AKHIRNYA Anggota DPR RI Fraksi PDI-P Johan Budi Angkat Bicara soal UU KPK, Akui Tidak Berkualitas

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Johan Budi akhirnya angkat bicara soal Undang-Undang KPK hasil revisi yang menuai polemik di masyarakat.

Editor: Juang Naibaho
kompas.com
Anggota DPR RI periode 2019-2024 dari fraksi PDI Perjuangan Johan Budi barpose sebelum mengikuti pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019). 

TRIBUN MEDAN.com - Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Johan Budi akhirnya angkat bicara soal Undang-Undang KPK hasil revisi yang menuai polemik di masyarakat.

Johan Budi mengakui UU KPK merupakan satu contoh produk UU tidak berkualitas.

Makanya, kata Johan Budi, UU itu menimbulkan gejolak di masyarakat. Ada yang pro dan banyak pula yang kontra

Hal itu diungkapkan Johan Budi di acara Satu Meja KompasTV, Minggu (13/10/2019).

Menurut dia, UU yang berkualitas ialah UU yang diterima dengan baik oleh masyarakat karena menyuarakan aspirasi publik.

“Yang berkualitas ialah UU yang tidak banyak menimbulkan pro dan kontra dan UU yang berkualitas ialah menyuarakan aspirasi masyarakat,” kata mantan Juru Bicara KPK itu.

Ia sepakat bahwa UU KPK masuk ke dalam katagori UU tidak berkualitas karena memunculkan banyak penolakan hingga unjuk rasa.

“Ada sebagian masyarakat yang turun ke jalan untuk menolak UU tersebut artinya pembahasan UU ini angkut-angkut bermasalah karena didemo oleh masyarakat,” jelas Johan Budi.

Baca: BREAKING NEWS, Seorang Pekerja Terjatuh saat Perbaiki Kanopi Hotel Soechi

Baca: Setelah Nyinyiri Penikaman Wiranto, Hanun Rais Absen di Paripurna DPRD Jogja, sang Adik Ungkap Ini

Baca: Istri Kopda BD Nangis Diperiksa soal Postingan Nyinyir, Dandim Ini Ikut Antar Berkas WW ke Polisi

Oleh karenanya, menurut Johan Budi, hal itu harus menjadi evaluasi dari DPR RI periode 2019-2024. Di mana penyusunan UU harus mengacu pada kualitas, bukan hanya kuantitas.

Meski demikian, hal itu tidak dapat dikerjakan oleh DPR RI saja.

Sebab, hakikatnya pemerintah memiliki andil besar dalam membuat undang-undang bersama DPR.

“Kalau baca di konstitusi beban membuat UU ada di pemerintah juga, jadi tidak bisa dipisahkan juga,” kata Johan.

Diberitakan Kompas.com sebelumnya hasil survei Lembaga Survei Indonesia ( LSI) menunjukkan bahwa mayoritas atau sebanyak 60,7 persen responden mendukung demonstrasi mahasiswa beberapa waktu lalu yang salah satunya menolak UU KPK hasil revisi.

Hal itu dipaparkan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam paparan rilis temuan survei Perppu UU KPK dan Gerakan Mahasiswa di Mata Publik di Erian Hotel, Jakarta, Minggu (6/10/2019).

"Mayoritas 60,7 persen menyatakan mendukung demonstrasi mahasiswa tersebut.

Baca: Irma Nasution Dilaporkan ke Polisi karena Nyinyiri Penusukan Wiranto, 52 Pengacara Siap Bantu

Baca: Gembong Narkoba Paling Kejam, Nemesio Ruben Oseguera Cervantes Tega Bunuh Perempuan dan Anak-anak

Hanya 5,9 persen yang menyatakan menentang demonstrasi tersebut khususnya menyangkut revisi UU KPK. Selebihnya netral, 31 persen," kata Djayadi dalam paparannya.

Dalam survei tersebut, responden ditanya apakah mereka mendukung, tidak mendukung, atau netral terhadap demonstrasi mahasiswa yang antara lain menentang UU KPK hasil revisi.

Sebelum ditanya soal demonstrasi mahasiswa yang juga menolak UU KPK hasil revisi, pada awalnya ada 1.010 responden yang ditanya, apakah mereka mengetahui atau mengikuti dinamika demonstrasi mahasiswa yang terjadi beberapa waktu lalu.

Hasilnya, dari 1.010 responden, sebanyak 59,7 persen mengetahui atau mengikuti dinamika demonstrasi tersebut.

Sementara, sebanyak 40,3 persen tidak mengetahui atau mengikuti dinamikanya.

Kemudian, responden yang mengetahui atau mengikuti dinamika demonstrasi mahasiswa itu kembali ditanya, apakah mereka tahu bahwa salah satu undang-undang yang ditentang mahasiswa adalah UU KPK hasil revisi.

Hasilnya, sebanyak 86,6 persen tahu bahwa salah satu undang-undang yang ditentang mahasiswa adalah UU KPK hasil revisi.

Pertanyaan kemudian mengarah pada soal dukungan responden terhadap aksi tersebut.

"Berdasarkan survei ini, publik yang tahu revisi UU KPK, publik yang tahu dengan demonstrasi mahasiswa, publik yang tahu dengan apa yang dituntut oleh demonstrasi itu, mayoritas berada di sisi mahasiswa atau masyarakat yang menentang," kata Djayadi.

Baca: Jenal Ompusunggu Ditemukan Tewas Membusuk dan Kepala Dipenggal, Berprofesi Sebagai Debt Collector

Baca: Diperiksa Kejati Sumut Terkait Kasus Korupsi, Bupati Madina Dahlan Hasan: Tanya Sama Penyidik

Ia menyimpulkan, apa yang disuarakan mahasiswa saat itu juga mewakili aspirasi publik secara luas.

"Jadi publik di posisi mendukung demonstrasi mahasiswa yang menentang revisi UU KPK tersebut.

Salah satu tuntutannya, presiden mengeluarkan perppu untuk batalkan UU KPK hasil revisi tersebut, itu juga didukung masyarakat.

Ada 76,3 persen masyarakat yang tahu, dan menyatakan presiden perlu mengeluarkan perppu," katanya.

Ia menilai, publik pada dasarnya lebih percaya kepada presiden ketimbang DPR dalam persoalan pemberantasan korupsi.

Sehingga, publik akan lebih mendukung presiden, jika berani menerbitkan perppu KPK.

"Kalau tidak menerbitkan, ada kemungkinan presiden dianggap meninggalkan kehendak rakyat, bertentangan dengan kehendak rakyat.

Dan itu tentu bertentangan dengan janji presiden sendiri, termasuk di kampanye kemarin, bahwa KPK itu harus dikuatkan, pemberantasan korupsi harus dikuatkan dan sebagainya," ujar Djayadi.

Djayadi melihat, sebagian besar masyarakat menganggap UU KPK hasil revisi berimplikasi serius pada pelemahan kinerja KPK sekaligus pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dalam survei ini, LSI mengambil responden secara acak dari responden survei nasional LSI sebelumnya pada Desember 2018 hingga September 2019 yang berjumlah 23.760 orang dan punya hak pilih. Dari total responden itu, dipilih responden yang memiliki telepon, jumlahnya 17.425 orang.

Kemudian, dari 17.425 orang tersebut dipilih sampel dengan metode stratified random sampling sebanyak 1010 orang. Responden diwawancarai lewat telepon pada 4-5 Oktober 2019.

Adapun margin of error survei ini adalah plus minus 3,2 persen. Artinya, persentase temuan survei bisa bertambah atau berkurang sekitar 3,2 persen.

Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen. Djayadi menegaskan, survei ini dibiaya secara mandiri oleh LSI.(*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Timbulkan Penolakan, Politisi PDI Perjuangan Akui UU KPK Tidak Berkualitas

Sumber: Warta kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved