Irjen Paulus Waterpauw Temukan Fakta Mengejutkan dalam Kerusuhan Papua: Bukan Pekerjaan Orang Biasa
Peristiwa yang terjadi di Tanah Papua diduga adalah skenario dari kelompok tertentu yang melawan pemerintah untuk membuat kekacauan.
#Irjen Paulus Waterpauw Temukan Fakta Mengejutkan dalam Kerusuhan Papua: Bukan Pekerjaan Orang Biasa
TRIBUN-MEDAN.COM - Mabes Polri mulai mengungkap peristiwa di balik tindakan anarkisme di Papua Barat.
Ternyata, didapati adanya kejahatan berupa penjarahan sejumlah toko di Manokwari, Papua Barat, satu malam sebelum terjadi pembakaran kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPR)) dan Majelis Rakyat Papua (MRP) setempat, Senin 19 Agustus 2019 lalu.
"Dari kejadian di Manokwari, sebelum kejadian pembakaran kantor DPR dan MRP Papua Barat, malam sebelumnya, sudah terjadi aksi penjarahan pengambilan barang-barang di beberapa toko," ungkap utusan Mabes Polri, Irjen Paulus Waterpauw, saat ditemui di Jayapura Sabtu (24/8) malam.
Irjen Paulus Waterpauw selaku utusan Mabes Polri guna menenangkan situasi Papua dan Papua Barat.
Baca: Cekcok dengan Sopir Angkot, Kompol Nadapdap KO, Kepala dan Bibir Berdarah, Ini Penjelasan Polisi
Baca: VIDEO Mesum 17 Detik Eks Karyawati Bank Viral, Kerabat Ungkap Kondisi Terakhir Si Perempuan
Baca: Akhirnya Ahok dan Anies Baswedan Cipika-cipiki, Awalnya Anies Memanggil: Pak Basuki Pak Basuki
Kata Irjen Paulus Waterpauw, dirinya yang diutus Mabes Polri sebagai mediator sekaligus fasilitator antara pemerintah dan seluruh komponen masyarakat yang ada di Tanah Papua, terus membangun komunikasi dengan semua pihak.
"Kami terus bangun komunikasi, agar semua pihak melihat permasalahan yang terjadi secara jernih dan murni," ujar Irjen Paulus Waterpauw.
Irjen Paulus Waterpauw merupakan putra asli Papua.
Irjen Paulus Waterpauw lahir di Fakfak 25 Oktober 1963.
Baca: Wakil Ketua DPRD Sulut dari Demokrat Mendadak Gerayangi Tubuh ES di Mobil Lontarkan kata tak Senonoh
Baca: Basmi Kutu Rambut dengan Semprot Anti Nyamuk, JANGAN DITIRU! Bisa Menyebabkan Kematian. .

Irjen Paulus Waterpauw pernah menjabat Kapolda Papua Barat (19 Desember 2014 – 30 Juli 2015), Kapolda Papua (30 Juli 2015 – 18 April 2017), Wakil Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri (18 April 2017 – 2 Juni 2017), Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Utara (2 Juni 2017 – 13 Agustus 2018).
"Artinya, peristiwa yang terjadi di Tanah Papua diduga adalah skenario dari kelompok tertentu yang melawan pemerintah untuk membuat kekacauan.
Ini kan tidak wajar, biasanya penjarahan terjadi saat momen bersamaan dengan aksi demo atau keributan, dimana biasanya memanfaatkan situasi, untuk melakukan aksi kriminal," ujar Irjen Paulus Waterpauw.
Baca: Setelah Mayor Inf NH Irianto Cs Diskors, Kini 7 Perwakilan Ormas Diperiksa, Ini Respons Tri Susantis
Baca: Tawa Bahagia Berubah Jadi Jerit Tangis, Pasangan Suami Istri Meninggal 5 Menit setelah Menikah
Baca: Stres karena Kebanyakan PR Sekolah, Pelajar SMP Bunuh Diri, Ucapkan Terimakasih Sudah Dirawat
Dia melanjutkan, aktor di balik skenario membuat kekacauan di Tanah Papua, bukan kelompok sembarangan.
Namun yang memiliki kemampuan besar.
"Ini bukan kerjaan orang biasa, tapi orang yang punya kemampuan.
Di sini saya menduga ada kelompok keras yang melawan pemerintah dan mungkin berafiliasi dengan organisasi yang selama ini melawan negara di Indonesia.
Bahkan indikasi itu sudah dapat di Malang.
Baca: Pelaku Sabet Leher Korban Gara-gara Cekcok Mulut, Insiden Berdarah di Restoran Mal Pluit Village
Namun saya tak etis mengatakannya, karena saya tidak punya kewenangan mendalami seperti itu, tugas saya selain ikut menenangkan Papua juga mediator dan fasilitator untuk berbagai pihak," kata Waterpauw.
Terkait peristiwa rusuh di Manokwari, sudah ditetapkan 3 tersangka.
Mereka terlibat dalam pembobolan ATM dan pembakaran.
"Masih dikembangkan lagi untuk pelaku-pelaku lainnya," kata Irjen Paulus Waterpauw .
Untuk peristiwa di Fakfak, Polisi juga masih mendalami dengan mengumpulkan bukti serta keterangan beberapa saksi.
"Kami agak kesulitan untuk menangkap para pelaku dan menerapkan hukum positif di Fakfak karena termasuk konflik komunal, kami masih kumpulkan bukti dan keterangan saksi," kata Irjen Paulus Waterpauw .
Sementara peristiwa di Sorong, warga binaan Lapas Sorong yang sempat kabur, sudah sebagian yang kembali ke Lapas.
"Sebagian tahanan sudah kembali, mereka kabur karena kebakaran," kata Irjen Paulus Waterpauw .
Mayjen TNI Joppye Onesimus Kecewa
Aksi berujung rusuh ini pun membawa kekecewaan pada putra terbaik Papua, Mayjen TNI Joppye Onesimus, yang kini menjabat Pangdam XVIII/Kasuari.
Kekecewaanya dia sampaikan saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Fakfak bersama Gubernur Papua Barat dan Kapolda Papua Barat, yang tergabung dalam Forkopimda Papua Barat, sekaligus tatap muka dengan para tokoh dan elemen masyarakat yang ada di Kabupaten Fakfak, Sabtu (24/8/2019) pagi di Gedung Winder Tuare, Kota Fakfak, Papua Barat.
“Saya sebagai Pangdam XVIII/Ksr sangat sesalkan dan kecewa dengan kejadian ini,” kata Mayjen TNI Joppye Onesimus seperti dikutip tribun-medan.com dari kasuari18-tniad.mil.id.
Kekecewaanya disampaikannya dihadapan para pejabat TNI, Polri, Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak, dan anggota Forkopimda Kabupaten Fakfak, serta para Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, perwakilan dari BUMN dan BUMD, termasuk di dalamnya Ketua Dewan Adat “Mbahammata” Zerzet Gwasgwas.
Sebagai putra daerah Papua, Mayjen TNI Joppye Onesimus berharap para tokoh yang ada di Fakfak turun tangan membantu pemerintah dalam menjaga keamanan di wilayah Kabupaten Fakfak, agar tidak timbul peristiwa serupa seperti yang sudah terjadi, yaitu unjuk rasa yang berujung tindakan anarkis dan kerusuhan sosial.

“Saya ini orang asli Papua.
Saya meminta kepada Tokoh Agama, Tokoh Adat, dan Tokoh Masyarakat untuk memberikan pemahaman kepada ade-ade kita, supaya tidak terjadi lagi kejadian yang memalukan ini,” harap Pangdam Kasuari.
Menurut Pangdam, peristiwa yang terjadi beberapa hari lalu di wilayah Provinsi Papua Barat, termasuk di dalamnya daerah Kabupaten Fakfak, harus diusut tuntas.
“Kejadian ini harus diusut tuntas supaya tidak terjadi lagi.
Pimpinan kita pusing memikirkan kesejahteraan masyarakat, karena dana yang sudah teranggarkan akan dialihkan, seperti memperbaiki kantor yang sudah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” kata Mayjen TNI Joppye Onesimus.
Di sisi lain, Pangdam juga menceritakan bahwa TNI-Polri mempunyai Standar Operasional Prosedur ( Standard Operating Procedure/SOP) untuk menghadapi unjuk rasa dan aksi anarkis massa seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di beberapa daerah di Papua Barat.
Namun tidak digunakan demi melindungi keamanan diri warga masyarakat itu sendiri.
“Kita, TNI-Polri, punya SOP tetapi kalau kita sesuaikan akan menimbulkan korban banyak.
Justru itu kita melaksanakan cara persuasif mengatasi masalah supaya tidak menimbulkan korban warga masyarakat,” ujar Pangdam XVIII/Kasuari.
Mulai Kondusif
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, warga Papua dan Papua Barat memprotes tindakan kekerasan dan rasis terhadap mahasiswa asal Papua di Kota Suarabaya, Jawa Timur.
Saat itu, Jumat (16/8) sehari menjelang hari ulang tahun kemerdekaan RI, sejumlah orang dari ormas Pemuda Pancasila, dan FPI bersama pasukan TNI dan Polri mendatangi asrama mahasiswa di Surabaya.
Terjadi percekcokan diduga terkait bendera Merah Putih, sehingga memunculkan kata kasar-makian, menyebut nama binatang kepada mahasiswa Papua.
Akibatnya, ribuan orang unjuk rasa mendatangi kantor Gubernur Papua, di Jalan Soa Siu Dok 2 Jayapura, Senin (19/8).
Sementara warga Papua Barat memprotes tindakan kekerasan dan rasis terhadap mahasiswa asal Papua di Kota Suarabaya, melampiaskan denganc ara unjuk rasa yang disertai kekerasan, pembakaran dan perusakan.
Secara umum, kondisi Papua dan Papua Barat pascaterjadinya aksi anarkis massa di sejumlah kota, menyikapi dugaan tindakan rasis yang di alami mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang Jawa Timur, semakin kondusif.
"Hari ini kondisi Papua dan Papua Barat aman kondusif tenang dan terkendali," ujar Paulus Waterpauw.
Menurut dia, negara sangat peduli dengan permasalahan ini dan diharapkan secepatnya tuntas.
"Sekarang persoalan ini langsung diatasi negara dengan mengutus Menkopolhukam, Kapolri dan Panglima TNI ke Papua Barat, sehingga masyarakat dapat langsung menyampaikan pesan-pesannya kepada presiden," ujar dia.
Untuk itu, semua pihak sebaiknya bersabar dengan langkah-langkah yang sudah dijalankan. "Harapannya semua tetap sabar, tenang dan saling mengalah satu dengan yang lain dama menyikapi persoalan yang sudah terjadi," ucapnya.
Ia juga mengungkapkan, kasus dugaan rasis yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya sedang ditangani oleh Polda Jawa Timur dan Polrestabes Surabaya.
Saat hadir sebagai narasumber dalam program MataNajwa, Rabu (21/8) malam, Gubernur Papua Lukas Enembe angkat bicara terkait kondisi daerahnya pascakerusuhan di Papua Barat selama dua hari di Manokwari Senin (19/8) dan Fakfak, Rabu (21/8).
Kasus tersebut dipicu adanya penangkapan terhadap 43 mahasiswa Papua di Surabaya, dengan tudingan merusak bendera Indonesia, Jumat (16/8).
Lukas meminta aparat yang melontarkan ujaran rasis terhadap mahasiswa Papua ditangkap. Menurutnya, kasus rasisme terhadap warga Papua sudah berlangsung lama dan berulang. Ini menyangkut harkat dan martabat orang Papua.
"Karena itu bukan sekali mereka sampaikan. Sudah banyak kali di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Ya pasti mereka tidak terima. Selama orang Papua dihinakan, direndahkan martabatnya, itu pasti mereka ribut," kata Lukas.
Lebih lanjut, Lukas menyatakan saat ini sudah berkomunikasi dengan mahasiswa Papua di Surabaya yang pada akhir pekan lalu mendapatkan persekusi dan ujaran rasis. Para mahasiswa itu, kata Lukas, sudah memberikan laporan kepadanya.
Namun, anggota Komisi I DPR RI Sukamta, hal tersebut tidak perlu. "Saya kira yang diperlukan saat ini keseriusan Pemerintah dalam mengatasi akar persoalan yang ada di Papua agar tidak berlarut-larut kembali," kata Sukamta.
Sukamta mengharapkan Gubernur Papua Lukas Enembe semestinya ikut mendorong penyelesaian masalah secara nasional.
"Sebagai Gubernur mestinya harus percaya kemampuan Pemerintah. Sampaikan akar persoalan sesungguhnya di Papua serta usulan penyelesaian masalahnya. Saya kira yang seperti ini akan lebih konstruktif," jelasnya. (kontributor tribun network/bam)
Warga Resah Tidak Bisa Akses Internet
Sudah sepekan, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) membatasi akses internet di Papua dan Papua Barat. Pembatasan dilakukan terkait kerusuhan yang pecah di beberapa daerah, sejak Senin (19/8).
Kominfo beralasan, pembatasan internet diperlukan untuk mencegah penyebarluasan informasi hoaks, yang dapat menggnggu stabilitas di Papua dan Paoua Barat.
Pembatasan yang telah berlangsung sejak Senin lalu, mulai dikeluhkan masyarakat Papua Barat, khususnya di Kabupaten Manokwari.
Masyarakat menganggap, pembatasan internet tak hanya dapat menangkal peredaran hoax, tapi sebaliknya juga mengganggu aktivitas masyarakat yang ke sehariannya menggunakan internet.
Axel Refo, warga Manokwari mengaku, sejak internet dibatasi, Ia jadi kesulitan dalam bekerja, dimana pekerjaannya memng banyak bergelut dengan internet.
"Susah juga kita kalau begini terus, tidak ada kejelasan kapan normal. Tentu kita terganggu," kata Axel kepada Wartawan Tribun Network Fahrizal Syam di Manokwari, Sabtu (24/8).
Menurut Axel, pemerintah seharusnya menertibkan akun atau media penyebar hoax, bukan dengan membatasi internetnya.
"Kemenkominfo seharusnya menertibkan akun-akun bodong penyebar hoax di media sosial dan jangan asal melumpuhkan jaringan internet," tuturnya.
Ia menilai, sudah saatnya pemerintah menormalkan kembali internet.
"Kemenkominfo pasti sudah tahu perkembangan situasi di Papua, khususnya di Papua Barat yang sudah kondusif. Kalau sudah kondusif seperti begini, segera mengaktifkan kembali jaringan internet," harapnya.
Mendapatkan jaringan internet di tempat umum Manokwari memang sudah tak bisa dilakukan. Internet hanya tersedia di cafe-cafe atau hotel yang memiliki Wi-Fi. Itupun aksesnya sangat terbatas dan kecepatan yang lambat dari biasanya.
Tak mengherankan, hampir setiap cafe-cafe atau warung kopi di Manokwari dipadati orang yang ingin berselancar di dunia maya. Kurangnya internet juga dikeluhkan pemuda pecinta game online di Manokwari, salah satunya Richard (25).
Richard mengaku sudah beberapa hari tak bisa memainkan game online favoritnya. "Mau bagaimana main, internet saja tidak ada. Kita maunya internet ada lagi," ungkap Richard.
Ssetiap hari Ia biasanya main bareng (mabar) dengan teman-temannya sesama pecinta game online, namun saat ini, rutinitas itu mulai dikurangi. "Paling sesekali ke cafe sama teman," ujarnya.
Sebelumnya Kapolda Papua Barat mengatakan, pihaknya masih mendukung langkah pemerintah membatasi internet di Papua.
"Pembatasan (internet) ini berdasarkan hasil asesmen, dan saya tak melakukan asesmen sendiri, bersama Cyber crime Polri. Kami meminta cyber mengontrol agar penyebaran berita provokasi, hoax, dan ujaran kebencian tidak mengganggu suasana dulu," kata Kapolda Papua Barat, Brigjen Herry Nahak.
Terkait penormalan, Herry mengaku belum tahu pasti kapan internet akan dinormalkan kembali. Ia mengatakan akan ada assesment terlebih dulu sebelum melakukan normalisasi akses internet. Apalagi diakui Herry, Forkopimda Papua Barat mendukung pembatasan ini.
"Kalau misalnya kita minta dinormalkan, nanti setelah assesment kembali terhadap situasi. Saya sudah sampaikan ke forkopimda, mereka juga mengharapkan jangan dulu lah. Tujuannya agar situasi tetap kondusif," ujarnya. (*)
#Irjen Paulus Waterpauw Temukan Fakta Mengejutkan dalam Kerusuhan Papua: Bukan Pekerjaan Orang Biasa
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mabes Polri Sebut Otak di Balik Kerusuhan Papua Barat Bukan Pekerjaan Orang Biasa, Punya Skenario