Harimau Sumatera Datangi Pasar dan Terjebak di Kolong Rumah Toko, Berjalan 40 KM Mencari Makan
Harimau ini sudah dua hari terjebak di kolong rumah toko. Diperkirakan harimau tersebut berjalan puluhan kilometer meninggalkan habitatnya.
Ia mengatakan warga yang berkumpul setiap ada harimau yang terjebak akan membuat binatang ini tambah stres.
"Kasian bila ada kasus seperti ini malah banyak ditonton orang, harimau liar pasti takut atau menghindar menghadapi manusia banyak," kata Yanti.

Apa yang bisa dilakukan?
Merambahnya harimau dan binatang liar lain seperti gajah ke permukiman, selain karena habitatnya yang terus berkurang, juga disebabkan oleh tindakan pemburu binatang-binatang yang selama ini menjadi sumber makanan harimau, kata Suharyono.
"Misalnya anak babi yang banyak diburu yang membuat cadangan makanan harimau menjadi berkurang. Kalau jauh berkurang, harimau pasti akan keluar dari tempat ia hidup. Ketemu anjing ia makan anjing, ketemu ayam ia makan ayam," tambahnya.
Faktor ketiga adalah kegiatan konsensi.
Kepada para pemegang konsensi, apakah itu hutan tanaman industri atau perkebunan, diminta untuk memberi ruang hidup kepada satwa.
"Kehadiran satwa jangan selalu dianggap sebagai gangguan, karena sebenarnya kitalah yang merebut ruang hidup mereka," kata Suharyono.
Jumlah harimau sumatera di Riau, dalam pantauan BKSDA, sekitar 53 ekor.
Sunarto, wildlife ecologist WWF, mengatakan harimau sumatera baik di Riau maupun provinsi lain saat ini masih mendapat tekanan dan ancaman yang tinggi dari perburuan, kehilangan habitat dan konflik.
"Kami mencatat masih banyak pemburu aktif di Riau dan di wilayah lain. Konversi hutan dan perambahan serta tekanan fragmentaai juga masih tinggi. Konflik masih terjadi secara sporadis di berbagai wilayah," kata Sunarto.
Terkait konflik, hal itu dapat terjadi pada berbagai situasi, baik saat populasi dalam jumlah yang besar maupun kecil.
Sunarto menjelaskan, secara sederhana ada tiga faktor penentu, yaitu habitat, manusia, dan harimau itu sendiri.
"Habitat yang terfragmentasi dan terdegradasi oleh gangguan manusia cenderung meningkatkan risiko konflik," katanya.
Pengetahuan dan persepsi terhadap harimau, serta perilaku atau kebiasaan sehari-hari masyarakat di sekitar habitat harimau juga menjadi faktor yang menentukan tingkat risiko konflik.