Alasan Bimbingan Perkawinan, Sebanyak 2 Juta Pengantin Baru dan 365.000 Perceraian Setiap Tahunnya

Di Indonesia, ada 2 juta pasangan pengantin baru dan 365.000 pasangan yang bercerai setiap tahunnya.

Editor: AbdiTumanggor
KOMPAS.com / ABDUL HAQ
ILUSTRASI PERKAWINAN - Mempelai pria tengah memasangkan cincin kawin ditengahi penghulu usai ijab kabul digelar antara kakek 70 tahun dengan gadis 25 tahun di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Sabtu, (22/4/2017) lalu. 

Muhadjir mengatakan, sertifikasi ini penting menjadi bekal pasangan yang hendak menikah.

Sebab, melalui kelas bimbingan sertifikasi, calon suami istri akan dibekali pengetahuan seputar kesehatan alat reproduksi, penyakit-penyakit yang berbahaya yang mungkin terjadi pada pasangan suami istri dan anak, hingga masalah stunting.

"Untuk memastikan bahwa dia memang sudah cukup menguasai bidang-bidang pengetahuan yang harus dimiliki itu harus diberikan sertifikat," ujar Muhadjir.

Muhadjir menyebut, program sertifikasi perkawinan ini baru akan dimulai tahun 2020.

Lamanya kelas bimbingan untuk setiap calon suami istri hingga akhirnya mendapat sertifikat yaitu tiga bulan.

Nantinya, Kemenko PMK juga akan menggandeng Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan program ini.

Wakil Komisi VIII Minta Menko PMK Jangan Bikin Gaduh

s
Wakil Ketua Komisi III Marwan Dasopang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019).(KOMPAS.com/Haryantipuspasari)

Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mempertanyakan rencana pemerintah yang bakal merancang program sertifikasi perkawinan sebagai salah satu syarat untuk menikah.

Marwan mengatakan, pemerintah seharusnya tidak masuk dalam ranah privat masyarakat dengan menambah persyaratan pernikahan dalam kelas pra-nikah.

"Pak Muhadjir (Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy) jangan membuat kegaduhan di Republik ini, urusan nikah sangat privat, bila sudah memenuhi syarat dari sudut keyakinan dari masing-masing orang, jangan dibuat persyaratan yang tak perlu," kata Marwan saat dihubungi Kompas.com, Jumat, (15/11/2019).

Marwan mengatakan, akan ada banyak persoalan terjadi apabila sertifikasi ini diterapkan.

Ia mencontohkan, bila ada pasangan yang tidak lulus kelas pra-nikah dan tak mendapat sertifikasi, maka dikhawatirkan akan melakukan perzinaan.

Ia juga mengatakan, tak ada jaminan dengan sertifikasi tersebut pasangan suami-istri akan terhindar dari perceraian.

"Berikutnya siapa yang menerbitkan sertifikat dan apa pertanggungjawaban atas tidak lulusnya seseorang yang menghambat pernikahan, atau lulus dan boleh menikah tapi cerai, bolehkah otoritas sertifikat di gugat," ujarnya.

Lebih lanjut, Marwan menyarankan, sebaiknya Menko PMK fokus pada program-program di bidang kebudayaan dan adat istiadat.

Menurut dia, program tersebut dapat memperkuat persaudaraan dan kekeluargaan.

"Perkuat fondasi agama, budaya dan adat istiadat yang bisa memperkuat persaudaraan dan kekeluargaan," pungkasnya.

Komnas HAM Minta Jangan Dijadikan Kewajiban

s
Ketua Komnas-HAM, Ahmad Taufan Damanik, di Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019). (Dian Erika/KOMPAS.com)

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, rencana sertifikasi perkawinan sebaiknya tidak dijadikan kewajiban terhadap pasangan yang hendak menikah.

Menurut Ahmad, sertifikasi semacam itu tidak bisa dijadikan sesuatu yang sifatnya wajib.

"Kalau (dijadikan) kewajiban itu berarti menambahkan suatu hal tertentu yang sebenarnya tidak bisa dijadikan sesuatu yang wajib. Sehingga, nanti orang komplain kalau itu dibuat jadi kewajiban," ujar Ahmad di sela-sela mengisi diskusi di Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019).

 "Saya kira lebih baik orang didorong untuk bersedia (menjalani program) dengan menjelaskan apa manfaat dari program itu, " lanjut dia.

Meski demikian, Komnas-HAM mempersilakan jika pemerintah ingin merealisasikan rencana itu.

"Silakan saja kalau pemerintah mau bikin seperti itu. Tapi sekali lagi harus jelas tujuannya. Kalau tujuannya dalam rangka supaya anak muda sebelum menikah itu memahami peran suami dan istri, peran keluarga, oke, enggak ada masalah itu," tegasnya.

Hanya saja, Komnas-HAM memberikan sejumlah syarat.

Pertama, program sertifikasi perkawinan dilakukan sepanjang tidak memberatkan calon mempelai.

Pemerintah diminta menyusun teknis yang jelas sebelum melaksanakan rencana sertifikasi perkawinan.

"Termasuk sebaiknya dibiayai oleh pemerintah. Sebab yang membuat ide adalah pemerintah sehingga harus menjadi tanggung jawab pemerintah, " tutur Ahmad.

Kedua, waktu pelaksanaan kelas pra nikah harus disepakati bersama antara penyelenggara dengan calon pengantin. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menko PMK Wacanakan Sertifikasi Perkawinan, Ini Komentar Menteri Agama Fachrul Razi" dan dengan judul "Ini Isi Materi Bimbingan Pernikahan untuk Calon Pengantin", 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved