Korban Dianiaya hingga Kepala Bocor Oleh Oknum ASN, Kasusnya Berubah jadi Tipiring
mendesak Majelis Hakim PN Medan untuk menolak kasus penganiayaan berubah menjadi kasus tindak pidana ringan (Tipiring).
Penulis: Victory Arrival Hutauruk |
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Hal yang tak biasa terjadi terhadap korban penganiayaan hingga dirawat 4 hari di Rumah Sakit bernama Muhammad Nur (32) karena kasusnya dijadikan tindak pidana ringan (tipiring).
Hal ini janggal karena tersangka yang merupakan oknum aparatur sipil negara (ASN) bernama Dody Piter Pangaribuan awalnya dikenakan Pasal 351 Ayat 2 KUHPidana dimana ancaman pidana selama 5 tahun.
Kuasa Hukum Korban, Rumintang Naibaho dan Torang Manurung dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Kantor Peradi Medan mendesak Majelis Hakim PN Medan untuk menolak kasus penganiayaan berubah menjadi kasus tindak pidana ringan (Tipiring).
"Pasalnya, Pedagang perangkat ponsel ini dipukul tersangka Dody Piter Pangaribuan, dibagian kepala dengan batu hingga bocor mengeluarkan darah dan harus dijahit hingga dirawat selama 4 hari," ungkap Rumintang kepada Tribun di Kantor Peradi Medan, Jalan Sei Rokan, Rabu (2/10/2019).
Ia juga meminta agar Hakim mengembalikan berkas tersebut kepada Polsek Medan Timur agar dilengkapi dan dijadikan tindak
"Kami meminta kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Medan untuk menolak Pasal 351 Ayat 2 KUHPidana yang diajukan pihak Polsek Medan Timur menjadi perkara Tipiring. Dan meminta agar berkas dikembalikan kepada Polsek Medan Timur untuk diproses kembali menjadi perkara tindak pidana biasa," tuturnya.
Rumintang juga meminta Kejari Medan agar memproses berkas perkara ini dari Polsek Medan Timur.
Ia juga mendesak agar kekurangan berkas untuk dilengkapi pihak kepolisian agar memenuhi unsur Pasal 351 Ayat 2 KUHPidana sehingga berkas menjadi P-21.
Sebab katanya, kliennya mendapat surat dari Polsek Medan Timur perihal pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) dengan nomor B/105/VII/2019, yang menyatakan berkas itu dikembalikan JPU karena belum lengkap (P-19) pada 11 Juli 2019.
"Tetapi, anehnya pengembalian berkas tanpa menyampaikan kekurangan mana yang harus dilengkapi, Padahal pasal tersebut jelas ancaman hukumannya lima tahun penjara. Barang bukti batu dan video serta hasil visum tindakan penganiayaan yang dilakukakan terdakwa sangat jelas dan sudah diserahkan ke kepolisian," beber Rumintang.
Lebih lanjut, ia menyebutkan kliennya kembali mendapat surat dari Polsek Medan Timur, terkait SP2HP sudah kembali dikirim ke JPU Kejari Medan dengan nomor B/742/VI/2019. Tanpa memberikan penjelasan kasus tersebut apakah sudah P-21.
Namun yang lebih mengherankan, tiba-tiba kliennya pada 26 September 2019 pukul 20.15 mendapat surat dari Polsek Medan Timur, yang isinya untuk datang ke Pengadilan Negeri Medan untuk menjadi saksi korban pada Jumat, 27 September 2019.
"Pihak kepolisian berusaha untuk menjadikan perkara Aq menjadi perkara tipiring. Hal ini dapat dilihat dari panggilan kepolisian dan langsung disidangkan. Padahal, kasus ini tidak dapat dijadikan tipiring, karena ada korban dan mendapat perawatan di rumah sakit selama tiga, akibat kepala korban dipukul dengan batu blok," tegasnya.
Sebelumnya, Korban Muhammad Nur menceritakan kronologis penganiayaan tersebut. Tepatnya, pada 1 April 2019 pagi hari, korban hendak membuka tokonya di Jalan Kapten Muchtar Basri, Medan Timur.
Sedangkan terdakwa Dody Piter Pangaribuan hendak memarkirkan mobilnya teoat di depan toko itu.
"Saya disitu pun meminta beliau agar tidak parkir di depan toko saya karena akan menghalangi pembelikan. Tapi terdakwa keberatan atas permintaan saya itu, jadi disitu terjadi perdebatan yang lalu terdakwa mengambil batu lalu memukulkan saya hingga berdarah," tuturnya.