Polemik Revisi UU KPK Dibawa ke PBB, Laode Beber Tangisan Para Pegawai KPK
UU KPK terbaru itu ternyata tak cuma digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), melainkan digulirkan juga ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Giliran Polemik Revisi UU KPK Dibawa ke PBB, Laode Beber Tangisan Para Pegawai KPK
TRIBUN MEDAN.com - Polemik pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK hasil revisi, terus bergulir.
UU KPK terbaru itu ternyata tak cuma digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), melainkan digulirkan juga ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Adalah Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Indonesia yang melayangkan surat keberatan kepada PBB terkait pengesahan revisi UU KPK.
Revisi UU KPK ini dianggap sebagai upaya pelemahan KPK.
Menurut peneliti Transparency International Indonesia Wawan Suyatmiko, dikirimkannya surat tersebut karena pihaknya ingin agar dunia internasional tahu bahwa di Indonesia sedang ada gerakan pelemahan antikorupsi.
"Kami ingin dunia internasional dalam hal ini PBB tahu bahwa saat ini sedang ada pelemahan gerakan antikorupsi di Indonesia," ujar Wawan usai bertemu dengan perwakilan United Nation Office in Drugs and Crime (UNODC) di Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2019).
Baca: Beredar Video Tak Senonoh Wanita Berkerudung Pakai Seragam PNS Pemprov Jabar, Polda Turun Tangan
Baca: Bak Aksi Koboi, Tiga Oknum Polisi Hujani Tembakan Saat Berlangsung Acara Adat di Lampung
Baca: Bayi Tiga Hari Dilaporkan Meninggal Dunia Diduga Akibat Terpapar Kabut Asap di Pekanbaru
Dalam pertemuan dengan UNODC tersebut, pihaknya menyampaikan perkembangan situasi terkait dengan proses pengesahan UU KPK.
Dengan dikirimnya surat tersebut, pihaknya berharap ada pernyataan dari PBB terkait dengan pelemahan KPK dan gerakan antikorupsi yang ada di Indonesia.
"Kami berharap PBB memberikan pernyataan yang bisa memberikan sebuah masukan kepada pemerintah Indonesia agar memperkuat lembaga antikorupsi di Indonesia," ujarnya.
Adapun revisi atas UU KPK telah disahkan oleh DPR pada 17 September 2019 lalu setelah kesepakatan bersama pemerintah dilakukan.
Dampak dari pengesahan tersebut, KPK pun disebut-sebut telah mati karena tak bisa lagi melakukan pemberantasan korupsi.
Beberapa poin yang telah disepakati antara pemerintah dan DPR untuk direvisi antara lain adalah soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum dari pihak eksekutif tetapi dalam pelaksanaan kewenangan dan tugasnya tetap independen.
Baca: VIRAL Kehadiran Mantan Pacar Picu Baku Hantam di Pesta Nikah hingga Kursi Beterbangan
Baca: Suami Jadi Tersangka, Istri Imam Nahrawi Posting Status Cerita Sendu: Ya Allah, Beri Kami Kekuatan
Kemudian pembentukan Dewan Pengawas, pelaksanaan penyadapan, mekanisme penghentian penyidikan dan atau penuntutan atas kasus korupsi yang ditangani KPK.
Koordinasi kelembagaan KPK dengan lembaga penegak hukum yang ada sesuai hukum acara pidana, kepolisian, kejaksaan dan kementerian atau lembaga lainnya. Mekanisme penggeledahan dan penyitaan, serta sistem kepegawaian KPK.
Selain itu, perjalanan revisi UU tentang KPK ini dianggap berjalan sangat singkat.
Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPKsebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.
Dengan demikian, hanya butuh waktu 12 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan pada Selasa (17/9/2019) siang.
Baca: Prajurit Kostrad Bertaruh Nyawa Selamatkan Bocah Papua yang Tenggelam di Sungai, Ini Foto-fotonya
Baca: Pernyataan Terbaru Kapolrestabes terkait Uang Pemprov Sumut Rp 1.6 Miliar yang Raib
Tangisan Pegawai KPK
Terpisah, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, banyak pegawai KPK yang menangis setelah revisi Undang-Undang KPK disahkan DPR.
Laode mengatakan, para pegawai KPK merasa sedih dan kecewa karena revisi UU KPK akan mengubah hal-hal yang dinilai fundamental dalam lembaga antirasuah itu.
"Karyawan KPK agak gloomy dan terus terang banyak yang menangis karena tiba-tiba rumahnya berubah secara fundamental," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (19/9/2019).
Laode pun menganologikan revisi UU KPK renovasi rumah.
Ia menyebut, KPK adalah rumah yang dihuni pegawai KPK yang tiba-tiba direnovasi oleh orang lain tanpa persetujuan orang yang tinggal di rumah tersebut.
Sang perenovasi, kata Laode, juga tidak menjelaskan hal-hal apa saja yang akan direnovasi dan meminta si penghuni rumah untuk mau tidak mau menerima hasil renovasi.
"Nanti renovasinya seperti apa atau saya ganti dengan rumah baru, enggak usalah (tahu). Nanti kita bikin renovasi, nanti kamu tinggal di tempat yang baru," ujar Laode menggambarkan proses revisi UU KPK.
Baca: Hutan Terbakar, Harimau Sepanjang 3 Meter Bertapak 12 Cm Muncul di Jambi, Warga Diminta Hati-hati
Baca: Kapolda Sumut Lantik 5 Kapolres di Jajaran Polda Sumut, Ini Daftar Nama-namanya
Kesedihan para pegawai KPK itu memang terlihat dalam aksi pada Selasa (17/9/2019) malam.
Saat itu, para pegawai tampak menitikan air mata saat mengikuti aksi menanggapi disahkannya revisi UU KPK tersebut.
Namun demikian, Laode menegaskan, KPK tetap menjalankan tugas-tugasnya seperti biasa selepas revisi UU KPK.
"Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tetap berjalan. Semoga tidak ada kendala yang banyak," kata Laode. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Revisi UU KPK, Koalisi Masyarakat Sipil Kirim Surat ke PBB" dan "Laode: Banyak Pegawai KPK Menangis karena Revisi UU KPK"