Mahasiswa USU Meninggal Terjangkit Difteri, Dirawat di RS USU dan Dirujuk ke RSUP H Adam Malik. .
Mahasiswa USU meninggal terjangkit difteri, sempat mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik
Penulis: Ayu Prasandi | Editor: Hendrik Naipospos
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Mahasiswa USU meninggal terjangkit difteri, sempat mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik.
Kondisi mahasiswi USU atas nama Nurul Arifah Ahmad Ali saat datang ke RSUP H Adam Malik dalam kondisi lemah dengan leher membengkak.
Mahasiswi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sumatera Utara (USU) tersebut dirawat di RSUP H Adam Malik setelah mendapatkan rujukan dari Rumah Sakit USU pada tanggal 19 September 2019 sekitar pukul 18.30 WIB.
“Sebenarnya saat pertama kali masuk, belum confirm pasiennya menderita difteri, jadi kami masih sebut suspect difteri karena hasil swab dari Jakarta belum keluar hasilnya,” ujar Kasubbag Humas RSUP H Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak, saat dihubungi Tribun Medan, Selasa (24/9/2019).
Ia menjelaskan, hanya saja, secara klinis memang kondisi pasien yang merupakan warga negara Malaysia tersebut sudah mengarah ke difteri.
“Sejak tanggal 13 September pasien sudah punya keluhan demam, sewaktu masih berada di Kuala Lumpur. Kemudian dia kembali ke Indonesia dan tanggal 17 September berobat ke RS USU dan langsung rawat inap. Karena kondisinya tidak membaik, dirujuk ke RSUP H Adam Malik pada tanggal 19 September 2019,” jelasnya.
Ia menerangkan, ketika sampai di RSUP H Adam Malik, kondisi mahasiswi berusia 20 tahun tersebut lemah, sesak napas dan leher bengkak.
“Di RS Adam Malik, pasien langsung dirawat di ruang isolasi. Penanganan terhadap pasien suspect difteri langsung dilakukan, diberikan obat, terapi cairan, pengambilan sampel swab hidung dan tenggorokan,” terangnya.
Ia menuturkan, kondisi pasien pada tanggal 20 September yaitu mulut sulit dibuka, tidak bisa menelan, kondisi lemah, dan leher sebelah kiri bengkak.
“ RSUP H Adam Malik juga telah memberikan Anti Difteri Serum (ADS) kepada mahasiswi semester 5 tersebut,” tuturnya.

Anak Togu Simorangkir terjangkit difteri
Anak penggiat literasi Sumatera Utara Togu Simorangkir bernama Bumi Simorangkir juga pernah terjangkit difteri.
Kejadian ini terjadi pada Februari 2018.
"Urgent. Dibutuhkan ADS (anti -difteri serum) segera. Di Medan kosong. Kerongkongan Bumi menyempit. Aku ngga mau kerongkongan Bumi dilubangi agar dia bisa bernafas. Siapa pun kalian, tolong aku, please."
Pesan Togu Simorangkir di atas diunggah pada media sosial Facebook miliknya, Jumat (2/2) pukul 10.29 WIB.
Saat dijumpai wartawan Tribun Medan, Togu Simorangkir tampak berdiri lemah.
Ia memandangi putra keduanya bernama Bumi Simorangkir, usia sekitar lima tahun.
Bumi didiagnosa mengidap difteri.
Meski menjadi suspect difteri, Bumi, pihak rumah sakit tidak langsung diberikan Anti-Difteri Serum (ADS).
Pihak RSUP Adam Malik tidak memberikan ADS karena tidak tersedia di rumah sakit.
Bumi menjadi pasien di RSUP Adam Malik, setelah dirawat di RS Vita Insani Pematang Siantar.

Mengenai penyakit difteri, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyebut, pasien yang sudah terkena difteri tidak bisa ditangani lagi dengan vaksin.
Pasien tersebut harus diberikan anti-difteri serum (ADS) yang harganya mencapai Rp 4 Juta.
"Bilamana sudah terkena, tidak bisa vaksin tetapi dengan antidifteri serum atau ADS. Kalau saya hitung, satu pasien yang terkena difteri ini kami harus mengeluarkan ADS itu seharga 4 juta," kata Nila di SMA Negeri 33 Jakarta, Jalan Kamal Muara, Jakarta Barat.
Nila mengakui, Indonesia belum mampu memproduksi Anti-Difteri Serum (ADS), yakni obat difteri paling efektif yang stoknya memang masih jarang.
Biaya pengadaan ADS cukup tinggi, yakni Rp 4 juta untuk satu pasien. Ia juga belum bisa memastikan BPJS kesehatan mampu memfasilitasi kebutuhan ADS.
"Ini kita belum tahu siapa yang akan bertanggung jawab. Apakah BPJS akan membayar, masih harus kita perhitungkan kembali karena ini kejadian luar biasa dan harus kita pikirkan perhitungannya," kata Nila.
(pra/tribun-medan.com)