Eks Dirut Garuda Dijerat TPPU, KPK Gerak Cepat Sita Rumah Rp 5,7 M dan Apartemen di Luar Negeri

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun bergerak cepat dengan menyita rumah dan apartemen milik Emirsyah Satar yang berasal dari uang haram.

Editor: Juang Naibaho
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Emirsyah Satar. 

Eks Dirut Garuda Dijerat TPPU, KPK Gerak Cepat Sita Rumah Rp 5,7 M dan Apartemen di Luar Negeri

TRIBUN MEDAN.com - Kasus korupsi Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar, berkembang ke ranah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun bergerak cepat dengan menyita rumah dan apartemen milik Emirsyah Satar yang berasal dari uang haram.

Aset Emirsyah yang disita yakni rumah senilai Rp 5,79 miliar di kawasan elite Pondok Indah, Jakarta Selatan dan apartemen mewah di luar negeri.

"Sejauh ini KPK telah berhasil melakukan penyitaan atas 1 unit rumah yang beralamat di Pondok Indah, Jakarta. Selain itu,otoritas penegak hukum di Singapura juga telah mengamankan 1 unit apartemen milik ESA," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (7/8/2019).

Baca: Farhat Abbas Diperiksa Polisi Hari Ini, Beri Sindiran ke Hotman Paris soal Tabrakan dan Tonjok Artis

Baca: Heboh Taruna Akmil Keturunan Perancis Enzo Zenz Disebut Terpapar HTI, Ini Reaksi Mabes TNI

Baca: Megawati Beri Undangan Khusus ke Prabowo, 4 Parpol Pendukung 02 Tak Diundang ke Kongres V PDIP

Selain itu, KPK juga melakukan pemblokiran atas beberapa rekening bank di Singapura.

"Untuk memaksimalkan pengembalian ke negara, KPK saat ini melakukan pelacakan asset seluruh uang suap beserta turunannya yang diduga telah diterima dan digunakan oleh tersangka ESA dan tersangka HDS baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri," kata Laode.

Sebelumnya, KPK kembali Emirsyah Satar sebagai tersangka. Emirsyah bersama Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd. Soetikno Soedarjo ditetapkan komisi antikorupsi sebagai tersangka TPPU.

Kasus TPPU ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia yang telah menjerat Emirsyah dan Soetikno sebelumnya.

"KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan SS kepada ESA dan HDS (Hadinoto Soedigno) tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia," ujar Laode.

Baca: Murid SD Diculik saat Jam Istirahat Sekolah, Berhasil Selamatkan Diri ketika Pelaku Kehabisan Bensin

Baca: Wajah Kasatpol PP Disiram Minyak Panas saat Tertibkan Pedagang Warkop Elisabeth

Laode menjelaskan, untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 hingga 2013 dengan nilai miliaran dolar Amerika.

Yakni kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls-Royce, kemudian kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.

Kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Laode mengatakan, selaku konsultan bisnis dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Seotikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

"Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan SS dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut," katanya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved