Sosok Artha Silalahi, Calon Hakim Agung yang Setuju Hukum Mati Koruptor, Hidup Bergelimang Harta
Wanita berdarah Batak ini menjadi perhatian warganet karena dengan lantang menyatakan mendukung vonis hukuman mati bagi koruptor dan bandar narkoba.
Penulis: Ayu Prasandi |
"Kalau dikaitkan tadi pernyataan Ibu mematuhi segala ketentuan yang ada, bagaimana Ibu berpendapat apakah boleh kita memutus kurang dari sepertiga tuntutan jaksa?" kata Maradaman menegaskan pertanyaannya.
Artha kemudian menjawab bahwa hal itu boleh dilakukan.
"Terima kasih Pak Harahap. Boleh (hakim boleh memutuskan itu). Hakim tidak terikat pada tuntutan jaksa. Hakim itu memutus berdasarkan dakwaan, kemudian fakta di persidangan dan hasil pembuktian, tidak keluar dari situ," jawab Artha.
Menurut Artha, yang sudah diputuskan merupakan hasil musyawarah majelis hakim. Sehingga, berapa pun hasil vonisnya sudah disepakati dan diputuskan oleh majelis.
"Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman mengharuskan adanya musyawarah dan musyawarah itu berdasarkan kumpulan fakta-fakta yang sudah dipertimbangkan disertai dasar dan alasan hukum yang dibicarakan dalam musyawarah itu," ujarnya.
Namun, Mahkamah Agung (MA) saat itu memberikan penilaian lain.
"Kemudian di tingkat MA itu tetap mengatakan bahwa terdakwa Udar bersalah sehingga dihukum 13 tahun. Apakah kemudian putusan yang ibu jatuhkan itu dianggap bertentangan dengan putusan hakim kasasi? (MA)," kata Maradaman.
Artha menuturkan keputusan yang ada tidak bertentangan, melainkan hanya disempurnakan.
"Terima kasih Pak Harahap. Saya sendiri tidak menganggap itu bertentangan, tetapi diperbaiki, disempurnakan," ujar Artha.
Majelis hakim saat itu, kata dia tidak menganggap vonis yang dijatuhkan salah karena Udar bisa membuktikan harta yang dimiliki.
"Mengapa kami tidak menganggap berat, ini sedikit saja Pak Harahap, karena semua hartanya bisa dibuktikan. Kalau MA berpendapat lain itu sah-sah saja dan kami hormati putusan MA itu," tuturnya.
Maradaman tetap menegaskan dengan pertanyaan selanjutnya, yakni soal putusan yang dia buat diperbandingkan dengan putusan MA.
"Dengan adanya putusan kasasi (MA) tersebut, itu apakah ibu merasa putusan ibu itu salah?" kata Maradaman.
"Tidak, Pak. Jujur saya justru merasa putusan kasasi itu yang salah karena putusan kasasi tidak boleh menjatuhi pidana lebih dari putusan di bawahnya," ucapnya.
Maradaman lantas meminta penjelasan aturan hukum apa yang menjadi dasar pernyataan Artha itu. "Diatur di mana itu?" tanya Maradaman.