IPW Minta Perangkat Hukum Objektif Mengadili Kompol Fahrizal
Neta menilai sebaiknya Mabes Polri berbenah agar kejadian serupa tak terulang dilakukan oleh seorang calon pemimpin masa depan Polri.
Penulis: Alija Magribi |
"Faktanya pada saat penembakan, terdakwa sedang mengalami gangguan kejiwaan sesuai keterangan dokter Rumah Sakit Jiwa M Ildrem. Jaksa sepertinya mengajukan tuntutan berdasarkan keterangan ahli kejiwaan itu," terangnya.
Selanjutnya, meski tuntutan yang diajukan sudah sesuai fakta persidangan, namun Julisman mengaku timnya akan tetap menyusun pembelaan pada persidangan Kamis (24/1/2019) mendatang. "Kami akan serahkan putusanya pada majelis hakim," sebutnya.
Tuntutan terhadap Kompol Fahrizal beberapa kali ditunda sehingga menimbulkan pertanyaan besar. Apalagi sejauh ini penahanan Kompol Fahrizal dilakukan di Rumah Tahanan Polda Sumut, bukan di Rutan Klas IA Tanjunggusta Medan.
Julisman yang berbicara banyak seusai sidang menerangkan bahwa lantaran sempat menjabat Kasatreskrim Polrestabes Medan tentu penahanan Fahrizal harus mempertimbangkan keselamatan kliennya. Pria berkepala plontos ini juga bercerita sedikit bahwa Fahrizal sendiri pulang ke Medan untuk berobat, sehingga penembakkan itu diluar dugaannya.
"Kan gejala-gejala Skizofrenia Paranoid ini munculnya sekitar tahun 2014, yang waktu itu beliau masih di Karo SDM Polda Sumut. Jadi sudah berobat waktu itu. Namun hingga sampai dia jadi Kasatreskrim, Sespim Polri sampai Wakapolres Lomboktengah dia gak minum obat lagi. Baru lah kambuh ini," ucapnya.
"Dia kembali ke Medan pun untuk berobat tapi siapa sangka terjadilah penembakan itu," jelas Julisman.
Sementara di tempat berbeda, JPU Randi Tambunan yang dimintai keterangannya terkait tuntutan Kompol Fahrizal, justru menghindar dan enggan berkomentar. "Direkam ini? Ke Humas ajalah, takut salah saya," ucapnya sembari meninggalkan wartawan.
Menyoroti tuntutan terhadap Fahrizal, Humas PN Medan Jamaluddin menyatakan, jika hal tersebut berdasarkan pertimbangan fakta persidangan.
"Mungkin Jaksa mempertimbangkan fakta-fakta sidang selama ini untuk menyusun tuntutan terhadap terdakwa. Sesuai KUHAP kan ada pertimbangan pemaaf dan pertimbangan pembenar untuk memutus terdakwa. Makanya kita lihat juga nanti seperti apa putusannya," ujarnya.
Seandainya didalam putusan Kompol Fahrizal dinyatakan tidak waras, namun dikemudian hari dia dinyatakan sehat oleh dokter kejiwaan, yang bersangkutan kata Jamaluddin, tidak bisa dipidana.
"Tentu kalau dia dinyatakan tidak waras, dan hakim juga tak menuntut pidana maka dia bebas. Kan kasusnya waktu itu dia tidak waras. Kalau kedepan dia sehat setelah putusan ini juga tidak bisa dipidana lagi," pungkas eks Hakim di Pengadilan Negeri Padang ini.
Pantauan Tribun Medan, Kompol Fahrizal yang didampingi istri tampak seperti orang normal pada umumnya.
Mengenakan baju kemeja kotak-kotak dan celana hitam, Fahrizal tampak masuk ke ruang tunggu jaksa.
Tak berapa lama, ia yang didampingi istrinya keluar dari tunggu jaksa, dan kemudian pergi meninggalkan PN Medan menggunakan mobil fortuner warna hitam.
Dalam perkara ini, Kompol Fahrizal didakwa melakukan pembunuhan karena menembak mati adik iparnya, Jumingan, Rabu (4/4/2018) malam.