Paus dan Penyu Tewas Karena Makan Plastik, Pengusaha Ini Tetap Klaim Plastik Paling Ramah Lingkungan
Llastik hanya menghasilkan emisi 50% dibanding logam, kaca, kertas dan kain katun untuk memproduksi produk yang sama.
TRIBUN-MEDAN.com-Beragam hewan mati karena memakan plastik belakangan ini kerap kali terjadi, seperti yang terjadi di perairan Wakatobi, Senin (19/11/2018)
Seekor paus yang terdampar dan ditemukan telah membusuk dan diperkirakan telah mati sekira dua minggu, di perairan Desa Kapota, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan (Wangsel), Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Hewan yang masuk dalam paus jenis Sperm Wale atau Paus Sperma tersebut memiliki panjang 9,5 meter, sedangkan beratnya belum diketahui.
Saleh Hanan dari Yayasan Wakatobi mengatakan, paus tersebut ditemukan lantaran baunya yang menyengat dan diperkirakan sudah mati cukup lama.
"Beratnya tidak terukur, melihat kondisi yang hancur kira-kira sudah dua minggu paus itu mati," ungkap Saleh Hanan.
Saleh dan sejumlah mahasiswa Akademisi Komunitas Perikanan dan KelautanWakatobi terkejut saat mengetahui banyak sampah yang ada di dalam perut hewan itu.
Setelah diteliti, terdapat 5,9 kilogram sampah yang termakan oleh paus itu.
"Dalam perut paus ditemukan botol, penutup galon, sandal, botol parfum, bungkus mi instan, gelas minuman, tali rafia, karung terpal, kantong kresek, dan lain-lain," terangnya.
Penemuan tersebut secara ilmiah menjelaskan bahwa telah terjadi disorientasi navigasi paus, yang mengakibatkan paus tidak bisa membedakan makanan dan non-makanan lantaran habitatnya telah tercemar sampah.
Karena paus sudah mati, yang dilakukan petugas saat ini adalah mengukur titik koordinat dan mengambil sampah sebagai bahan kajian penyebab kematiannya.
Saleh menyebutkan bahwa kemungkinan paus itu mati lantaran sampah plastik yang dimakannya sebab sampah plastik tak bisa dicerna oleh perut paus.
"Sangat bisa karena sampah. Sampah plastik, kan, tidak terurai di perut paus dan beracun. Pencernaan terganggu, lalu mati," ucapnya.
Kematian hewan karena plastik juga terjadi pada Minggu (9/12/2018) sore. Pemancing menemukan satwa penyu dalam kondisi mati di kawasan pantai wisata Congot, Kecamatan Temon, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mereka mendapati sampah plastik terburai dari perut penyu yang berada pada sisi bawah.
"Penyu itu ditemukan dekat menara, kira-kira 200 meter dari pantai (kawasan wisata Congot). Atau sekitar 2 Kilometer dari pantai (wisata) Glagah," kata Hary Hermanto, aktivis WWI Kulon Progo, Senin (10/12/2018).
Hary menceritakan, dirinya kebetulan sedang memancing bersama seorang temannya di Congot, Minggu siang. Tak sengaja, temannya menemukan bangkai penyu dengan ukuran lebar kira-kira 40 sentimeter.
Kondisinya sudah membusuk. Karapas penyu juga sudah terkupas di sana-sini.
Marah Lihat Murid Yang Buat Keributan, Guru Tutup Mulut Murid Pakai Selotip
Sosok Saddam Husein, Pedagang Sayur yang Viral Berikan Sumbangan Uang Receh kepada Sandiaga

Yang menyedihkan, isi perutnya tampak terburai. Sampah plastik terlihat keluar dari perutnya yang terburai itu.
Hary dan temannya memutuskan segera mengubur penyu tersebut. Temuan tersebut sempat direkam dan diunggah ke Instagram, Twitter, maupun, akun grup WWI di Facebook, yang kemudian viral.
Warganet yang merespons prihatin dengan masalah sampah yang mencemarin lautan.
"Seperti biasa, setelah kami menemukan hal seperti ini kami segera melapor ke BKSDA untuk penanganan selanjutnya," kata Hary.
Kepala Resort Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kulonprogo, Gunadi mengatakan, pihaknya belum lama menerima laporan tersebut.
Selain menerima laporan, pihak balai juga sudah melihat video maupun foto yang beredar di media sosial.
Laporan dan unggahan di medsos itu memang mengundang prihatin, terlebih bila benar terdapat sampah plastik yang keluar dari perut satwa ini.
Ini menunjukkan betapa laut sangat tercemar dan mengancam banyak satwa, dan bisa mengganggu ekosistem.
"Karena bisa saja sampah plastik itu (dianggap) seperti ubur-ubur, lantas dimakan," kata Gunadi.
Menurut dia, ini sangat mengancam kehidupan penyu.
Gunadi mengatakan, BKSDA juga tengah mempertimbangkan perlu tidaknya memeriksa bangkai penyu malang itu.
Terlebih karena bangkai kini dalam kondisi sangat busuk dan telah dikubur.

Pengusaha Plastik Klaim Plastik Lebih Ramah Lingkungan
Dari sejumlah kejadian miris tersebut, Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) mengklaim bahwa plastik,masih lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan kertas.
Dilansir Tribun Medan dari Kontan.Co.Id, Wakil Ketua Inaplas Suhat Miyarso mengungkapkan bahwa plastik hanya memerlukan 0,4 energi untuk produksi dibanding bahan lain.
Dan plastik hanya menghasilkan emisi 50% dibanding logam, kaca, kertas dan kain katun untuk memproduksi produk yang sama.
"Kalau untuk mengurangi kerusakan lingkungan seharusnya memilih plastik," ujar Suhat, di kantor Inaplas, Jakarta, Selasa (11/12).
Suhat mengatakan bahwa plastik merupakan material yang bisa didaur ulang 100% meski akan mengalami penurunan kualitas. Contohnya dari peralatan rumah tangga bisa diubah menjadi ember.
Plastik juga bisa diubah menjadi energi dan bahan bakar. Adalagi, plastik bisa digunakan sebagai bahan campuran aspal jalan.
Sekarang di Indonesia juga ada plastik yang ramah lingkungan. Plastik tersebut ialah plastik biodegradable.
Biodegradable ialah plastik yang dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme tanah secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan. Bahan baku biodegradable berasal dari bahan alami yakni jagung dan singkong.
Salah satu pabrik yang memproduksi plastik biodegradabel ialah PT Inter Aneka Lestari Kimia. Pabrik tersebut terletak di Kota Tangerang, Banten. Namun sayang, saat ini untuk memproduksi biodegradable terkendala banyak hal.
Pertama dari sisi financial, masih cukup berat untuk bersaing dengan plastik konvensional. Kedua, kebanyakan memakai bahan baku dari pangan seperti dari jagung atau tapioka maupun singkong.
"Produksinya masih kecil dan saya lihat belum ada rencana untuk investasi, baru pengembangan karena masih stragling untuk bisa eksis. Ini produk alternatif yang perlu kita dorong bersama," tutur Suhat.
Mengenai pelarangan kantong belanja plastik dan cukai yang diterapkan pemerintah, Inaplas sudah mengirimkan surat ke kementerian terkait sejak awal tahun 2018.
Dan meminta pemerintah untuk melakukan kajian kembali.
Inaplas menganggap pelarangan atau pengenaan cukai tidak akan tepat sasaran. Kerusakan akan lebih besar dari hasil yang akan pemerintah terima jika larangan kantong plastik tetap dilanjutkan.
"Bahkan akan membuat masalah baru dan menyebabkan tujuan semula tidak akan tercapai. Masalah barunya akan terjadi pengangguran, penutupan industri kecil dan kemungkinan akan terjadi impor plastik," ujar Wakil Ketua Inaplas.(kontan.co.id/kompas.com)