Djarot Ungkap Kejamnya Perlakuan Soeharto Terhadap Makam Bung Karno, Sengaja Ciptakan Suasana Angker
Tak hanya itu, menurut Djarot kondisi makam dikelilingi kaca, yang membatasi jarak antara peziarah dengan pusara Putera Sang Fajar itu.
Djarot Ungkap Kejamnya Perlakuan Soeharto Terhadap Makam Bung Karno, Sengaja Ciptakan Suasana Angker
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Terpilih sebagai Wali Kota Blitar dua dasawarsa lalu, masih menyisakan sejumlah kenangan berarti bagi Djarot Saiful Hidayat.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menuturkan kisah unik tatkala ia dipercaya mengurusi kota yang di dalamnya ada tempat bersemayam jasad proklamator Indonesia.
Kepada www.tribun-medan.com, Djarot mengungkapkan ada beberapa keganjilan yang ia temui pada pusara Bung Karno.
"Dahulu kita tak bisa sembarangan berziarah ke makam Bung Karno tidak seperti sekarang.
Kita harus memiliki izin kepada aparat setempat," ujarnya, Minggu (12/5/2019).
Tak hanya itu, menurut Djarot kondisi makam dikelilingi kaca, yang membatasi jarak antara peziarah dengan pusara Putera Sang Fajar itu.
Sehingga para pengunjung tak dapat menabur bunga, hanya mampu melihat dan berdoa dari luar kaca.
Baca: Beasiswa Pendidikan Tinggi untuk Siswa Daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal hingga Anak TKI
Baca: Fira Fatmasiefa si Anak Medan Penggemar Astrofisika yang Diperebutkan 5 Kampus Terkenal di Amerika
Djarot menjelaskan, kala itu, ia mengambil beberapa keputusan penting.
Di antaranya, membuka lokasi makam agar ramai didatangi peziarah dan menghilangkan suasana 'angker' pada kompleks pemakaman itu.
Namun, langkah Djarot itu mendapat halangan dari beberapa pihak.
Ia diminta agar meminta izin dari Sekretariat Negara agar dapat menjalankan rencananya tersebut.
"Saya tidak meminta izin ke sana, namun saya menemui keluarga Bung Karno para ahli warisnya.
Mas Guntur, Guruh, Sukma, Bu Mega.
Saya mengungkapkan rencana untuk membuka area pemakaman tersebut," tambahnya.
Djarot mengungkapkan, kala itu para ahli waris Bung Karno menyetujui dan menyambut baik rencananya.
"Setelah itu, saya dan teman-teman membuka kaca itu serta merenovasi makam tersebut.
Kami juga saat itu merancang pembuatan museum di sana," jelasnya.
Namun menurut Djarot langkah pembukaan area makam itu menemukan beberapa kendala.
Di antaranya, tim kesulitan menemukan cara untuk pemindahan batu berbobot 15 ton yang diletakkan tepat di atas makam itu.
"Saya tidak tahu ya fenomena klenik apa yang dipakai penguasa saat itu.
Namun batu berbobot 15 ton diletakkan di atas tanah kuburan itu," tambahnya.
Suami Happy Farida itu menjelaskan batu seberat 15 ton itu tidak dapat diangkat menggunakan ekskavator, melainkan menggunakan ilmu kebatinan tujuh orang.
"Batu yang bertuliskan 'Di sini dimakamkan Bung Karno Proklamator' itu telah dipindahkan ke luar pusaranya," katanya.

Selain itu, kata Djarot, di atas makam diletakkan sebuah lampu sorot besar.
"Cahaya lampu itu tepat di atas makam. Lampi itu besar sekali. Saya memerintahkan untuk dipindahkan," katanya.
Djarot mengatakan, suasana 'suram' di area pemakaman sengaja dibuat agar rakyat enggan mendatangi lokasi tersebut.
Suasana angker dibuat agar makam tokoh kharismatik dan juga bapak bangsa itu tak banyak dikunjungi orang.
"Saya berkomitmen agar makam itu menjadi magnet wisata Kota Blitar.
Dahulu tidak ada yang menjual kaus, buah tangan di sekitar makam.
Namun saat ini berjejer toko-toko cinderamata," katanya.
Ia mengatakan pasca dibukanya kompleks pemakaman tersebut, rakyat berbondong-bondong datant berziarah. Aksi tersebut juga mengangkat income penduduk sekitar.
"Ada yang mendirikan guesthouse, toko pernak-pernik.
Ada ratusan ribu hingga jutaaan yang datang, untuk berziarah tiap bulannya," ujarnya.
Sementara itu, Budayawan Mateus Suarsono mengatakan, kisah makam Bung Karno itu, menurutnya kaca memiliki arti penting.
Bagi Suarsono, dalam konsep spiritualitas, kaca menjadi salah satu media untuk mengurung atau perangkap bagi mahluk tak kasat mata.
"Mungkin itu politis, penghapusan sejarah secara fisik dapat dilakukan namun secara metafisik akan sangat sulit dilakukan," tambahnya.
Namun menurut Suarsono, pemberian kaca di seputar makam itu, mungkin juga dimaksud untuk menjaga area pusara.

"Dulu cerita dari para orang tua, tanah selalu berkurang, bunga atau benda apa pun yang terkait dalam ritus ziarah selalu habis diambil peziarah.
Kebanyakan itulah yang terjadi pada makam orang-orang besar," katanya.
Kegiatan tersebut menurut Suarsono tak sepenuhnya dapat disalahkan.
Baginya kegiatan 'ngalap berkah' itu artinya meminta izin untuk mengambil sesuatu dengan harapan mendapatkan spirit dan tuah dari makam tersebut.
Di kalangan para penghayat, kata Suarsono, mereka menempatkan Soekarno sebagai salah satu inkarnasi Dewa yang mengawal kebajikan rakyat, layaknya Semar, Nayagenggong, Sabdopalon.
"Dari beberapa dialog yang pernah saya lakukan kepada para penghayat, tokoh-tokoh tersebut berdasarkan indikator karakteristik, sifat, hitungan jawa, tanda alam ramalan, bisikan dan semuanya dimiliki oleh sosok Soekarno," jelasnya.
Menurutnya, pada cerita pewayangan, ada kisah kematian Rahwana.
Atas perintah Sri Rama setelah medapatkan nasihat dari Wibisana, Rahwana belum meninggal walaupun telah dikalahkan.
" Rahwana memiliki ilmu hidup abadi, oleh karenanya tubuhnya ditimpa dengan sebuah gunung oleh Hanoman.
Dan dipercaya Hanoman masih tetap menungguinya sampai sekarang," tambahnya.
Dalam cerita pewayangan selanjutnya, kata Suarsono, Rahwana akan muncul dalam bentuk inkarnasi, hanya Hanoman yang sanggup menangkap kembali.
"Saya di sini sama sekali tidak menganggap Sukarno itu identik dengan Rahwana.
Namun yang perlu dipertanyakan apakah Suharto memakai konsep pewayangan tersebut terhadap sosok proklamator itu.
Kita sama-sama tahu Pak Harto memiliki banyak juru spiritual," jelasnya. (gov/tribun-medan.com)