Ani Yudhoyono Meninggal
Menteri Luhut Berkisah, Sederhananya Peti Jenazah Ibu Negara Ani Yudhoyono. .
Rasa duka Luhut turut ia tuliskan pada halaman facebooknya. Ia juga mengunggah foto-foto saat di National University Hospital (NUH) Singapura
Penulis: Hendrik Naipospos | Editor: Hendrik Naipospos
TRIBUN-MEDAN.COM - Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani langsung menemui Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di National University Hospital (NUH) Singapura saat mengetahui Ani Yudhoyono telah meninggal dunia.
Luhut bertemu dengan SBY di ruangan ICU.
Ia lantas memberikan salam hormat khas tentara ke arah jenazah Ani Yudhoyono.
Sekitar 30 menit kemudian mereka bersama-sama mengantarkan jasad mendiang menuju tempat persemayaman di kantor KBRI Singapura.

"Saya bersama istri merasa sangat berduka cita yang sangat dalam atas kepergian Ibu Ani, bagaimana pasangan yang sangat serasi tiba-tiba salah satu dari mereka harus pergi. Kita sulit membayangkan itu," ujar Luhut, yang juga mendoakan supaya keluarga yang ditinggalkan dapat diberi kekuatan.
"Pak SBY mudah-mudahan kuat," lanjut Luhut.
Tonton video kolase;
Ayo subscribe channel YouTube Tribun MedanTV
Ani Yudhoyono Wafat - Inilah yang Dilakukan Annisa Pohan pada SBY di Saat Sang Mertua Menangis
Kaesang Minta Maaf karena Menggunakan Celana Jins saat Melayat ke Persemayaman Ani Yudhoyono
Rasa duka Luhut turut ia tuliskan pada halaman facebooknya.
Ia juga mengunggah foto-foto saat di National University Hospital (NUH) Singapura.

Berikut tulisan lengkapnya;
Di ruang ICU itu kemarin, beberapa saat setelah jasad Bu Ani dibersihkan, saya berada di samping Pak SBY yang mencium kening istrinya lalu membisikkan sesuatu seolah-olah belahan jiwanya itu masih bernyawa.
Di titik itu saya melihat habisnya separuh jiwa Pak SBY.
Saya kehabisan kata-kata. Saya hanya bisa memeluk Beliau, lalu memberikan penghormatan terakhir saya pada almarhumah Ibu Negara dari Presiden ke-6 RI tersebut.
Momen kehilangan seperti ini pasti akan dialami setiap manusia.
Sehebat apapun pencapaian kita, air mata tetap tak ayal dibendung ketika saat itu tiba.
Seperti bagaimana saya menyaksikan seorang mantan Presiden yang menangis selayaknya seorang manusia biasa yang terdiri dari darah, daging, tulang dan emosi juga.
Masih di National Universty Hospital, 10 sampai 15 menit setelah momen itu, keranda jenazah didatangkan.
Melihat begitu sederhananya peti mati yang disiapkan, membuat saya merenung, bahwa inilah yang akan kita semua pakai nantinya.
Tidak peduli apakah kita Presiden, Ibu Negara, Wakil Presiden, ataupun hanya manusia biasa, semua sama saja.
Ketika sudah selesai waktu kita di dunia ini, kita akan diperlakukan sama. Tinggal masalah kapan, di mana, dan bagaimana kita berpulang.
Ya itulah hidup.
Sekarang untuk kita yang masih diberikan hidup, mari kita bawa peristiwa ini menjadi sebuah bahan refleksi diri bagaimana membuat hidup ini bermakna.
Bagi saya, pada akhirnya hidup adalah tentang bagaimana kita bisa berbagi dengan orang lain, berbuat baik kepada orang lain.
Hidup begitu singkat, untuk apa kita berbuat curang atau culas.
Buat apa juga kita senang membuat permusuhan atau membuat orang lain menjadi susah.
Termasuk dalam hidup bernegara, untuk apa juga kita membuat perkara atau keributan terus menerus.
Selain itu saya juga melihat keteladanan SBY sebagai seorang suami yang mau terus mendampingi istrinya sampai akhir, mengesampingkan kesibukannya selama 4 bulan terakhir ini.
Terakhir, saya mengajak kita semua untuk mendoakan Pak SBY dan keluarga, supaya diberi kekuatan.
Manusia hanya bisa berencana, tapi kehendak Tuhan yang jadi.
(hen/tribun-medan.com)