INNALILLAHI Bripka Desri Sahrondi Meninggal setelah Digigit Ular Derik saat Bertugas di PT Freeport

INNALILLAHI Bripka Desri Sahrondi meninggal dunia Senin (29/7/2019) setelah digigit ular derik saat bertugas di PT Freeport.

Editor: Tariden Turnip
facebook/kolase
INNALILLAHI Bripka Desri Sahrondi Meninggal setelah Digigit Ular Derik saat Bertugas di PT Freeport. Bripka Desri Sahrondi saat dirawat 

INNALILLAHI Bripka Desri Sahrondi Meninggal setelah Digigit Ular Derik saat Bertugas di PT Freeport

TRIBUN-MEDAN.COM - INNALILLAHI Bripka Desri Sahrondi meninggal dunia Senin (29/7/2019) setelah digigit ular derik saat bertugas di PT Freeport.

Anggota Satbrimob Polda Sumbar, Bripka Desri Sahrondi sebelumnya digigit ular derik saat berjaga di PT Freeport, Papua, Sabtu (27/7/2019).

Bripka Desri Sahrondi menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Caritas Timika sekitar pukul 09.00 WIT.

Saat kejadian mendiang d-BKO-kan ke Polda Papua bergabung Satgas Amole melakukan PAM Objek PT Freeport Indonesia.

Kapolda Papua Irjen Pol Rudolf Rodja memastikan penyebab kematian Brigadir Kepala Desri Sahrondi, anggota satgas Amole, akibat gigitan ular derik yang merupakan ular endemik di Papua dan Australia.

Jenazah Bripka Desri Sahroni (40) yang tewas digigit ular derik hendak dibawa ke Bandara Moses Kilangin, Kabupaten Mimika, Papua (29/07/2019)
Jenazah Bripka Desri Sahroni (40) yang tewas digigit ular derik hendak dibawa ke Bandara Moses Kilangin, Kabupaten Mimika, Papua (29/07/2019)(Dok Humas Polda Papua)

Irjen Pol Rudolf Rodja mengatakan Bripka Sahroni yang berasal dari Brimob Polda Sumbar digigit ular pada Sabtu (27/7) saat menjaga rekan-rekannya yang sedang mandi di Kali Iwaka.

Korban terkena gigitan ular di tangan kanannya saat sedang duduk ketika mengawasi dan mengamankan rekan-rekannya yang sedang mandi.

Ular derik itu sempat ditangkap dan dimasukkan ke dalam botol air mineral, sedangkan korban sempat ditangani dan dirawat di RSMM Caritas, namun meninggal sekitar pukul 09.00 WIT akibat mengalami kelumpuhan otak.

Irjen Pol Rudolf Rodja mengatakan jenazah angota Brimob itu kini dievakuasi ke Padang, untuk dimakamkan di kampung halamannya.

Irjen Pol Rudolf Rodja meminta anggota Polri yang bertugas di wilayah Papua untuk mewaspadai ular derik, jangan sampai digigit mengingat bisanya mematikan.

264 Calon Taruna Lulus Akpol, Nilai Tertinggi Diraih Putra Kabareskrim dan 119 Dinyatakan Gagal

DOR. . . Polrestabes Medan Tembak Mati Begal, Dua Pelaku Masih Diburu, Berikut Kronologinya

TERBARU Perkawinan Sedarah Kakak Adik Asal Luwu, Warga Geram Usir Seluruh Keluarga dari Desa

Informasi kepergian Bripka Desri Sahrondi diunggah pelbagai akun kepolisian di media sosial, termasuk akun instagram pidbrimobsumbar.

KELUARGA BESAR SATUAN BRIMOB POLDA SUMBAR BERDUKA
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun..
Telah meninggal dunia pada hari ini Senin 29 juli 2019, sekitar pukul 10.00 WIT anggota Satbrimob Polda Sumatera Barat BKO Polda Papua, Satgas Amole Timika, atas nama:
Bripka Desri Sahroni
NRP 79120604

Semoga Allah mengampuni dosa2nya.. Menerima segala amal ibadahnya.. dan diberikan tempat yang sebaik2nya.. aamiin YRA

Baca: Soal Perpanjangan Izin FPI Menhan Ryamizard: Kalau tak Sejalan dengan Pancasila, tak Usah di Sini

Baca: Untuk Kedua Kalinya Jenderal (Purn) Ryamizard Ungkap Harapan Penangguhan Penahanan Kivlan Zen

Baca: Ini Bunyi Putusan PTUN Batalkan SK Anies Baswedan Batalkan Izin Reklamasi Pulau H

Kronologi kepergiaan Bripka Desri diunggah di beberapa grup Polri.

Adapun kronologis kejadiannya sebagai berikut:

- Pada hari Sabtu tanggal 27 Juli 2019 sekitar pukul 11:30 WIT, Bripka Desri Sahrondi beserta rekannya Bripka M.Suhirman melaksanakan pengamanan area di sekitar Pos Iwaka (kuala kencana) menjaga rekan anggota brimob lainnya yang sedang mandi di sungai.

- Pada saat pengamanan tersebut, Bripka Desri Sahrondi duduk di atas batang kayu yang sudah ditebang dengan tangan kanannya menyender pada pohon tersebut.

- Tiba-tiba datang seekor ular derik yang muncul dari balik batang kayu tersebut dan langsung menggigit tangan kanan Bripka Desri Sahrondi.

- Bripka Desri Sahrondi langsung refleks memegang ular tersebut meski sempat digigit beberapa kali, Bripka Desri Sahrondi memasukkan ular tersebut ke dalam botol air mineral yang dipegangnya.

- Selanjutnya Bripka Desti Sahrondi memijit-mijit tangan bekas digigit ular tersebut dengan maksud mengeluarkan bisa.

- Anggota pos lainnya menanyakan Bripka Desti Sahrondi kenapa memijit-mijit tangannya, lalu ybs menyampaikan bahwa dia digigit ular.

- Sekitar pukul 12:00 WIT anggota Pos Iwaka lainnya memanggil Posko Amole 00 untuk meminta bantuan Ambulans.

- Sekitar pukul 12:30 WIT ambulans datang dan membawa Bripka Desri Sahrondi langsung ke klinik Kuala kencana dengan kondisi yang sudah tidak sadarkan diri bahkan saat di Klinik Kuala Kencana sempat kehilangan nafas namun berhasil dilakukan resusitasi sehingga dapat bernafas kembali.

- Selanjutnya petugas medis Klinik Kuala Kencana merujuk Bripka Desri Sahrondi ke RS Mitra Masyarakat Mimika untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

- Menurut keterangan dokter, kondisi terakhir korban Bripka Desri bahwa batang otak ybs sudah tidak berfungsi lagi.

- Saat ini korban masih belum sadarkan diri shg pernafasan dibantu oleh peralatan medis.

Ini foto-fotonya:

Gambar mungkin berisi: 2 orang, orang duduk

Keterangan foto tidak tersedia.

Keterangan foto tidak tersedia.

BUKAN ULAR DERIK, TAPI DEATH ADDER

Pakar toksinologi dan bisa ular Dr dr Tri Maharani, M.Si SP menceritakan, ular yang menggigit Bripka Sahroni bukanlah jenis derik, melainkan ular death adder dengan nama latin acantopis.

Tri mendapatkan laporan dari salah satu rekannya pada Sabtu (27/7/2019) malam.

Setelah diteliti, ular tersebut berjenis death adder dengan sifat neurotoksin yang hebat.

"Memang bentuknya kayak ular derik.

Tapi bukan, namanya death adder.

Sifatnya beda, neurotoksinnya amat sangat kuat sekali.

Menyebabkan gagal napas, gagal jantung, sehingga tingkat kematian tinggi," kata Tri saat diwawancara Kompas.com, Selasa (30/7/2019) sore.

Satu-satunya dokter dari Indonesia yang turut dalam tim pembuat pedoman penanganan gigitan ular berbisa dari lembaga kesehatan dunia atau WHO ini menuturkan, bisa ular jenis death adder tidak menyebar melalui aliran darah, melainkan kelenjar getah bening.

Bisa ular bekerja dengan cara memblok saraf-saraf dalam tubuh, sehingga dapat terjadi kelumpuhan otot yang didukung oleh syaraf tersebut.

Penanganan pertama atau first aid korban gigitan ular death adder menjadi satu hal penting guna mengurangi potensi keparahan yang muncul akibat bisa ular.

Penanganan First aid dapat dilakukan dengan immobilisasi atau memperkecil gerakan bagian tubuh yang terkena gigitan.

Presiden Toxinology Society of Indonesia ini menegaskan, memijit bagian tubuh yang terkena gigitan dengan tujuan mengeluarkan bisa ular hanya akan memperparah keadaan.

"Karena bisa ular tidak lewat pembuluh darah, jadi kalau dikeluarkan darahnya itu tidak akan mengeluarkan venomnya. Ya venomnya tetap nyebar, korban bisa mati," ujar Tri.

"Tapi venomnya lewat kelenjar getah bening, yang harus dilakukan untuk tidak menyebarkan, dilakukan immobilisasi, dibuat tidak bergerak (bagian tubuh yang tergigit atau meminimalkan gerak anggota tubuh yang tergigit), dan untuk neurotoksin ditambahin pressure bandage," lanjut dia.

Tri menjelaskan, terdapat dua kegunaan pressure bandage immobilisasi.

Pressure Bandage Immobilization.

Pressure Bandage Immobilization.(Dok. Tri Maharani)

Pertama, pressure compresses lymphatic drainage untuk melambatkan absorbsi venom dalam mikrosirkulasi.

Selain itu, dapat menginhibisi gross muscle movement yang menurunkan intrinsik local pressure dari stimulasi lymphatic dari stimulasi lymphatic drainage.

"Kalau imbolisasi saja maka hanya menginhibisi gross muscle movement yang menuntukan intrinsik local pressure dari stimulasi lymphatic drainage," papar Tri.

Perlu digaris bawahi, first aid yang salah menyebabkan kondisi korban masuk ke fase yang menjadikan organ tubuh rusak dan membutuhkan antivenom.

Anti-bisa Mahal

Tri menyampaikan, anti venom ular jenis ini belum diproduksi di Indonesia, melainkan hanya dibuat di Australia.

"Harganya mahal, sekitar Rp 80-an juta satu vialnya.

Saya pernah membei antivenom death adder.

Prosedur impor pun tidak mudah, harus mengurus ijin impor dulu yang bisa membutuhkan waktu 3 hingga 6 bulan," tutur Tri.

Peran tenaga medis pun juga penting di sini.

Tenaga medis kudu paham apa yang harus dilakukan kepada korban jika mengalami beberapa hal.

"Jika korban mengalami respiratory failure maka harus dilakukan intubasi lalu dipasang ventilator, lanjut diberi antivenom disertai anticholinesterase.

Jika terjadi bradikardi maka perlu diberi atropine sulphate (0,6 mg untuk dewasa dan 50 mikrogram/kg untuk anak-anak)," tambah Tri.

Pemberian anticholinesterase tersebut diulang empat jam sekali.

Mengacu pada WHO tahun 2016, uji coba anticholinesterase harus dilakukan pada setiap pasien dengan keracunan neurotoksik.

Wilayah Timur

Tri menjelaskan, ular death adder banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua dan Maluku.

"Saya pernah menemuinya (ular death adder) dari daerah Jayapura, Manokwari, Sorong, Timika.

Itu di mana-mana (ditemukan).

Di hutan, rumah, jalan, atau sungai," ujar Tri.

Tri menjelaskan, ular akan menggigit jika merasa terancam.

"Ular tidak akan menggigit kalau kita (manusia) tidak membuat dia (ular) terancam," jelas dia.

(*)

INNALILLAHI Bripka Desri Sahrondi Meninggal setelah Digigit Ular Derik saat Bertugas di PT Freeport

Artikel ini dikompilasi dari pelbagai sumber termasuk facebook dan dari Kompas.com dengan judul "Anggota Brimob di Papua Tewas Digigit Ular, Ini Penjelasan Ahli
Penulis : Mela Arnani

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved