Sidang Putusan MK
Kapolda Sumut dan Pangdam I/BB Minta Masyarakat Sumut Menerima Apapun Hasil Keputusan Hakim MK
Tentunya proses pemilu sudah sama-sama dilaksanakan. Kemudian penetapan sudah dan ada sengketa sebagaimana ketentuan undang-undang
Penulis: M.Andimaz Kahfi |
Kapolda Sumut dan Pangdam I/BB Minta Masyarakat Sumut Menerima Apapun Hasil Keputusan Hakim MK
TRIBUN-MEDAN.com- Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Agus Andrianto meminta masyarakat Sumut tenang dan damai pasca menyikapi apapun hasil putusan gugatan Pilpres 2019 yang diumumkan Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.
Agus mengatakan bahwa TNI-Polri tetap berkomitmen untuk selalu bersinergi dalam rangka untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat, khususnya yang ada di Kota Medan dan Sumatera Utara pada umumnya.
"Tentunya proses pemilu sudah sama-sama dilaksanakan. Kemudian penetapan sudah dan ada sengketa sebagaimana ketentuan undang-undang yang telah ditetapkan. Sekarang ini adalah pembacaan hasil keputusan dari pada Sidang di MK," kata Agus di Pos Satlantas Turjawali, Kamis (27/6/2019).
"Tentunya kita mengharapkan masyarakat bisa menerima apapun hasil dari keputusan tersebut. Karena semua sudah melalui proses yang terbuka secara umum," sambungnya.
Agus menjelaskan bahwa masyarakat bisa mengikuti proses persidangan yang dilaksanakan. Tentunya bisa menilai sejauh mana fakta hukum yang disampaikan.
Baca: SIARAN LANGSUNG LIve Streaming Madura United vs Persebaya, Pukul 15.30 WIB Pemenang ke Semifinal
Baca: MAXstream Luncurkan TechStorm, Pertama di Indonesia Menghadirkan Kisah Startup Asia
Baca: WHATSAPP TERKINI: 3 Cara Mudah Atasi Memori Penyimpanan Penuh di HP karena Foto dan Video, Tips
Baca: Di Tengah Guyuran Hujan, Gubernur Edy Antusias Lihat Pameran Tanaman di Tebingtinggi Agri Market
Kemudian saksi-saksi yang diajukan dan alat bukti yang diperiksa. Hakim akan memutus berdasarkan keterangan saksi alat bukti yang disampaikan. Baik itu surat maupun yang berbagai macam surat yang nantinya bisa jadi petunjuk termasuk keterangan ahli.
"Kalau keterangan terdakwa Ini kan ada sidang terdakwa, tergugat sama yang menggugat. Artinya kepada semua pihak diberikan kesempatan. Tentunya harus terima apapun keputusannya," jelas Agus.
Terkait pihak yang tidak terima dengan keputusan, Agus menilai sepanjang itu sejalan dengan ketentuan hukum pasti akan diberikan kesempatan.
"Tapi kalau tindakan tersebut melanggar hukum dan melanggar hak asasi orang lain, tentunya kita akan melakukan tindakan," tegas Agus.
Baca: LIVE STREAMING MADURA UNITED vs PERSEBAYA, Siaran Langsung Piala Presiden Kick-off Pukul 15.30 WIB
Baca: Terekam CCTV ATCS Medan, Perempuan Ini Banting Sepeda Motornya karena tak Kunjung Menyala
Baca: MOTOGP - UPDDATE JADWAL dan Live Streaming MotoGP Assen 2019 Jumat (28/6/2019) - Minggu (30/6/2019)
Sementara itu, Pangdam I/BB Mayjen TNI M.S Fadhilah bahwa sinergitas dan solidaritas TNI-Polri akan terus dilakukan, karena merupakan suatu keharusan yang harus tetap dijaga.
"Kita berharap semua pihak dapat menerima keputusan dengan dada terbuka, lapang dada dan disesuaikan dengan aturan serta konstitusi yang diberlakukan di negeri ini," jelas MS Fadhillah.
AKHIRNYA Hakim MK Tolak Dalil Tim Prabowo-Sandi, Tidak Dapat Buktikan Dugaan Kecurangan TSM
Majelis hakim konstitusi menolak dalil tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang mempermasalahkan ajakan Joko Widodo-Ma'ruf Amir agar mengenakan baju putih ketika menggunakan hak pilih saat Pemilu 17 April 2019 lalu.
Hal itu salah satu pertimbangan putusan yang dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Baca: AKHIRNYA Hakim MK Tolak Dalil Tim Prabowo-Sandi, Tidak Dapat Buktikan Dugaan Kecurangan TSM
Baca: Viral di Media Sosial Poster Pengumuman Pemisahan Tangga Murid Laki-laki dan Perempuan di SMPN 44
Baca: Sidang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Ratusan Warga Sudah Berkumpul di DPRD Sumut. .
Menurut mereka, ajakan tersebut merupakan pelanggaran serius.
Menurut MK, tim 02 tidak menguraikan lebih jauh apa hubungan dan korelasi antara ajakan tersebut dengan perolehan suara.
Dalam persidangan, pihak Jokowi-Ma'ruf membantah tuduhan tersebut.
Faktanya, saat 17 April lalu, tidak ada intimidasi terhadap pemilih di TPS yang dilaporkan ke Bawaslu atau Kepolisian.
Realitas lain, menurut tim 01, partisipasi pemilu 2019 meningkat dibanding Pemilu 2014.
Fakta lain, tim Prabowo-Sandiaga juga mengajak para pendukungnya untuk mengenakan baju putih ketika ke TPS.
Hal itu sesuai surat yang dikeluarkan BPN pada 12 April 2019.
Menurut Mahkamah, selama persidangan, tidak ada fakta yang menunjukkan adanya intimidasi yang disebabkan ajakan mengenakan baju putih.
Selain itu, menurut MK, tidak ada fakta pengaruh ajakan tersebut terhadap perolehan suara.
"Oleh karena itu, dalil pemohon a quo tidak relevan dan karenannya harus dikesampingkan," ucap hakim Arief Hidayat.
Hingga pukul 14.45 WIB, majelis hakim MK masih membacakan pertimbangan putusan.
Dianggap Pelanggaran Serius
Tim hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga mempersoalkan seruan memakai baju putih ke tempat pemungutan suara (TPS) saat 17 April 2019, oleh pasangan capres cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf kepada pendukungnya.
Hal ini disampaikan dalam permohonan sengketa pilpres yang dibacakan dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jumat (14/6/2019).
Seruan mengajak pakai baju putih itu dianggap sebuah pelanggaran pemilu yang serius. Pelanggaran yang dimaksud terkait asas pemilu yang bebas dan rahasia.
"Bukan hanya melanggar asas pemilu yang rahasia, ajakan memakai baju putih untuk menyoblos di tanggal 17 April itu juga adalah pelanggaran serius atas asas pemilu yang bebas," ujar Bambang Widjojanto, Ketua Tim Hukum 02.
"Karena, amat boleh jadi menimbulkan tekanan psikologis dan intimidatif bagi pemilih yang tidak memilih paslon 01 dan karenanya tidak berkenan memakai baju putih," tambah dia.
Bambang mengatakan, ajakan tersebut dilakukan oleh Jokowi yang bukan hanya seorang capres tapi juga presiden.
Menurut dia, ajakan itu mempunyai pengaruh psikologis yang akan mengganggu kebebasan masyarakat untuk memilih.
Pelanggaran asas pemilu yang bersifat rahasia dan bebas ini bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
Bambang mengatakan ini bisa disebut terstruktur karena dilakukan langsung oleh presiden.
Kemudian bisa disebut sistematis karena direncanakan dengan matang, yaitu mengenakan baju putih ke TPS pada 17 April.
"Dan bersifat masif, karena dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia, yang dapat memengaruhi psikologi pemilih dan amat mungkin menimbulkan intimidasi kepada pemilih, dan akhirnya bisa jadi membawa pengaruh bagi hasil Pilpres 2019," kata dia.
Tolak Dalil Kenaikan Gaji ASN untuk Jokowi Maruf
Mahkamah Konstitusi ( MK) tidak setuju dengan dalil yang disampaikan tim hukum paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengenai kecurangan pemilu berupa penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satunya terkait kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS), TNI dan Polri.
"Dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Menurut MK, pemohon tidak merujuk definisi hukum mengenai money politics dalam materi permohonannya.
Hal tersebut membuat dalil pemohon menjadi tidak jelas, apakah dalil itu sebagai modus politik uang atau vote buying.
Terlebih lagi, pemohon tidak dapat membuktikan adanya pengaruh dalil tersebut pada perolehan hasil suara.
Menurut Hakim, pemohon hanya menggunakan frasa patut diduga untuk mengaitkan kenaikan gaji dengan pengaruhnya atas pilihan dukungan PNS, TNI dan Polri.
Dengan kata lain, pemohon hanya mendasarkan pada logika dan nalar untuk membuktikan permohonannya.
"Sangat tidak mungkin bagi Mahkamah untuk mengakui dalil tersebut sebagai money politics. Hal itu juga tidak memengaruhi perolehan suara yang merugikan pemohon," kata Arief.
Tolak Dalil Polri Intelijen tidak Netral
Mahkamah Konstitusi ( MK) menolak dalil permohonan paslon Prabowo Subianto-Sandiaga soal ketidaknetralan aparat TNI-Polri.
Dalam salah satu dalilnya, paslon 02 sebagai pemohon mempermasalahkan langkah Presiden Jokowi yang meminta TNI-Polri menyosialisasikan program pemerintah.
MK menilai imbauan Jokowi itu wajar.
"MK tak menemukan bukti yang didalilkan pemohon terkait ketidaknetralan TNI-Polri.
Imbauan Presiden untuk mensosialisasikan program pemerintah adalah hal wajar dilakukan presiden sebagai kepala negara," kata Hakim Aswanto saat membaca putusan sengketa pilpres di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
MK mengaku sudah mengecek alat bukti yang diajukan pemohon.
Tak ada ajakan dari Jokowi kepada TNI-Polri untuk mengampanyekan calon tertentu.
Selain itu, MK juga menolak dalil Prabowo-Sandi terkait adanya dugaan aparat kepolisian membentuk tim buzzer serta mendata kekuatan calon presiden.
"Bukti itu tak menunjukkan peristiwa itu terjadi," kata Aswanto.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .
Penulis : Ihsanuddin
AKHIRNYA Hakim MK Tolak Dalil Tim Prabowo-Sandi, Tidak Dapat Buktikan Dugaan Kecurangan TSM
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK Tolak Dalil Prabowo-Sandiaga soal Ajakan Berbaju Putih", "MK Tak Setuju Dalil Paslon 02 soal Politik Uang dengan Menaikkan Gaji PNS, TNI, dan Polri", "MK: Wajar Presiden Imbau TNI-Polri Sosialisasikan Program Pemerintah",
(mak/tribun-medan.com)