Lima Pengeroyok Anggota TNI Dibekuk, Identitas Oknum Pembakar Mapolsek Ciracas Jangan Ditutupi
"Jadi Polri ada rasa ewuh pakewuh (sungkan) dengan saudara tua. Sehingga polisi sangat 'menghargai' militer.''
TRIBUN-MEDAN.COM - Aparat Polda Metro Jaya sudah menangkap lima tersangka pelaku pengeroyokan perwira TNI AL Kapten Komaruddin dan anggota TNI AD Pratu Rivonanda.
Ratusan oknum TNI yang tidak puas atas penanganan kasus pengeroyokan ini memicu protes yang berujung pengrusakan dan pembakaran Mapolsek Ciracas, Polres Metro Jakarta Timur, meski Danrem dan Dandim setempat sudah turun ke lokasi, Selasa (11/12/2018).
Pelaku pertama yang diamankan adalah Agus Pryantara (AP), juru parkir liar yang juga terlibat dalam pengeroyokan tersebut.
Agus ditangkap di rumahnya di kawasan Ciracas, Jakarta Timur, pada Rabu (12/12/2018) saat ia masih tidur.
Lalu pelaku kedua yang diamankan, Herianto Panjaitan (HP) alias E.
Dia merupakan juru parkir yang pertama kali terlibat cekcok dengan anggota TNI AL Kapten Komaruddin.
"Tersangka kedua kami ambil di rumahnya tadi malam, inisial HP alias E, umurnya 28 tahun, pekerjaan juga juru parkir," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Kamis (13/12/2018).
"Perannya menggeser motor yang mengenai korban (Komaruddin) dan mendorong dada korban kedua (anggota TNI AD Pratu Rivonanda)," tambahnya.
Menurut keterangan dari kedua tersangka yang telah diamankan, polisi mendapatkan informasi ada tiga orang lainnya Iwan Hutapea (IH), Depi (D), dan Suci Ramdhani (SR).
Iwan Hutapea (IH) dan Suci Ramdhani (SR) adalah suami istri.
Dan akhirnya, Iwan Hutapea (IH) dan Suci Ramdhani (SR) dibekuk.
"Tim Gabungan Ditreskrimum Polda Metro Jaya Resmob dan Jatanras telah melakukan penangkapan terhadap tersangka Iwan Hutapea (IH) dan Suci Ramdhani (SR)," ujar Argo ketika dihubungi wartawan, Kamis (13/12/2018).
"Iya (kedua tersangka suami istri)," ucap dia.

Kedua tersangka ditangkap di Jalan Raya Citayam, Gang Laskar, Kecamatan Cipayung, Depok, hari ini pukul 13.30 WIB.
Menurut dia, dalam kasus ini Suci turut mendorong dan memukul Komaruddin saat cekcok terjadi.
Terbaru Kamis malam, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, pihaknya telah menangkap Depi.
"Iya (telah dilakukan penangkapan Depi)," ujar Argo, Kamis (13/12/2018).
Ia mengatakan, Depi ditangkap di Cawang, Jakarta Timur.
Para tersangka akan dikenai Pasal 170 jo Pasal 351 KUHP tentang Pengeroyokan dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Nah bagaimana dengan pengusutan oknum TNI yang melakukan pengrusakan dan pembakaran Mapolsek maupun pengrusakan rumah keluarga tersangka pelaku?
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo menuturkan, harus ada tindakan cepat dimulai dengan menangkap pengeroyok anggota TNI AL Kapten Komaruddin dan anggota TNI AD Pratu Rivonanda.
“Cepat dilakukan tindakan, para komandan yang melakukan sweeping segera turun tangan. Kalau ada tindakan lanjutannya segera di ambil tindakan cepet, harus hari ini paling lambat,” ujar Hermawan saat dihubungi, Jumat (14/12/2018).

Hermawan menilai, bila persoalan ini tidak diusut secara tuntas akan menjadi preseden bagi penegakan hukum di Indonesia.
“Cukup di level bawah dilakukan tindakan, selesaikan. Kalau perlu ajak penduduk yang disweeping, dirugikan. Yang dipukuli undang, panggil, minta maaf, adakan makan-makan. Kalau nggak, melebar kemana-mana,” tutur Hermawan.
Menurut Hermawan, bila kasus ini dibiarkan berlarut-larut, maka akan berpotensi merusak sinergisitas TNI-Polri. Begitu juga dugaan keterlibatan oknum anggota TNI dalam perusakan Polsek Ciracas, bisa merusak sinergitas.
Pengamat Kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS), Bambang Rukminto, berharap Polri tidak menutup-nutupi pelaku penganiayaan dan pengerusakan Polsek Ciracas di Jakarta Timur. Sebab hal itu baik untuk memperbaiki hubungan TNI dan Polri yang kerap bergesekan.
Dia bahkan mewanti-wanti, jangan sampai Polri dianggap tak berdaya menghadapi anggota TNI. Sebab penanganan kasus ini mempertaruhkan kewibawaan Polri sebagai penegak hukum.
"Karena orang bisa berasumsi ke sana kalau tidak dibuka secara transparan. Jadi kalau salah, katakan salah. Kalau ada anggota TNI yang melanggar dibuka saja. Tidak ada konsolidasi tanpa keterbukaan," jelas Bambang Rukminto kepada BBC News Indonesia.
Dari pengamatannya, hubungan TNI dan Polri belum sepenuhnya membaik, meski Panglima TNI dan Kapolri kerap menggelar kegiatan bersama. Namun di level bawah, friksi masih terjadi.
"Karena ego sektoral, jiwa korsa yang kebablasan itulah. Makanya ke depan sinergi semacam latihan bersama harus dilakukan. Agar masing-masing (institusi) bisa memahami tupoksinya. Kalau selama ini sering muncul semacam kecemburuan," jelasnya.

Ganjalan lain, menurutnya, Polri masih "terbelenggu" pada masa lalu dimana ketika Orde Baru fungsi keamanan dipegang militer. Padahal semestinya kedua institusi tersebut, kata Bambang, menyadari posisi masing-masing.
"Jadi Polri ada rasa ewuh pakewuh (sungkan) dengan saudara tua. Sehingga polisi sangat 'menghargai' militer. Padahal kalau berpikir tupoksinya berbeda kan. Polisi jaga keamanan, tentara pertahanan. Ini yang harus segera diperbaiki dengan mengubah mindset."
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, tim investigasi terkait peristiwa perusakan Polsek Ciracas pada Rabu (12/12/2018) dini hari, sebaiknya berasal dari institusi kepolisian dan TNI.
Wakil Koordinator bidang Advokasi Kontras Putri Kanesia menjelaskan, sinergisitas penanganan peristiwa tersebut dibutuhkan agar hasilnya pun objektif.
"Saya pikir juga penting, misalnya satu tim investigasi yang diturunkan sebaiknya dari dua institusi ini, baik Polri maupun TNI supaya objektif," ujar Putri saat dihubungi oleh Kompas.com, Kamis (13/12/2018).
Peristiwa perusakan diduga terkait dengan kasus pengeroyokan anggota TNI yang terjadi sehari sebelumnya.
Selain itu, ia juga mendorong agar oknum yang melakukan pembakaran maupun perusakan perlu diproses melalui pengadilan sipil.
"Ini menjadi catatan kalau misalnya ditemukan bahwa pelaku pembakaran adalah anggota TNI, maka harus segera diproses melalui pengadilan sipil," jelas dia. (tribunnews.com/kompas.com/bbc news indonesia)