Cerita Herman Ginting Mengelola Landak Rivers hingga Menjadi Destinasi Kemah Favorit di Bahorok
Wisata alama sekaligus destinasi kemping ini berada di Desa Tampiraya, Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Penulis: Dedy Kurniawan |
Cerita Herman Ginting Mengelola Landak Rivers hingga Menjadi Destinasi Kemah Favorit di Bahorok
TRIBUN-MEDAN.com- Landak Rivers destinasi wisata alam di tengah hutan tropis kini menjadi primadona bagi wisatawan lokal dan mancanegara.
Wisata alama sekaligus destinasi kemping ini berada di Desa Tampiraya, Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Dinyana, di balik keindahan alamnya ini terdapat kisah pahit getir yang dirasakan penemu potensi wisata pemandian sungai nan jernih berbatuan ini, Herman Ginting atau karib disapa Pak Nova.
Pria berambut kuncir ini kesehariannya hanya seorang petani karet.
Saat Tribun Medan mengeksplor Landak River, tak ketinggalan tergali juga kisah muasal lokasi ini dikelola, dan beruntungnya langsung dikisahkan oleh penemu potensi wisata. Konon lokasi ini hanya sebatas aliran sungai biasa.
"Dulu pertama kali ya ini hanya aliran sungai biasa, memang airnya sangat jernih, dan ikannya banyak. Masih sepi kali dahulu, sebelum pertama kali saya kelola sekitar tiga tahun silam pada 2015, dulu paling cuma orang kemping bangun tenda, yang datang hanya hitungan jari lah," katanya.
Kata Herman Ginting, setiap hari jalur jalan setapak Landak River yang memiliki medan naik turun dilinrasi untuk mencari getah karet bersama istrinya Beru Sembiring, sebagai mata pencarian utama.
Baca: Viral, Bocah Pemimpin Tim Tari Tidak Bicara saat Diomongi Presiden Jokowi, Malah Menuai Pujian
Baca: CATAT! Mulai Kamis 11 Juli Tarif Pesawat Lion dan Citilink Diskon 50%, Kuota Terbatas
Baca: Detik-detik Pria Dikeroyok Kawanan Monyet hingga Terjatuh Tepat di Depan Rumahnya
Sejak belum punya anak hingga kini dikarunia tiga anak perempuan dan seorang anak laki-laki.
Tak ada hiburan yang bisa dinikmati di dalam hutan berdua bersama istrinya. Hanya gubuk kayu yang dibangunnya, untuk sekadar beristirahat usai menderes karet, sesekali ia menikmati Sungai Landak bersama istrinya.
"Awalnya yang dibangun ya gubuk lah, listrik pun tidak ada disini. Paling teman kami orang kemping dua tiga orang," katanya.
Perlahan, para pengunjung sering berinteraksi dengan mereka. Bahkan ada yang meminta bantuan, mencari bahan makanan kepada Herman Ginting.
Baca: Aksi Nyeleneh Pemain Bulutangkis Viral, Uniknya Smash dan Drop Shot Kerap Menyumbang Poin
Baca: KIVLAN Zein Terbaru - Laporkan 3 Polisi terkait Dugaan Pelanggaran Etik dan Penyiaran Berita Bohong
Baca: PSMS Gelar Jamuan Makan Malam untuk Pemain setelah Berikan Bonus untuk Skuad Ayam Kinantan
Dari sini Herman dan istrinya mulai mengumpulkan modal untuk membeli bahan makanan untuk dijual ke pengunjung.
"Dulu kami bawa-bawa lah apa yang bisa dibeli kayak mi, kopi, minuman buat dijual. Kadang gak laku karena gak ada orang datang, kadang modal pun tidak balik. Sakitnya dulu kami, sebelum kayak sekarang ramai," ungkap istri Herman Ginting menimpali ceritanya.
Baca: Futsal Berujung Maut, Ini Kronologi Berujung Kematian Ibu Gunawan setelah Pertandingan Futsal
Baca: JADWAL SIARAN LANGSUNG Persebaya Surabaya vs Barito Putera, Tonton via Link Live Streaming Liga 1

Perlahan, Herman pun membuka, membersihkan dan menata lahan Landak River untuk kegiatan kemping dengan daya tampung lebih banyak, di lahan yang diamanahkan secara turun temurun.
Sungai yang dulunya mencapai kedalaman 15 meter ditata dengan batu-batu agar bisa dinikmati untuk mandi. Pinggiran sungai juga dibuat dangkal agar lebih indah.
Modal berjualan pelan-pelan dibelikan lagi berupa perlengkapan kemping, mulai dari tikar, matras tenda, alat masak. Herman juga mulai membangun pondok-pondok untuk istirahat mau pun untuk menginap.
"Ini jadi terkenalnya sejak 2018, setelah ditata, dibersihkan, dibangun pondok-pondok dan kami sedikan alat kemping, terus puncaknya ada acara kegiatan orang pesantren disini. Itu lah mereka salat berjamaah sampai 300 orang dalam hutan. Habis dari ini, syukurnya langsung ramai terus. Apalagi pas liburan,"ungkapnya.
Baca: BERMULA Temuan Mayat Bocah 12 Tahun, Warga Pukuli, Telanjangi dan Bakar Hidup-hidup 2 Wanita
Baca: Maling Bobol Kosan di Jalan Sei Silau, Bawa Kabur 3 Motor yang Terparkir di Garasi Pakai Pikap
Landak Rivers merupakan destinasi pemandian alam sungai berbatuan nan jernih di tengah hutan. Menariknya lagi, airnya berwarna hijau, kebiruan, dasarnya bisa terlihat jelas, belum banyak dijamah wisatawan, dan dianugerahi lokasi kemping yang nyaman nan sejuk di antara pepohonan karet.
Sebelumnya, diketahui Herman Ginting merupakan generasi ketiga dari leluhurnya. Katanya, Sungai Landak atau Landak Rivers ini penamaan dan kisahnya bermuasal dari seorang pemuka Agama Islam, Tuan Syeikh Datok Landak.
"Kenapa Sungai Landak? Karena ini dulu wilayahnya dibuka oleh seorang Syeikh, Datok Landak, dia orang sakti di sini, pemuka agama. Orangnya baik sekali. Dia lah yang menjaga daerah ini," katanya.
Di sungai ini, ada lokasi batu besar ditumbuhi pohon besar, yang dijadikan spot foto atau lokasi melompat ke sungai, Namo Samsah namanya.
Namo Samsah ini menjadi hikayat rakyat setempat, tentang seorang yang hilang di dalam palung di bawah batu besar, yang terdapat goa di dasar sungai.
"Namo Samsah itu nama keluarga kami. Dia hilang saat ambil ikan, menyelam ke dalam palung di bawah batu besar itu. Di bawah batu itu ada palung atau goa, banyak ikannya di dalam itu besar-besar, kita dulu di bawah batu itu bisa masuk dan bernafas karena ada celahnya. Jadi yang hilang itu namnya Samsah. Dia sudah diingati tiga kali lewat pesan gaib Syeikh yang menjaga daerah ini, supaya cukup ambil ikan, tapi tidak diindahkanya, hingg sekarang dia hilang, jasadnya gak pernah terlihat. Makanya namanya Namo Samsah," pungkasnya.
Tak luput satu lagi yang menjadi daya tarik adalah wisata hasil perkebunan, di area ini juga terdapat kebun durian, kebun karet, cempedak, pepohonan bambu.
Di sekitar lokasi lain juga terdapat cottage atau pondok penginapan dengan beragam harga terjangkau sekitar 150 ribu hingga 300 ribu.
Tak hanya wisatawan lokal, turis mancanegara terlihat silih berganti menikmati lompatan batu Namo Samsah. Bahkan, mereka rela berjalan berkilo-kilo jalan setapak untuk menuju lokasi Landak Rivers.
Warga setempat saat ini berharap adanya pembangunan infrastruktur jalan dan rambu-rambu jalan oleh Pemkab Langkat ke lokasi ini. Selain itu, diharapkan pemerintah setempat dan aparat ikut serta memberantas tindakan pungutan liar, seperti retribusi.
Rutenya dari Medan bisa ditempuh jarak 3-3,5 jam melalui Binjai, lewat Kecamatan Binjai Barat, Kecamatan Selesai, Kecamatan Serapit, Kecamatan Kuala, Kecamatan Bahorok. Lokasi serah dengan kawasan Bukit Lawang bagian Taman Nasional Gunung Leuser.
Untuk masuk ke Landak River agar tidak dikenai retribusi terlalu banyak, bisa lewat jalur setapak (bisa dengan sepeda motor) ditandai dengan jembatan titi kuning, terdapat plank. Jika ingin naik mobil bersama keluarga bisa menggunakan jasa ojek motor biaya Rp 15.000 hingga Rp 20.000 2 Kilometer perjalanan.
(Dyk/tribun-medan.com)