Perusahaan ini Didenda Rp 261 Miliar, Terbukti Bersalah Dalam Kasus Kebakaran Hutan

Data ini pun bisa menjadi dasar untuk menyiapkan perampasan keuntungan perusahaan dari hasil kebakaran untuk pembukaan lahan di konsesi.

TRIBUN PEKANBARU / MELVINAS PRIANANDA
Helikopter Super Puma yang dikerahkan oleh Sinar Mas Forestry menjatuhkan bom air dalam upaya membantu pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Desa Bokor, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Selasa (15/3/2016). 

TRIBUN-MEDAN.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Palangkaraya mengabulkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap PT AUS.

Dalam putusan tersebut, PT AUS dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum atas kebakaran yang terjadi dilokasi PT AUS seluas 970 hektar di Katingan, Kalimantan Tengah.

Majelis hakim yang diketuai Kurnia Yani Darmono, dengan anggota Mahfudin dan Alfon, menghukum PT AUS untuk membayar ganti rugi material dan biaya pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp 261 miliar.

Putusan hakim ini lebih rendah dari gugatan yang diajukan KLHK ke perkebunan sawit tersebut sebesar Rp 359 miliar.

Berdasarkan catatan Kompas, PT AUS terkena kasus kebakaran hutan dan lahan pada 2015 dan 2019. Pada 2015, PT AUS merupakan satu dari tujuh perusahaan perkebunan yang diselidiki KLHK (Kompas, 25/9/2015).

Dalam kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 2019, PT AUS merupakan satu dari lima perusahaan asing yang ditetapkan sebagai tersangka (Kompas, 3/10/2019).

Seperti inilah gambar kebakaran hutan di Kalimantan menurut citra satelit NASA yang diambil pada 15 September 2019.
Seperti inilah gambar kebakaran hutan di Kalimantan menurut citra satelit NASA yang diambil pada 15 September 2019. (MODIS/NASA)

Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK Rasio Ridho Sani mengapresiasi putusan majelis hakim PN Palangkaraya tersebut.

”Kami melihat putusan ini menunjukkan bahwa karhutla (kebakaran hutan dan lahan) merupakan sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Pihak korporasi harus bertanggung jawab atas karhutla di lokasi mereka,” ujar Rasio dalam pernyataan tertulis KLHK, Kamis (24/10/2019).

Majelis hakim, menurut Rasio Sani, telah menerapkan prinsip in dubio pro natura, prinsip kehati-hatian, serta dalam mengadili perkara menggunakan beban pembuktian dengan pertanggungjawaban mutlak (strict liability).

”Kami sangat menghargai putusan ini,” kata Rasio.

Dia mengatakan, KLHK tidak akan berhenti mengejar pelaku kebakaran hutan dan lahan.

”Walaupun karhutla sudah berlangsung lama, akan tetap ditindak. Kita dapat melacak jejak-jejak dan bukti karhutla sebelumnya dengan dukungan ahli dan teknologi,” ujarnya.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, saat diwawancara pada 29 Agustus 2019 di Jakarta.

Rasio pernah mengatakan bahwa KLHK juga mengumpulkan data forensik digital dari citra satelit yang bisa menjadi bukti ataupun petunjuk di masa mendatang.

Hal ini bisa untuk mengungkap modus pembakaran untuk tujuan pembukaan lahan atau pun modus lainnya (Kompas, 2/10).

Data ini pun bisa menjadi dasar untuk menyiapkan perampasan keuntungan perusahaan dari hasil kebakaran untuk pembukaan lahan di konsesi.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved