News Video

Ibadah GPdI Dibubarkan Satpol PP saat Pendeta Khotbah, Jemaat Histeris dan Pingsan

Ibadah Minggu di halaman rumah dengan beratapkan tenda biru dibubarkan Satpol PP. Informasi dihimpun peristiwa terjadi pada Minggu, 25 Agustus 2019

Tribun Medan
Ibadah GPdI dibubarkan Satpol PP saat pendeta khotbah viral di media sosial 

- Bahwa dalam konstisusi UUD 1945 Pasal 28 E berdasarkan hak asasi manusia, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya; berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan menyatakan pikiran dan sikap (UUD 1945 Pasal 28 ayat 2);

- Bahwa semua hak-hak asasi berlaku bagi semua warga negara tidak terkecuali Jemaat GPdI Effata dan merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi (Non derogable rights) dalam keadaan apapun (Pasal 28 I ayat 1 UUD 1945);

- Bahwa Sesuai dengan Pasal 10 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa  urusan agama merupakan urusan pemerintahan absolute atau Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat

- Bahwa sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 tersebut Pemerintah Daerah melampaui kewenangan yuridisnya yang semestinya tidak dapat mengatur mengenai pelarangan di bidang agama yang tidak dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah baik Gubernur maupun Walikota atau Bupati tidak berwenang mengurus urusan agama termasuk melarang kegiatan Jemaat GPdI Effata dalam bentuk apapun didaerahnya masing-masing;

- Bahwa secara subtansial Surat Nomor: 800/BKBP-KIB/VIII/2019/76150 tertanggal 7 Agustus  2019 Perihal Penghentian Penggunaan Rumah Tempat Tinggal Sebagai Tempat Peribadatan,  bertentangan dengan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang menjamin kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Dalam hal ini, konstitusi telah memberikan perlindungan terhadap eksistensi Jemaat GPdI Effata dan menjamin kebebasan setiap pemeluk Agama Kristen untuk menjalankan ibadatnya;

- Bahwa dengan dikeluarkannya Surat Nomor: 800/BKBP-KIB/VIII/2019/76150 tertanggal 7 Agustus 2019 Perihal Penghentian Penggunaan Rumah Tempat Tinggal Sebagai Tempat Peribadatan juga telah melanggar Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik Pasal 18 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragam.

Berdasarkan hal tersebut YLBHI – LBH Pekanbaru berpendapat bahwa Pemerintahan Kabupaten Indragiri Hilir telah melakukan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir tidak mampu menjaga kerukunan Umat Beragama di Indragiri Hilir.

Oleh karenanya YLBHI – LBH Pekanbaru menyatakan hal sebagai berikut;

- Meminta Bupati Indragiri Hilir untuk mencabut  Surat Nomor: 800/BKBP-KIB/VIII/2019/76150 tertanggal 7 Agustus  2019 Perihal Penghentian Penggunaan Rumah Tempat Tinggal Sebagai Tempat Peribadatan, karena telah melampaui kewenangannya, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, prinsip-prinsip konstitusionalisme, dan semangat pluralisme;

- Meminta Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir memberikan jaminan kepada Jemaat GPdI Efata di RT 01 Dusun Mekar Sari, Desa Petalongan, Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir untuk melakukan aktifitas keagamaan seperti biasanya;

- Meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk melakukan investigasi dan pemeriksaan terhadap Pemerintaha Kabupaten Indragiri Hilir;

- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir bertanggung jawab untuk memberikan jaminan yang nyata terhadap kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaan serta menjalankan ibadatnya masing-masing, termasuk memberikan perlindungan dan menjamin bagi keberlangsungan eksistensi Jemaat GPdI Effata di RT 01 Dusun Mekar Sari, Desa Petalongan, Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir dan memastikan kebebasan bagi pemeluk-pemeluk Jemaat GPdI Effata untuk menjalankan ibadatnya;

- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah khsususnya Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir diharapkan tidak membuat kebijakan yang bersifat diskriminasi dan yang bertentang dengan konstitusi.

(hen/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved