Kisah Anggota PKI Tak Mempan Ditembak Saat Eksekusi, Akhirnya Tewas karena Ucapan Satu Kata Ini
Peristiwa tak masuk akal atau mistis mewarnai rangkaian penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) puluhan tahun silam.
Kisah Anggota PKI Tak Mempan Ditembak Saat Eksekusi, Akhirnya Tewas karena Ucapan Satu Kata Ini
TRIBUN MEDAN.com - Peristiwa tak masuk akal atau bersifat klenik mewarnai rangkaian penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) puluhan tahun silam.
Satu dia antaranya, kejadian aneh saat anggota TNI melaksanakan eksekusi mati anggota PKI di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Saat itu, salah satu anggota PKI tak mempan ditembak.
Dikutip dari Sosok.id, setelah PKI melakukan pemberontakan yang pertama, pemerintah mengerahkan TNI untuk memberantasnya
Salah satunya adalah mengerahkan Divisi Siliwangi untuk menggulung kekuatan PKI di Madiun dan sekitarnya.
Divisi Siliwangi lantas memburu semua simpatisan PKI di Madiun.
Pada 30 September 1948, Madiun berhasil dikuasai lagi oleh TNI.
Mengutip buku 'Perintah Presiden Sukarno: Rebut Kembali Madiun', sayap PKI yakni Front Demokratik Rakyat (FDR) juga dilibas oleh Divisi Siliwangi.
Para simpatisan PKI itu lari tunggang langgang, sembunyi di daerah-daerah sekitar Madiun.
Namun tetap saja mereka berhasil ditangkap oleh TNI dan diadili.
Gerakan Divisi Siliwangi dilanjutkan ke Blora, karena anggota PKI pelarian dari Madiun banyak yang sembunyi di sana.
Baca: Jakarta Travel Fair 2019 Hadirkan Paket Perjalanan Wisata Murah Khusus Warga Medan
Baca: Teka-teki Darah Wiranto Usai Ditikam Akhirnya Terkuak, Ini Penjelasannya
Ada suatu kejadian aneh dan di luar nalar ketika Batalyon Kala Hitam Divisi Siliwangi mendapati seorang anggota PKI yang tertangkap.
Anggota PKI itu sama sekali tak menunjukkan kegentaran. Padahal, ia tengah menjalani proses eksekusi mati.
Di tengah alun-alun Blora, tawanan tersebut ditembak tepat di keningnya.
Namun, ia tak mati.
Mayor Kemal Idris yang menjadi komandan Batalyon Kala Hitam bingung mendapati hal ini.
Seorang komandan peleton (Danton), anak buah Mayor Kemal Idris, lantas bertanya.
"Ada apa Mayor?"
"Itu tawanan minta mati," tukas Kemal.
Danton tersebut lantas mengambil pistol dan mengarahkannya kepada si tawanan.
Ia lalu menempelkan pistol itu tepat di kening tawanan tersebut.
"Klik-klik"
Pistol sama sekali tak bisa menyalak, padahal peluru masih penuh.
Baca: Usai Bertemu SBY Bahas Masuk Kabinet, Kini Jokowi Undang Prabowo ke Istana
Baca: Buronan Veronica Bertemu Komisioner HAM PBB di Australia, Beber Masalah Papua dan Demo Mahasiswa
Dua kali Danton mengulanginya, namun hasilnya tetap sama. Pistol itu tak mau meletus.
"Kamu punya ilmu ya?" tanya sang Danton.
"Tidak.." seloroh anggota PKI yang jadi tawanan tersebut.
Kali ini pistol dikokang dan ditempelkan lagi ke kening tawanan.
Pelatuk ditarik dan Dorr!
Sejurus kemudian tawanan terjengkang ke belakang langsung roboh mati.
"Rupanya, jawaban "Tidak" dari sang jagoan merupakan kunci pelepasan ilmu kebalnya sehingga dia mati sesuai permintaannya…" ungkap Mayjen TNI (Purn) Rachwono yang ikut dalam Batalyon Kala Hitam saat menggulung sisa-sisa kekuatan PKI Madiun seperti dikutip dalam dokumen pribadinya.
Baca: Jokowi Umumkan Nama Menteri Usai Pelantikan, Prof LIPI Sebut 4 Nama yang Layak Dipertahankan
Baca: Walikota Diikat di Truk Lalu Diseret oleh Warga karena Ingkar Janji Kampanye
Dukun PKI Kebal Senjata dan Peluru
Kejadian tak jauh berbeda dialami pasukan Kopassus yang diterjunkan untuk menumpas salah satu simpatisan PKI yang terkenal sebagai dukun
Dikutip dari buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" karya Hendro Subroto, Kopassus terpaksa menggunakan cara kekerasan untuk menghentikan dukun PKI itu
Seperti diketahui, berkobarnya tragedi G30S/PKI yang menculik para jenderal pada 30 September 1965, memang berbuntut panjang.
Satu di antaranya adalah perburuan terhadap mereka yang dianggap sebagai anggota maupun simpatisan PKI.
Perburuan dan penangkapan itu dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia yang diduga sebagai basis PKI.
Saat itu pada tahun 1967, perburuan terhadap simpatisan dan anggota PKI dilakukan di kawasan yang terletak antara Cepu dan Ngawi.
Kopassus hendak menumpas simpatisan PKI yang bernama Mulyono Surodihadjo alias Mbah Suro.
Mbah Suro merupakan seorang mantan lurah yang dibebastugaskan akibat kesalahannya sendiri.
Setelah lengser sebagai lurah, Mbah Suro membuka praktik sebagai dukun yang mengobati orang sakit.
Namun, belakangan beredar kabar kalau Mbah Suro juga dikenal sebagai dukun kebal, hingga ia disebut sebagai Mbah Suro atau Pendito Gunung Kendheng.
Pergantian nama baru menjadi Mbah Suro juga diikuti dengan perubahan penampilannya seperti memelihara kumis tebal, dan rambut panjang.
Mbah Suro melakukan berbagai kegiatan yang berbau klenik, dan menyebarkan kepercayaan Djawa Dipa.
Mbah Suro juga sering memberi jampi-jampi atau mantera dan air kekebalan kepada para muridnya.
Banyak pengikutnya yang percaya, diri mereka telah menjadi kebal terhadap senjata tajam dan senjata api.
Melihat Mbah Suro telah ditunggangi oleh PKI, panglima Kodam VII/Diponegoro memerintahkan untuk menutup padepokan tersebut.
Baca: Penusuk Wiranto Disebut Alumnus USU, Tapi Namanya Tidak Ada di Sistem Informasi Akademik
Baca: Saat Wiranto Ditikam, Hanum Rais Ngetwit Sebut Settingan, Akhirnya Putri Amien Rais Dipolisikan
Menurut Hendro, penutupan itu terpaksa dilakukan melalui jalan kekerasan.
"Pangdam terpaksa memerintahkan agar penutupan dilakukan dengan jalan kekerasan, karena segala upaya jalan damai yang ditempuh telah menemui jalan buntu," tulis Hendro dalam bukunya
Akhirnya, Kodam VII/ Diponegoro beserta satu Kompi RPKAD (sekarang Kopassus) di bawah pimpinan Feisal Tanjung menyerbu padepokan Mbah Suro.
Mbah Suro pun berhasil ditaklukkan dalam penyerbuan itu. (*)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Kejadian Aneh Saat TNI Tangkap Anggota PKI di Blora, Tak Mempan Ditembak hingga Ucap 1 Kata ini