Viral Medsos
INI Fakta-fakta Debat Cawapres, Dari Beda Pemahaman soal Stunting, Hingga Sandi Diminta Lihat Data
Inilah Fakta-fakta Debat Cawapres 2019, Mulai dari Berbeda Pemahaman soal Stunting, Tenaga Kerja, hingga Ma'ruf Amin Minta Sandiaga Uno Lihat Data.
Inilah Fakta-fakta Debat Cawapres 2019, Mulai dari Berbeda Pemahaman soal Stunting, Tenaga Kerja, hingga Ma'ruf Amin Minta Sandiaga Uno Lihat Data.
Calon wakil presiden nomor urut 01 Maruf Amin (dua kiri), Ketua KPU Arief Budiman (tengah), dan calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno (dua kanan) menyanyikan lagu Indonesia Raya pada pembukaan debat ketiga Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3/2019) malam. Peserta debat ketiga kali ini adalah cawapres masing-masing paslon dengan tema yang diangkat adalah pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan budaya.|KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
/////
TRIBUN-MEDAN.COM - Menurut cawapres nomor urut 2 Sandiaga Uno, masalah stunting adalah sesuatu yang gawat darurat karena sepertiga anak Indonesia kekurangan gizi.
Dalam program Prabowo Sandi, salah satu yang ditawarkan adalah Indonesia Emas yang memastikan ibu-ibu dan anaknya mendapat protein cukup, seperti susu, ikan dan lainnya.
"Dan program tersebut diharapkan dapat mengurangi stunting secara signifikan dalam lima tahun ke depan sesuai target yang sudah kita canangkan," kata Sandi.
Pihaknya meyakini jika pemerintah fokus mengatasi masalah stunting, maka akan mendapat generasi emas bangsa.
"Saya yakin sedekah putih yang dimaksud Abah (Ma'ruf Amin) adalah dorongan kepada teman-teman yang ingin berkontribusi. Putih adalah susu dan kita menjadikan ini dalam program Indonesia Emas," imbuh Sandi.
Ia menambahkan, siapa saja yang ingin menyumbangkan susu, tablet susu atau kacang hijau dipersilahkan karena hal itu menjadi bagian dalam proyek kolaborasi yang tidak bisa diselesaikan pemerintah sendiri tapi harus melibatkan masyarakat luas termasuk pihak dunia usaha.
Ditanggapi Ma'ruf Amin
Menanggapi sedekah susu yang dijelaskan Sandiaga Uno, Ma'ruf Amin menuturkan bahwa sedekah susu yang ditangkap masyarakat adalah memberi susu setelah anak disapih dari ibunya.
"Padahal, stunting itu adalah 1.000 hari pertama sejak ibu mulai hamil sampai disusui anaknya, yaitu melalui pemberian asupan yang cukup dan juga melalui sanitasi, air bersih, serta susu ibu selama dua tahun," jelas Ma'ruf Amin.
"Dan terutama saat susu ibu keluar setelah melahirkan, oleh dunia kedokteran disebut kolostrum," imbuhnya.
Ma'ruf Amin menjelaskan, apabila susu diberikan setelah dua tahun maka tidak lagi berpengaruh untuk mencegah stunting.
"Menurut saya, istilah sedekah putih mengacaukan pemahaman yang berbeda di masyarakat," jelasnya.
Menanggapi sanggahan Ma'ruf Amin, Sandiaga menceritakan permasalahan istrinya yang hanya memberikan ASI ke anak bungsunya sampai usia enam bulan.
Melihat apa yang dihadapi istrinya, Sandi yakin bahwa di Indonesia ada banyak ibu dengan masalah yang sama.
"Di situlah kami ingin mengajak kontributor yang bisa menyediakan susu untuk membantu gizi ibu dan gizi anak bisa selesai," sanggahnya.
Terkait masalah stunting, Gurnadi dari Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (SEKNAS FITRA) mengatakan dalam forum grup cek fakta Kompas.com bahwa prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0 sampai 59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8 persen dan 19,8 persen.
Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5 persen dan balita pendek sebesar 19 persen.
Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0 sampai 59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur dengan angka di atas 40 persen, sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah adalah Bali.
Pemerintah berhasil menurunkan angka stunting sebesar 6,4 persen dalam lima tahun ini, atau setiap tahunnya turun rata-rata sebesar 1,2 persen.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kasus balita pendek atau stunting tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat apabila angkanya di bawah 20 persen.
Penjelasan soal Tenaga Kerja
Salah satu hal yang dibicarakan dalam debat calon wakil presiden (cawapres) pada malam ini, Minggu (17/3/2019) adalah tentang ketenagakerjaan.
Terkait topik itu, hal yang mengemuka dalam debat adalah terkait tenaga kerja asing (TKA).
Bagaimana pendapat kedua calon wakil presiden mengenai keberadaan TKA?
Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno mengatakan memiliki konsep yang jelas soal tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia.
Bila terpilih, maka ia akan menjalankan konsep yang dinilai juga berlaku bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
"Kami akan pastikan siapapun yang bekerja di sini harus bisa berbahasa Indonesia," ujarnya dalam debat cawapres, Jakarta, Minggu (17/3/2019).
"(Itu) seperti para tenaga kerja kita yang ada di luar negeri yang harus mengasah keterampilannya (berbahasa)," sambung dia.
Selain soal bahasa, Sandiaga juga berjanji akan memastikan jumlah perbandingan yang terukur antara TKA dan tenaga kerja lokal yang bekerja di Indonesia.
Hal ini menurut dia penting untuk memberikan aspek keadilan kepada para anak-anak Indonesia mendapatkan pekerjaan di negaranya sendiri.
Ditanggapi Ma'ruf Amin
Sementara itu, calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin menyebut, aturan TKA di Indonesia ketat.
"TKA hanya diperbolehkan dalam bidang yang memang tidak ada tenaga dalam negeri. Saya kira itu kebijakan yang ada," jelas Ma'ruf.
Selain itu, kata Ma'ruf, TKA juga bukan sekadar pekerja.
Tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia bisa melakukan transfer teknologi kepada anak bangsa.
Minta Sandiaga Lihat Data
Ma'ruf juga sebelumnya menyinggung bahwa TKA Indonesia merupakan yang terendah di dunia.
Mulanya Sandiaga mengkritik pemerintahan Joko Widodo yang memberikan kemudahan kepada TKA untuk bekerja di Indonesia sehingga jumlahnya semakin banyak dan menyisihkan WNI untuk mendapatkan pekerjaan.
"Tenaga kerja asing di Indonesia terkendali. Yang ada jumlahnya di bawah 0,01 persen. Dan itu adalah paling rendah di seluruh dunia. Lihat datanya," ujar Ma'ruf.
Meski jumlah TKA di Indonesia tergolong rendah, Ma'ruf tetap bertekad mendayagunakan tenaga kerja lokal dengan lebih optimal.
"Maka untuk memberikan lapangan kerja kepada masyarakat kita, akan kami lakukan dengan memberikan iklim kerja yang kondusif untuk dunia usaha maupun juga dunia industri," lanjut Ma'ruf.