

"Ketika angin tinggi, gelombang tinggi dan bagian atas kapal tertiup angin, sedangkan di bagian bawah kapal terbawa oleh gelombang, sehingga kapal akan sangat mudah terbalik kemudian airnya masuk ke relung kapal, dan akhirnya kapal di bawah pengaruh arus," kata Agita.

Basarnas masih mencari cara mengangkat jasad korban yang ada di dasar danau.

Para keluarga korban menggantungkan harapannya kepada tim SAR gabungan yang melakukan evakuasi. Beberapa di antara mereka tak beranjak dari hari pertama pencarian, menunggu anak dan sanak keluarganya pulang.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ahli: KM Sinar Bangun Karam di Wilayah Terdalam Danau Toba" 
Penulis : Kontributor Medan, Mei Leandha

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved