Detail Rencana Pembunuh Bayaran Tembak 4 Tokoh dan Bos Lembaga Survei, Ada Perempuan Jual Senjata
Para tersangka pembunuh bayaran itu terdiri dari enam orang, satu di antaranya perempuan.
TRIBUN MEDAN.com - Mabes Polri mengungkap geng pembunuh bayaran yang hendak menembak empat tokoh nasional dan seorang bos lembaga survei saat aksi demonstrasi menolak pengumuman hasil Pilpres, 21-22 Mei 2019.
Para tersangka pembunuh bayaran itu terdiri dari lima orang, sedangkan satu tersangka lainnya yakni seorang perempuan dijerat penjualan senjata api.
Rencana aksi para pembunuh bayaran itu diungkap detail oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol M Iqbal didampingi Wakil Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana TNI Tunggul Suropati, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Senin (27/5/2019).
"Siang ini kami akan menyampaikan hal tersebut, yaitu kepemilikan senjata api ilegal yang akan digunakan dalam aksi 21-22 Mei, dan rencana pembunuhan," kata M Iqbal dikutip TribunJakarta.com dari tayangan langsung Kompas TV, Senin.
Baca: Polri-TNI Ungkap Pembunuh Bayaran Targetkan 4 Tokoh dan Bos Lembaga Survei, Dibayar Rp 150 Juta
Baca: Polda Sumut Naikkan Pangkat Tiga Polisi yang Gugur saat Pemilu 2019
Baca: Cerita Luhut Binsar Pandjaitan Mau Libas Demonstran 22 Mei : Untung Saya Sudah Tidak Jadi Tentara
Keenam orang berinisial HK, AZ, IR, TJ, AD, dan AV tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka.
Iqbal menyebutkan, lima pelaku ditangkap di Hotel Megaria Cikini, Jakarta Pusat, pada 21 Mei 2019. Penangkapan terkait kepemilikan senjata api berserta amunisi.
"Tindak pidana kepemilikan senjata api berserta amunisi dalam Pasal 1 dengan ancaman hukuman seumur hidup atau 20 tahun penjara," tambahnya.
Iqbal pun membeberkan kronologi penangkapan komplotan pembunuh bayaran serta penjual senjata api (senpi) ilegal tersebut.
Rencananya, para pembunuh bayaran itu mengincar nyawa empat orang tokoh nasional, dan sejumlah pimpinan lembaga survei.
Baca: Anies Angkat Bicara soal Petisi Pencopotannya, Penandatangan di change.org Sudah 130.000 Lebih
Iqbal menjelaskan rencana pembunuhan tersebut diketuai atau dipimpin oleh tersangka HK. Ia bertugas mencari eksekutor, dan sekaligus juga menjadi eksekutor dalam rencana pembunuhan tersebut.
Berbekal senpi, HK juga turun dalam aksi massa yang berakhir ricuh pada 21 Mei 2019. "Tersangka HK, dia adalah ketua. Perannya mencari senjata api dan sekaligus mencari eksekutor dan menjadi eksekutor, serta memimpin turun pada aksi 21 Mei," jelas Iqbal.
"Dengan membawa senpi, yang bersangkutan (HK) menerima uang Rp 150 juta," imbuhnya.
Sementara tersangka AZ dan IR merupakan eksekutor di bawah kepemimpinan HK.
"Tersangka kedua AZ, peran mencari eksekutor sekaligus menjadi eksekutor," ucap M Iqbal.
"Tersangka ketiga IR, berperan sebagai eksekutor menerima uang Rp 5 juta," tambahnya.
Baca: Divonis 4,5 Tahun Penjara, Thamrin Ritonga: Saya Tidak Terima Suap, tapi Ini Takdir Saya. .
Serupa dengan AZ, IR, dan HK, tersangka TJ juga berperan sebagai eksekutor yang menguasai beberapa jenis senpi. "Tersangka keempat TJ, berperan sebagai eksekutor dan mengusai senpi, tersangka menerima uang Rp 50 juta," ujar Iqbal.
Sementara tersangka AD memiliki peranan sebagai penjual senpi rakitan dan organik. "Tersangka kelima AD, peran penjual tiga senpi rakitan, senpi rakitan laras panjang dan pendek kepada HK, menerima hasil penjualan Rp 2,6 juta," ucapnya.
Selain terkait senpi, tersangka AD dan TJ diketahui positif menggunakan narkoba berdasarkan hasil tes urine. "TJ positif amfetamine," kata Iqbal.
Sementara tersangka AV berperan sebagai pemilik senpi. Iqbal mengatakan, AV adalah seorang perempuan. “Penjualan senpi (tersangka AV) Rp 50 juta," tambahnya.
Iqbal menjelaskan HK mendapatkan perintah dari seseorang pada 1 Oktober 2018 untuk membeli senpi. Setelah mendapatkan senjata dari AV, HK menyuruh TJ untuk membunuh dua tokoh nasional.
Baca: Mengenal Soeharto, Perkerjaan Pertamanya hingga Menjadi Presiden dengan Periode Terpanjang. .
"13 Oktober 2018 HK membeli senpi sebesar Rp 50 juta dari AV. Kemudian 14 Maret 2019 tersangka HK menerima uang Rp 150 juta, dan TJ mendapat bagian Rp 25 juta dari seseorang, di mana TJ diminta untuk membunuh tokoh nasional," beber Iqbal.
Kemudian pada 12 April 2019, HK kembali diperintahkan untuk membunuh dua tokoh nasional lainnya. "Jadi empat target," kata Iqbal.
Masih medio April, AZ diminta untuk membunuh seorang pemimpin lembaga survei.
Iqbal menerangkan para eksekutor itu sudah beberapa kali mengintai atau survei rumah keempat tokoh nasional tersebut.
Pun bos lembaga survei juga sudah dibuntuti oleh pembunuh bayaran tersebut.
Saat ini, Iqbal mengaku sudah mengantongi identitas seseorang yang menyewa jasa atau memerintahkan HK. "Pihak kepolisian sudah mengetahui identitasnya, (pemberi perintah) untuk membeli senpi. Saya tidak sebutkan di depan publik, TNI dan Polri sudah paham," ujar Iqbal.
Baca: KRONOLOGI Driver Ojek Online Dibegal Penumpangnya: Bang, Saya Punya Anak Istri
Usai pemaparan rencana pembunuh bayaran dan alur jual beli senjata, Iqbal beserta pejabat dari Mabes TNI yang hadir dalam jumpa pers itu kemudian menunjukkan sejumlah bukti senpi ilegal milik para tersangka.
Senpi rakitan dari tersangka AV berupa senpi laras pendek berwarna hitam lengkap dengan pelurunya. "Ini adalah senpi organik dari tersangka yang perempuan," ujar Iqbal.
Iqbal juga menunjukkan senpi yang dilengkapi dengan sebuah teropong. Ia mengatakan senjata tersebut dipilih karena diduga kuat para eksekutor itu ingin menghabisi nyawa targetnya dari jarak jauh.
"Ini coba dilihat, ada teleskop, jadi diduga kuat ini memang ingin menghabisi dari jarak jauh. Walaupun rakitan ini efeknya luar biasa," kata Iqbal.
Isu Aksi Sniper
Sebelumnya, aparat kepolisian mengamankan tiga orang yang diduga mencoba memperkeruh suasana aksi demontrasi 22 Mei 2019. Ketiganya merupakan aktor yang coba memicu kerusuhan dengan penggunaan senjata api laras panjang.
Tiga orang yang diamankan adalah Asumardi yang bertugas mencari senjata, Helmy Kurniawan sebagai penjual senjata, dan Irwansyah sebagai eksekutor.
"Sebagai kelanjutan dari penangkapan senjata laras panjang yang pernah saya sampaikan, saat ini (Rabu) juga telah ditangkap tiga orang sebagai aktornya," ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di kantornya, Rabu (22/5/2019).
Selain mengamankan tiga aktor tersebut, aparat juga menyita barang bukti dua senjata laras panjang dan amunisinya. Moeldoko mengatakan, motif penyelundupan senjata ini terindikasi untuk menciptakan isu adanya penembak jitu (sniper).
Mantan Panglima TNI itu menyebut sasaran eksekusi adalah pejabat. Para pelaku telah merencanakan upaya eksekusi dengan menggunakan senjata api laras panjang. "Eksekutor kepada siapa? Saya kira semua sudah tahu, pada pejabat yang sudah disiapkan sebagai sasaran," ungkapnya.
Menurut dia, sejak jauh-jauh hari pemerintah sudah melihat ada upaya sistematis untuk membawa suasana Pemilu 2019 ini menjadi tidak baik.
"Apa yang saya sampaikan sejak awal, telah terbukti bahwa ada sebuah upaya sistematis dari kelompok tertentu di luar kelompok teroris, dompleng pada situasi ini," tambah Moeldoko.
Dikonfirmasi apakah tiga orang yang ditangkap ini bagian dari mantan Danjen Kopassus Mayor Jenderal Purnawirawan Soenarko, Moeldoko menjawab ini berbeda kasus. Ia menyebut dalam waktu dekat bakal ada aktor lainnya yang terungkap.
"Ini berbeda (dengan Mayjen S), ada lagi yang di belakangnya. Sebentar lagi akan terungkap. Siapa di belakang dua pucuk senjata sudah diketahui, tinggal tunggu waktu saja," paparnya.
Adapun mantan Danjen Kopassus Mayor Jenderal Purnawirawan Soenarko saat ini telah ditahan terkait dugaan upaya penyelundupan senjata. Upaya penyelundupan senjata ini berhasil diendus intelijen.
Atas aksi ini, ada dua orang yang ditangkap yakni Mayjen Purnawirawan Soenarko dan oknum TNI, Praka BP.
Laporan Ancaman Culik dan Bunuh
Sementara itu, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, melaporkan ancaman penculikan dan pembunuhan ke Bareskrim Polri, Rabu (22/5/2019). Ancaman itu diterima Adian lewat pesan singkat dan media sosial.
Mantan aktivis 1998 tersebut mengaku diancam akan diculik hingga akan dibunuh. Menurut Adian, ancaman itu bukan cuma ditujukan kepada dirinya.
Pejabat lain yang juga disasar ancaman culik dan bunuh adalah Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Menko Kemaritiman Jenderal (Purn) Luhut Panjaitan, dan Menkopolhukam Jenderal (Purn) Wiranto.
"Ancaman-ancaman penculikan, pembunuhan. Yang diancam tidak cuma saya, ada Pak Tito, Pak Luhut, Pak Wiranto. Jadi satu anggota DPR, dua menteri, Kapolri yang diancam," ujar Adian di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (22/5/2019).
Ia menjelaskan bahwa ancaman itu diterima melalui beragam media sosial seperti di WhatsApp dan Facebook. Ada pula ancaman melalui SMS. Jumlah pesan ancaman yang diterimanya meningkat selama tiga hari belakangan.
Adian menduga ancaman tersebut ia terima lantaran sangat vokal menyatakan dukungan kepada Presiden Joko Widodo. "Nomor-nomor telepon pengirim dan akun-akun pengirim ancaman sudah saya laporkan semua. Terbaru tadi (Rabu) pagi baru terima ancaman lagi," ucapnya.
Ia pun menyayangkan lantaran pandangan berbeda membuatnya menerima ancaman. "Kalau kita punya pandangan berbeda tentang banyak hal, ya bicarakan secara ilmiah. Jangan mengancam," imbuh Adian.
Dalam laporannya ke Bareskrim, Adian menyerahkan barang bukti berupa tangkapan layar berisi kata-kata ancaman, nomor ponsel, serta akun pengancam. Ia melaporkan tiga nomor ponsel dan satu akun Facebook dalam laporan ini.
Adapun laporan Adian diterima dan teregister dengan nomor LP/B/0496/V/2019/BARESKRIM tertanggal 22 Mei 2019.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Pembunuh Bayaran Incar 4 Tokoh Nasional, Polisi Bongkar Bukti: Walau Rakitan Efeknya Luar Biasa