Polemik Revisi UU KPK

KPK TERKINI - Gak Dilibatkan Bahas Revisi UU KPK, Laode M Syarif Ungkap Poin-poin Bisa Lemahkan KPK

KPK TERKINI - Gak Dilibatkan Bahas Revisi UU KPK, Laode M Syarif Ungkap Poin-poin Bisa Lemahkan KPK

Editor: Salomo Tarigan
TRIBUNNEWS/HERUDIN
KPK TERKINI - Gak Dilibatkan Bahas Revisi UU KPK, Laode M Syarif Ungkap Poin-poin Bisa Lemahkan KPK 

TRIBUN-MEDAN.COM - KPK TERKINI - Gak Dilibatkan Bahas Revisi UU KPK, Laode M Syarif Ungkap Poin-poin Bisa Lemahkan KPK.

//

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif menyebut ada sejumlah poin dalam Undang-undang KPK hasil revisi yang dapat melemahkan penindakan di KPK.

Baca: MULAI TERKUAK Para Pelaku Pencuri Uang Rp 1,6 M Milik Pemprov Sumut, Ini Penjelasan Kasatreskrim

"Jika dokumen yang kami terima via ‘hamba Allah’, (karena KPK tidak diikutkan dalam pembahasan dan belum dikirimi secara resmi oleh DPR/Pemerintah), banyak sekali norma-norma pasal yang melemahkan penindakan di KPK," kata Laode dalam keterangan tertulis, Selasa (17/9/2019).

Laode membeberkan, poin-poin tersebut antara lain dewan pengawas yang diangkat oleh presiden yang menyebabkan komisioner tak lagi menjadi pimpinan tertinggi di KPK.

Kemudian, akibat berlakunya UU KPK hasil revisi, Laode menyebut status kepegawaian KPK akan berubah drastis dengan beralih menjadi aparatur sipil negara.

Lalu, kegiatan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang dilakukan KPK pun harus berdasarkan izin dewan pengawas.

Menurut Laode, hal-hal di atas berpotensi mengganggu independensi KPK dalam mengusut sebuah kasus korupsi.

"Masih banyak lagi detil-detil lain yang sedang kami teliti dan semuanya jelas akan memperlemah penindakan KPK," ujar dia.

Baca: Jadwal Laga Brossia Dortmund Vs Barcelona Pukul 02.00 WIB, Tonton 5 Link Live Streaming di Sini

Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan revisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa siang.

Perjalanan revisi ini berjalan singkat. Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPKsebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.

Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 11 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan.

TRIBUN-MEDAN.COM - KABAR TERBARU REVISI UU KPK, TII: Berita Buruk bagi Masa Depan Investasi Indonesia, Pelemahan KPK.

//

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menilai, kesepakatan pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjadi berita buruk bagi masa depan investasi di Indonesia.

Baca: Viral Aksi Polisi Nemplok di Kap Mobil, Hotman Paris Angkat Bicara dan Mau Biayai Sekolah Anak

Baca: Viral Video Detik-detik Perampok Bersenjata Api Menggondol Emas 10 Kilogram dari Toko Emas

Kesepakatan pemerintah dan DPR tersebut diambil dalam rapat panitia kerja (Panja) di ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).

"Ini berita buruk bagi masa depan investasi di Indonesia. Pelemahan KPK dalam waktu dekat akan mengirimkan sinyal buruk yang membuat para pebisnis nasional dan global ragu dengan situasi iklim usaha Indonesia," kata Dadang dalam keterangan tertulis, Selasa (17/9/2019).

Baca: Viral Video Detik-detik Perampok Bersenjata Api Menggondol Emas 10 Kilogram dari Toko Emas

Ia menilai, poin-poin revisi yang menjadi pembahasan tersebut berisiko melemahkan KPK. Hal itu dinilainya membuka ruang bagi koruptor untuk semakin leluasa melakukan kejahatan korupsi.

Selama ini, lanjut Dadang, KPK dipercaya kalangan pengusaha nasional dan global dalam memperbaiki iklim usaha di Indonesia yang bersih, atau bebas dari praktik korupsi.

"KPK melalui sejumlah penindakan dan pencegahannya selama sepuluh tahun terakhir sangat aktif fokus ke hal itu. Dengan posisi dan kewenangan yang lemah seperti sekarang, kerja KPK tentu tidak akan seefektif dulu lagi," ujar dia.

Dadang pernah mencontohkan poin revisi yang melemahkan KPK, yakni keberadaan dewan Pengawas.
Menurut dia, keberadaan dewan pengawas bisa mengancam pelaksanaan tugas penegakan hukum KPK.

Padahal, selama ini sistem pengawasan KPK sudah berjalan baik, secara internal dan eksternal. Di internal, KPK memiliki penasihat, wadah pegawai, dan kedeputian pengawasan internal serta pengaduan masyarakat.

Di eksternal, sudah ada peran dari presiden, Badan Pemeriksa Keuangan, DPR hingga masyarakat sipil.
Contoh lainnya, menyangkut status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Baca: KPK- Pendemo Tuntut Novel Baswedan dan Agus Rahardjo Mundur, Aneh tak Tahu Pimpinan KPK, Bayaran?

Ia menilai hal ini tak sesuai semangat United Nations Convention Against Corruption yang mengamanatkan lembaga antikorupsi harus dilengkapi dengan independensi yang kuat, bebas dari pengaruh, dan memiliki sumber daya hingga pelatihan yang memadai.

Poin revisi itu dinilainya juga tak sejalan dengan Prinsip-Prinsip Jakarta tentang Lembaga Antikorupsi atau The Jakarta Principles 2012 yang mendorong negara agar berani melindungi independensi lembaga antikorupsi.

Dari contoh itu, Dadang menilai, komitmen politik pemerintah dan DPR dalam menjamin independensi lembaga antikorupsi masih minim.

Ada tujuh poin perubahan yang telah disepakati dalam revisi UU KPK.

Pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.

Kedua, terkait pembentukan dewan pengawas.

Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.

Baca: LIGA CHAMPIONS MALAM INI: Inter Milan vs Slavia Praha,Dortmund vs Barcelona Jadwal PSG vsReal Madrid

Keempat, mekanisme penerbitan surat perintah penghentian penyidikan perkara (SP3) oleh KPK.

Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan. Ketujuh, sistem kepegawaian KPK.

Dengan demikian, pembahasan akan dilanjutkan dengan rapat kerja antara Baleg DPR dan pemerintah untuk mendengarkan pandangan seluruh fraksi.

Revisi UU KPK Akan Disahkan Hari Ini? Inilah 7 Poin yang Telah Disepakati

TRIBUN MEDAN.com - Revisi Undang-Undang tentang Kompisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rencananya akan disahkan pada hari ini, Selasa (17/9/2019).

Tujuh poin yang sudah disepakati dalam Revisi UU KPK akan dibawa pada Rapat Paripurna.

Pembahasan akan dilanjutkan dengan rapat kerja antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Pemerintah untuk mendengarkan pandangan seluruh fraksi.

Revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK telah disetujui DPR dan pemerintah.

Kesepakatan ini nantinya akan dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Bamus).

Jika pembahasan di Bamus lancar, RUU KPK dapat dibawa ke pembahasan tingkat dua atau dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

"Saya berharap besok siang dilakukan paripurna dan disahkan dalam paripurna besok. Itu harapan saya," ujar Anggota Komisi III Fraksi Nasdem, Teuku Taufiqulhadi, Senin kemarin.

Baca: Viral Dua Wanita Berantem di Acara Pesta Pernikahan, Ternyata Disebut karena Masalah Rendang

Baca: HEBOH Ibu-ibu Berdandan Cantik bak Orang Kaya Berantem Gara-gara Rebutan Makanan di Pesta Pernikahan

Baca: Anggota Dewan Diusir saat Pelantikan DPRD Medan karena Pakai Jaket dan Helm Grab

DPR dan Pemerintah telah menyepakati seluruh poin revisi UU KPK.

Kesepakatan tersebut diambil dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) di ruang Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).

"Ada beberapa hal-hal pokok yang mengemuka dan kemudian disepakati dalam rapat panja," ujar Ketua Tim Panja DPR Revisi UU KPK Totok Daryanto saat menyampaikan laporan hasil rapat.

Menurut Totok ada tujuh poin perubahan yang telah disepakati dalam Revisi UU KPK.

Ketujuh poin tersebut adalah:

1. Soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.

2. Terkait pembentukan Dewan Pengawas.

3. Mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.

4. Mekanisme penerbitan SP3 oleh KPK.

5. Koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

6. Terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan.

7. Sistem kepegawaian KPK.

Dengan demikian, pembahasan akan dilanjutkan dengan Rapat Kerja antara Baleg DPR dan Pemerintah untuk mendengarkan pandangan seluruh fraksi.

Setelah itu pembahasan revisi UU KPK akan dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II di Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

"Dengan demikian pembahasan dilanjutkan dalam pembahasan tahap II untuk ditetapkan sebagai undang-undang," kata Totok.

Baca: GEJOLAK PAPUA - Mahasiswa Pulang Kampung Melonjak Drastis, Kini Sudah 2.047 Orang Tiba di Papua

Baca: Artis Cantik Ini Syok saat Mengetahui Sang Suami Selingkuh dengan Ibunya setelah 7 Tahun Menikah

Sepakat Dibawa ke Paripurna

Seluruh fraksi di DPR RI sudah menyatakan setuju revisi UU KPK dibawa ke rapat paripurna.

Keputusan tersebut diambil dalam rapat kerja DPR dan pemerintah di Ruang Rapat Badan Legislasi di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019) malam.

Rapat tersebut dihadiri 18 orang anggota Baleg DPR serta wakil dari Pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Syafruddin.

"Apakah Rancangan Undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat kita setujui untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan Dewan Perwakilan Rakyat?" ujar Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas.

Pertanyaan Ketua Baleg tersebut kemudian disambut setuju oleh, semua anggota Badan Legislasi.

Setelah persetujuan perwakilan pemerintah Yasonna dan Syafruddin kemudian menandatangani pengambilan lembaran keputusan tingkat 1, bahwa Revisi UU KPK dibawa ke paripurna.

Dalam rapat kerja tersebut, setiap fraksi memberikan pandangannya terkait revisi UU KPK.

Dua fraksi di DPR, yakni Fraksi Gerindra dan Fraksi PKS menyetujui revisi dibawa ke Paripurna dengan catatan.

Sementara, Fraksi Demokrat belum menyampaikan pandangannya, menunggu konsultasi dengan Ketua Fraksi Demokrat Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas).

Baca: Ditinggal Nikah, Wanita Ini Kaget Dikirimi Pesan Begini oleh Mantan Kekasihnya, Kisahnya Viral

Baca: KPK- Pendemo Tuntut Novel Baswedan dan Agus Rahardjo Mundur, Aneh tak Tahu Pimpinan KPK, Bayaran?

Bantah Dibuat Senyap

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, membantah pembahasan revisi UU KPK sengaja digelar secara senyap dan tertutup.

Menurutnya pembahasan revisi atau rancangan undang-undang di tingkat Panja (panitia kerja) berlangsung tertutup sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

"Sebenarnya tingkat Panja itu tertutup setahu saya, kecuali itu diminta Anggota dan disetujui seluruh anggotanya dibuka," kata Nasir Djamil di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).

Menurut dia, pembahasan RUU harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena jika tidak, akan rentan dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada rapat Panja pertama pada Jumat pekan lalu, pembahasan Revisi UU KPK antara Pemerintah dan DPR berlangsung tertutup.

Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa rapat berlangsung tertutup sesuai dengan Tatib DPR.

Baca: Nana Mirdad Gugup saat Bertemu dengan Brad Pitt hingga Nabrak Mikrofon saat Berfoto dengan Idolanya

Baca: LIVE LIGA CHAMPIONS: LINK LIVE STREAMING Dortmund vs Barcelona, Prediksi Napoli vs Liverpool

Supratman juga enggan menjelaskan poin revisi apa saja yang masih menjadi perdebatan antara DPR dan pemerintah. Begitu juga mengenai poin revisi apa saja yang sudah disepakati.

"Kalau saya menjelaskan hasil di tingkat Panja itu kan berisiko pada saya. Oleh karena itu tolong sabar, dalam waktu yang tidak lama maka pembahasan di tingkat Panja akan selesai," katanya.

Dalam Tatib DPR tepatnya, peraturan Nomor 1 Tahun 2014 tidak ada aturan mengenai keharusan rapat Panja berlangsung tertutup.

Dalam pasal 146 mengenai panitia kerja hanya dituliskan mengenai syarat, tugas, serta topik yang dibahas Panja.

Pada ayat (7) tertulis, "Panitia kerja bertanggung jawab dan melaporkan hasil kerjanya pada rapat kerja komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat panitia khusus, atau rapat Badan Anggaran".

Sementara pada pasal 246 tentang Tatib DPR tertulis;

Setiap rapat DPR bersifat terbuka, kecuali dinyatakan tertutup.

Rapat terbuka adalah rapat yang selain dihadiri oleh Anggota juga dapat dihadiri oleh bukan Anggota, baik yang diundang maupun yang tidak diundang.

Rapat tertutup adalah rapat yang hanya boleh dihadiri oleh Anggota dan mereka yang diundang.

(*)

Baca: KPK- Pendemo Tuntut Novel Baswedan dan Agus Rahardjo Mundur, Aneh tak Tahu Pimpinan KPK, Bayaran?

Artikel ini telah tayang di wartakota.tribunnews.com dan kompas.com, Menurut Laode, , . . 

Baca: KPK- Pendemo Tuntut Novel Baswedan dan Agus Rahardjo Mundur, Aneh tak Tahu Pimpinan KPK, Bayaran?

Baca: DEMO KPK, Pengakuan Pendemo Dibayar Rp 50 Ribu Dukung Revisi UU KPK, Remaja dan Anak-anak Terlibat

KPK TERKINI - Gak Dilibatkan Bahas Revisi UU KPK, Laode M Syarif Ungkap Poin-poin Bisa Lemahkan KPK

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved