Viral Medsos
INILAH Pernyataan Prabowo Subianto yang Dianggap Berbahaya dan Abuse of Power
Pernyataan Prabowo soal chief of law enforcement officer Disebut Berbahaya dan abuse of power
TRIBUN-MEDAN.COM - Calon presiden Joko Widodo menyinggung kasus Ratna Sarumpaet ketika debat pertama Pilpres 2019 yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019) malam.
Awalnya, Jokowi menjawab pertanyaan soal penegakan hukum yang dikaitkan dengan hak asasi manusia.
Jokowi mengatakan, penindakan hukum sesuai prosedur bukan pelanggaran HAM.
Penegakan hukum dilakukan untuk melindungi masyarakat.
"Jika ada pelanggaran hukum yang melanggar prosedur, silahkan ada mekanisme yang bisa ditempuh lewat praperadilan, misalnya," kata Jokowi.
Setelah itu, calon presiden Prabowo Subianto diberi kesempatan menanggapi.
Prabowo mengatakan, masyarakat merasakan adanya penegakan hukum yang berat sebelah.
Prabowo memberi contoh, ada kepala daerah yang menyatakan dukungan terhadap Jokowi-Ma'ruf Amin, namun tidak mengalami permasalahan.
"Tapi ada kepala desa di Jawa Timur menyatakan dukungan kepada kami, tapi sekarang ditahan, ditangkap," kata Prabowo.
"Jadi saya kira ini perlakuan tidak adil."
"Saya rasa pelanggaran HAM."
"Penyampaian pendapat dijamin UUD."
"Siapapun boleh menyatakan pendapat dukungan siapapun," kata Prabowo.
Jokowi tidak terima dengan pernyataan Prabowo tersebut.
"Jangan menuduh seperti itu, Pak Prabowo," jawab Jokowi.
Jokowi menegaskan, Indonesia adalah negara hukum.
Jika ada bukti seperti yang disampaikan Prabowo, maka sebaiknya disampaikan ke penegak hukum.
Jokowi kemudian memberi contoh kasus.
Namun, ia tidak secara gamblang menyebut kasus hoaks penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet.
"Kita ini sering grusa grusu menyampaikan sesuatu."
"Misalnya, jurkamnya Pak Prabowo, misalnya ini, katanya dianiaya, mukanya babak belur."
"Kemudian konfrensi pers bersama-sama," kata Jokowi.
"Tapi kemudian apa yang terjadi?"
"Ternyata operasi plastik," tambah Jokowi disambut tawa para pendukungnya.
"Ini negara hukum, kalau ada bukti-bukti silahkan lewat mekanisme hukum, laporkan dengan bukti-bukti, gampang sekali."
"Kenapa harus menuduh-nuduh seperti itu," tambah Jokowi.
Selanjutnya capres Prabowo Subianto memberikan tanggapan atas jawaban Jokowi mengenai penyelarasan aturan hukum dan birokrasi di Indonesia.
Prabowo menyatakan aturan di Indonesia begitu tumpang tindih.
"Pemerintah itu yang bertanggung jawab untuk penyelarasan, perbaikan, untuk menghasilkan produk-produk aturan itu. Presiden adalah chief of law enforcement officer," kata Prabowo.
Pernyataan Prabowo Disebut Berbahaya dan abuse of power
Pernyataan capres Prabowo Subianto soal chief of law enforcement officer tersebut mendapat kritikan dari TKN Jokowi-Ma'ruf Amin.
Pernyataan Prabowo dianggap upaya intervensi pimpinan negara terhadap persoalan hukum. Hal itu berbahaya.
"Untuk menjadi pemimpin, diperlukan tata pemerintahan yang baik. Pernyataan bahwa presiden sebagai chief of law enforcement officer juga sangat berbahaya karena itu mencerminkan sebuah keinginan intervensi dalam persoalan hukum itu sendiri," kata Sekretaris TKN, Hasto Kristiyanto usai debat pilpres pada Kamis (17/1/2019).
Menurut Hasto, dalam sistem presidensial, posisi presiden bukan sebagai kepala dalam penegak hukum. Karena dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
"Padahal politik dalam sistem presidensial kita presiden menentukan kebijakan politik-hukum bukan sebagai chief of law enforcement officer, karena di situ juga memungkinkan terjadinya abuse of power," jelasnya kepada awak media.
Diluruskan tim Prabowo-Sandiaga Uno
Sementara, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno menyebut maksud pernyataan Prabowo adalah memastikan kinerja penegakan hukum sesuai dengan jalurnya.
"Chief of law enforcement officer artinya memastikan proses, kerja hukum, itu di relnya. Kalau kemudian dengan proses dan kerja hukum di luar dari relnya, maka chief of law enforcement harus memastikan dia kembali ke relnya," ujar Koordinator Jubir BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak dari siaran Metro TV news.
Dahnil mencontohkan penanganan kasus teror terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Menurutnya, kepala negara seharusnya berkomitmen memastikan penegak hukum bekerja optimal mengusut tuntas kasus tersebut.
"Misal dalam kasus Novel, itu nggak tuntas-tuntas. Sudah keluar dari relnya, bahkan Komnas HAM menyebutkan proseduralnya salah. Kan rekomendasinya yang tak ada, maladministrasi, dan sebagainya. Nah, ini sudah keluar dari rel. Untuk mengembalikan ke relnya, butuh komitmen dari kepala negara," ujar Dahnil.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Jawab Prabowo, Jokowi Singgung Kasus Ratna Sarumpaet
