Wiranto Tantang 'Sumpah Pocong' Kivlan Zein dan Prabowo Soal Siapa Dalang Kerusuhan 1998
Wiranto pun menantang mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu untuk sumpah pocong.
"Bukan saya dalang kerusuhan. Saya mencegah kerusuhan terjadi. Tiga hari saya mampu amankan negeri ini," kata dia.
Selain menantang sumpah pocong, Wiranto juga menyebut bahwa Kivlan kerap meminta bantuan finansial kepadanya dan purnawirawan jenderal lain di lingkar pemerintah, seperti Luhut Pandjaitan dan Hendropriyono.
"Saya buka sekarang bahwa yang bersangkutan meminta uang kepada saya, dan saya pernah berikan beberapa kali pada yang bersangkutan," kata Wiranto.
Menurut Wiranto, dirinya sekarang tidak bisa lagi diam-diam saja ketika ada tuduhan. Bahkan, ia menantang Kivlan Zen, juga calon presiden, Prabowo Subianto, untuk melakukan sumpah pocong. Ia ingin agar masyarakat menjadi jelas masalah mengenai dalang kerusuhan 1998.
Tuduhan sebagai dalang kerusuhan 1998, kata Wiranto, bukan hal yang baru. Mantan Panglima ABRI itu menyebutkan tudingan muncul beberapa kali, yaitu saat ia masuk Pilpres 2004 dan pemilihan wakil presiden 2009.
"Itu semuanya selalu diwarnai tuduhan kepada saya. Sekarang saya buka-bukaan saja," katanya.
Mantan Kepala Staf Kostrad Kivlan Zein menuduh Menko Polhukam Wiranto sebagai dalang kerusuhan 1998.
Tudingan itu disampaikan Kivlan dalam acara "Tokoh Bicara 98" di Add Premiere Ballroom, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (25/2/2019).
Jenderal bintang dua itu mengaku telah mengetahui kelicikan Wiranto sejak dirinya meninggalkan Jakarta saat kerusuhan terjadi.
"Ya sebagai Panglima ABRI waktu itu, Pak Wiranto atas kejadian itu kenapa dia meninggalakan Jakarta dalam keadaan kacau? Dan kenapa kita yang untuk amankan Jakarta tidak boleh kerahkan pasukan? Itu! Jadi kita curiga loh keadaan kacau masa nggak boleh mengerahkan pasukan," katanya.
Kemudian, lanjut Kivlan, Wiranto minta Soeharto supaya mundur dengan cara membiarkan mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR pada 21 Mei 1998. Selain itu, Kivlan juga mengatakan kalau Wiranto tidak memfasilitasi penambahan personil pengamanan untuk masuk ke Jakarta.
"Wiranto tanggal 14 pergi, saya terima telepon tidak boleh Hercules dipakai (untung mengangkut personil tambahan). Akhirnya kami carter pesawat Mandala dan Garuda. Saya sendiri cek ke Jawa ke Makassar bawa langsung ke Jakarta. Semuanya 15 ribu di Jakarta," sebutnya.
Lebih lanjut, Wiranto dikatakan Kivlan bertemu dengan Soeharto pada 15 Mei 1998, seusai Soeharto kunjungan ke Mesir.
"Wiranto dengan paspampres bilang keadaan kacau. Tidak bisa diatasi. Lebih baik bapak mundur. Wiranto ini yang perintahkan mundur. Tanggal 16 malamnya Pak Harto keluarkan Kepres ke Wiranto, untuk melakukan hal-hal yang perlu untuk mengamankan pembangunan. Dikasihlah ke Wiranto. Tapi Wiranto gak mau melaksanakan," katanya
"Karena keadaan kacau. Padahal saya dengar dari intel saya ada dua Kolonel datang ke UI, UNJ, Trisakti untuk kerahkan massa mahasiswa kepung MPR. Didukung anak-anak PKI. Bukan hanya mahasiswa massa lain masuk membludak karena dibuka pintu. Keadaan makin kacau karena minta Soeharto mundur," Kivlan menambahkan.