Guru Inspiratif
Sosok Musri Lakoni Pahitnya Jadi Pendidik, Siang Jadi Guru Malam Jadi Hantu Jadi-jadian
Musri (46) seorang pria di Kabupaten Serdangbedagai, jika siang jadi guru saat malam harus rela melakoni sebagai hantu jadi-jadian
TRIBUN-MEDAN.com - Demi memenuhi kebutuhan hidupnya guru honorer di Kabupaten Serdang Bedagai harus rela menjalani dua profesi yang berbeda.
Jika siang dia memberikan pendidikan untuk murid-murid di SD Negeri 105364 di Desa Lubuk Rotan, Kecamatan Perbaungan, maka malam dia harus nyambi sebagai penyanyi 'hantu' organ tunggal.
Guru honorer di Sumut, Musri (46) mengaku hanya dibayar Rp 700 ribu sebulan setiap tiga bulan sekali.
Penghasilannya yang terbatas meski sudah melakoni profesi sebagai guru selama 20 tahun, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, Musri rela menjadi hantu jadi-jadian.
Sepuluh tahun belakangan ini dia rela berperan sebagai hantu penghibur dalam rombongan keyboard (organ tunggal) yang sering diundang pada pesta khitanan atau pernikahan di kampung-kampung.
Di Kabupaten Serdangbedagai, hiburan ini sering dikenal sebagai Keyboard Mak Lampir.
"Gaji cuma Rp 700 ribu per bulan, ya harus pintar-pintarlah cari tambahan. Job-nya itulah, jadi sundel bolong atau pocong."
"Nge-job-nya sama kawan-kawan dan sebulan minimal bisa tampil empat sampai enam kali."
"Sekali tampil bisa bergaji Rp100 ribu sampai Rp 125 ribu per orang tergantung jauh dekatnya lokasi acara," kata Musri Senin, (25/11/2019).
Musri yang mengaku merias diri sendiri untuk keperluan manggung ini telah menghibur bersama kelompoknya sampai ke Balam Pekanbaru.
Ia mengaku tidak malu melakoni pekerjaan itu.
Meski terkadang merasa profesinya sebagai guru sangat jauh dari pekerjaan sebagai penghibur Keyboard Mak Lampir, namun demi sesuap nasi ia siap untuk melakukannya.
Musri yang tinggal di Desa Kesatuan, Kecamatan Perbaungan, ini juga merasa pekerjaan sampingannya ini berguna karena dapat menghibur orang lain.
"Terkadang saya pun ikut nyanyi di keyboard. Tapi jaranglah karena lebih banyak job jadi hantu.
Walaupun pulang jadi hantu malam tapi saya usahakan jangan sampai mengganggu kerjaan jadi guru.
Menurutnya Job jadi hantu itu biasa dilakoni pada hari Sabtu dan Minggu.
Namun kalau tidak ada job jadi hantu bisa juga jadi badut.
"Lumayan juga bisa dapat Rp150 ribu sekali manggung."
"Aku enggak mencuri jadi enggak perlu malu karena aku menganggap apa yang kulakukan ini hanya sebatas menghibur dan membuat orang ketawa saja," kata Musri.
Musri mengaku belum tahu sampai kapan pekerjaan sebagai penghibur akan ia jalani.
Bapak satu orang anak ini menyebut selama ini atasan ataupun rekan-rekannya sesama guru di sekolah tidak pernah mempermasalahkan pekerjaannya sebagai penghibur.
Atasan dan rekan sesama guru memaklumi karena sama-sama tahu gaji yang didapat sebagai guru sangat kecil.
Meski pekerjaan ini masih terasa asing bagi sebagian orang, namun ia menyebut anak muridnya ataupun walimurid sudah menerima.
Bahkan mereka sering bertanya apakah ada pekerjaan manggung untuknya atau tidak.
Keluarga juga tidak pernah mempersoalkan.
"Saya dan istri sudah lama pisah. Kalau anak saya ada satu, tapi dia ikut dengan mamaknya di Medan," katanya.
Pada Hari Guru ini Musri berharap agar pemerintah bisa lebih memperhatikan kesejahteraan guru honorer.
Ia menyebut sempat mencoba seleksi K II dan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (P3K,) namun pada saat itu ia belum beruntung.
(dra/tribun-medan.com)