Kisah Pilu Danjen Kopassus Pertama Idjon Djanbi, Dilengserkan dan Dikubur Tanpa Tembakan Salvo
Korps Baret Merah atau Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat menyisakan cerita pilu bagi komandan pertama satuan elite tersebut.
Idjon Djanbi tutup usia di RS Panti Rapih pada 1 April 1977. Keluarga memutuskan memakamkannya di TPU Yogyakarta.
Idjon Djanbi meninggal di Yogyakarta tahun 1977. Namun, pihak berwenang sempat alpa. Tak dilakukan protokoler upacara pemakaman secara militer, sebagaimana anggota TNI pada umumnya.
Sebagai komandan pertama Kopassus, Idjon Djanbi dimakamkan tanpa tembakan salvo.
Baca: Kasus Bau Ikan Asin, Aktor Galih Tersangka dan Dijemput Paksa di Hotel, Rey dan Pablo juga Tersangka
Siapa Idjon Djanbi?
Idjon Djanbi merupakan prajurit veteran Perang Dunia II asal Belanda. Ia lahir di desa kecil Boskoop, 13 Mei 1914 dengan nama Rokus Bernardus Visser.
Ia berasal dari lingkungan keluarga petani bunga dan berbagai hobi menantang dilakoninya, dari mendayung perahu kayu, balapan mobil, bermain sepak, berkuda bola (polo) bahkan mendaki gunung.
Pecahnya Perang Dunia II tahun 1939, membuat Visser tidak bisa pulang ke Belanda karena telah dikuasai Jerman. Di usia 25 tahun, ia terpanggil masuk dunia militer untuk membela Belanda.
Tahun 1940, ia masuk dinas militer sukarela Tentara Sekutu yang berperang melawan Jerman. Tugas pertamanya sebagai tentara adalah menjadi sopir Ratu Wilhelmina. Selang setahun berdinas, ia mengundurkan diri.
Ia lalu mendaftarkan diri sebagai operator radio di Pasukan Belanda ke-2 (2nd Dutch Troop). September 1944, ia merasakan operasi tempurnya yang pertama bersama pasukan Sekutu dalam Operasi Market Garden.
Pasukan tempat Idjon bertugas termasuk ke dalam Divisi Lintas Udara 82 Amerika Serikat. Pendidikan komando ditempuhnya di Commando Basic Training di Achnacarry di pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni.
Setelah menjalani latihan khusus yang keras dan berat, ia berhak menyandang brevet Glider (baret hijau). Pelatihan dan pelajaran yang diperoleh antara lain berkelahi dan membunuh tanpa senjata, membunuh pengawal, penembakan tersembunyi, perkelahian tangan kosong, berkelahi dan membunuh tanpa senjata api.
Sedangkan baret merah diperoleh melalui pendidikan komando di Special Air Service (SAS), pasukan komando Kerajaan Inggris yang sangat legendaris.
Selain itu, Idjon juga mengantongi lisensi penerbang PPL-I dan PPL-II. Dan juga menjalani pendidikan spesialisasi Bren, pertempuran hutan, dan belajar bahasa Jepang.
Baca: AKHIRNYA Terkuak Ada Pintu Rahasia dan Lift Akses Masuk Ruang Kerja Gubernur yang Terjaring OTT KPK
Idjon kemudian mengikuti Sekolah Perwira karena dianggap berprestasi. Lalu ia bergabung dengan Koninklij Leger untuk memukul Jepang di Indonesia, meski Jepang keburu mundur dari Indonesia sebelum pasukan Idjon sempat dikirim.
Setelah beberapa saat tinggal di Indonesia, ternyata Idjon menyukai hidup di Indonesia. Ia sempat pulang ke Inggris menemui keluarganya dan meminta istrinya, perempuan Inggris yang dinikahinya semasa PD II serta keempat anaknya, untuk ikut ke Indonesia bersamanya. Namun, sang istri menolak, sehingga Visser memilih untuk bercerai.
Tahun 1947, Visser kembali ke Indonesia. Ternyata sekolah yang dipimpinnya sudah pindah ke Batujajar, Cimahi, Bandung.