Mengulik Prostitusi di Kota Manado Sulawesi Utara, Untuk Menyambung Hidup hingga Membiayai Pacar
Menyibak Prostitusi Daring (daring adalah dalam jaringan), terhubung melalui jejaring komputer, internet - media sosial- , dan sebagainya) di Kota Ma
Menyibak Prostitusi Daring (daring adalah dalam jaringan, terhubung melalui jejaring komputer, internet - media sosial- , dan sebagainya) di Kota Manado, Sulawesi Utara.
////
T R I B U N-M E D A N . C O M - Bagi warga Manado, fungsi lain dari Taman Kesatuan Bangsa (TKB) yang dijadikan sebagai lokasi transaksi prostitusi ilegal sudah merupakan hal biasa.
Ya, memang sudah jadi rahasia umum kalau TKB yang berada di Jalan Dotulolong Lasut, Pinaesaan, Kec. Wenang, Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut), itu kerap dijadikan lokasi transaksi prostitusi.
Pantauan Tribunmanado.co.id (Grup Tribun-Medan.com), banyak aktivitas masyarakat di sekitar area taman tersebut.
Ada yang berjualan di toko-toko, pedagang kaki lima sampai ramainya lalu lalang angkot biru (mikro) dengan musik kerasnya menambah riuh suasana taman di pusat Kota Tinutuan itu.
Terpantau, di malam hari, lokasi ini menjadi tempat mangkal pekerja seks komersial (PSK) atau lokasi prostitusi ilegal.
Seorang tukang arloji yang ditemui seolah eggan berkomentar terkait prostitusi tersebut.
"Tanya yang lain aja mas," ucapnya.
Ilustrasi prostitusi (net)
Tribun pun coba menanyakan ke pedagang lain.
Sampailah di tempat jualan sepatu.
"Saya baru mas jadi karyawan di sini dan saya kurang tahu tentang transaksi prostitusi di TKB," ujar pria asal Gorontalo itu.
Ia menambahkan, tidak masalah tentang hal itu asalkan tidak saling mengganggu.
Narasumber lain membenarkan soal fungsi lain soal Taman Kesatuan Bangsa (TKB).
"Kalau saya tahu mas tentang transaksi prostitusi di sini, namun tidak masalah asalkan tidak mengganggu saya berjualan," kata pedagang bakso yang berjualan dari sore hingga sekira pukul 10.00 Wita itu.
Penjaja bakso asal Jawa itu menambahkan, dari malam habis isya itu sudah ada.
Bahkan semakin malam semakin ramai dengan aktivitas transaksi itu dan sampai lewat tengah malam masih ramai di TKB.
Prostitusi yang sudah berjalan lama di kawasan Taman Kesatuan Bangsa (TKB) Kota Manado rupanya tidak banyak mengganggu warga sekitar.
Salah satunya Aris, pedagang bakso di pinggir TKB merasa tidak ada masalah dengan hal tersebut.
"Yang penting tidak merugikan jualan saya," ujar pedagang asal Pemalang ini.
Ia mengaku tak pernah diganggu oleh penyedia jasa maupun pelanggan.

Suasana di TKB Manado (tribun manado / Dewangga Ardhiananta)
"Orang di sini baik-baik, toleransinya tinggi, jadi saya pun tidak mau mengganggu," tambahnya.
Menurut penuturan Aris, pada saat siang dan sore haripun ada Satpol PP yang membantu menertibkan lingkungan.
TKB memang dikenal prostitusinya yang sudah beroperasi sejak lama.
Meski begitu, rupanya tidak semua masyarakat terganggu dengan hal tersebut.
Pengakuan Gadis di TKB Jual Diri: Sambung Hidup hingga Biayai Pacar
‘Terlalu cantik untuk bekerja’.
Persis begitulah klaim salah seorang gadis muda berparas cantik yang penghuni kawasan TKB sebut saja namanya Indi (20), namanya disamarkan.
Saat berbincang dengan Tribun, awalnya Indi tampak cuek.
Ia mengenakan celana ketat coklat dan kaus tangan panjang bergaris, ia mengarungi kehidupan malam itu.
Bibirnya merona, alis tampak bergaris dengan rapi.
Ia memegang botol kecil minyak yang sesekali dicium.
Pandangan matanya liar.
Melihat ke mana-mana, memerhatikan sekeliling TKB.
Seperti sedang mencari sesuatu.
Beberapa lelaki menyapa, ia membalas dengan senyum simpul.
Saat Tribun menyapa, ia seketika berhenti.
Ia mengambil tempat duduk di TKB.
Saat ditanyakan sedang apa di TKB, dengan polos Indi mengaku sedang mencari tamu.
Gadis cantik ini mengaku menjadi seorang wanita panggilan yang biasanya mangkal di TKB dan sekitaran Pasar 45 Kota Manado.
Ia mengaku, rata-rata yang melakukan pekerjaan tersebut adalah wanita dari luar Kota Manado yang berindekost di seputaran sana.

ilustrasi wanita menjajakan diri (AFP)
Ia mengaku, melakukan kegiatan yang rutin setiap malam.
Indi mulai mencari tamu pukul 19.00 hingga tengah malam (part time).
Ia mengaku paling sedikit bisa dapat Rp 200 ribu.
Namun, katanya, tak tentu juga sampai pukul berapa.
"Kalau sudah ada, saya langsung berkumpul dengan teman-teman. Kalau tidak, tunggu sampai tengah malam," ucap Indi polos.
Tak setiap malam Indi mendapat tamu.
Kadang meski telah berdandan cantik, tak ada sepeserpun rupiah yang masuk ke kantongnya.
Bayarannya kadang Rp 100 ribu, kadang pula Rp 200 ribu.
"Saya terpaksa jadi PSK untuk makan," demikian pengakuannnya.
Mirisnya, bukan ia yang memegang uang dari hasil menjajakan dirinya, tapi pacarnya.
Pacarnya menunggu tidak jauh dari lokasi tempat Indi mangkal.
Setiap tamu yang memakai jasa Indi, tentu sang pacar tahu.
Jadi Indi mengaku, tidak berbohong sama pacarnya soal jumlah tamu yang didapatkannya.
Setiap uang dari tamu yang didapatkan, langsung diambil kekasihnya, begitu sudah selesai melayani tamu.
Katanya, uang yang diapatnya untuk ongkos hidup bersama pacarnya di Manado.
Indi tak ingat jelas kapan keluar dari rumah.
Ia mengaku berasal dari daerah Tondano, Minahasa.
Sebulan sekali pulang untuk menjenguk ibu dan enam saudaranya.
Indi mengaku tujuh bersaudara.
Indi adalah anggota kelompok yang menamakan diri Amitater.
Atau singkatan dari anak miskin tapi terdidik.
Entah kenapa kelompok yang beranggotakan sekitar 20 orang ini menamakan diri Amitater.
Padahal rata-rata dari mereka putus sekolah.
Sehari-harinya, anak-anak ini hanya tidur di emperan toko di kawasan Pasar 45 Manado.
Mereka pergi ke Jarod jika ingin buang air dan mandi.
Jika waktu telah siang, mereka mulai berkumpul di Tugu Lilin hingga tengah malam.
Setiap hari dengan rutinitas yang sama.
Ilustrasi porstitusi (net)
Sebelumnya, beberapa waktu lalu juga, tribunmanado.co.id, bertemu dengan Titin, seorang anggota kelompok ini di Tugu Lilin.
Ia tampak pucat, tak sanggup berjalan cepat.
Sambil menahan sakit, ia berjalan memegang pinggangnya.
Titin (27) rupanya baru keluar rumah sakit, karena keguguran.
Baru keluar siang itu.
Saat itu kelompok ini menjalankan kartu sumbangan untuk membayar biaya rumah sakit.
Titin tak punya kartu tanda penduduk (KTP), apalagi BPJS Kesehatan.
Ia dan pacarnya, yang juga anggota kelompok tak punya uang untuk bayar rumah sakit di RSUP Kandou Malalayang.
Titin dan pacarnya belum menikah, tapi terlanjur hamil, namun pada akhirnya keguguran.
Titin memperlihatkan tagihan rumah sakit sebesar Rp 515 ribu.
Atas dasar satu rasa, satu hati, anggota kelompok ini menjalankan kartu sumbangan demi memenuhi tagihan rumah sakit.
Namun Titin tak bisa menjelaskan kenapa ia sudah keluar rumah sakit, sementara tagihan belum bayar. Dan ia pun masih terengah-engah berjalan.
"Katanya pacar saya akan ditahan, kalau belum bayar," ujar dia waktu itu.
Titin adalah warga Poigar, Minahasa Selatan.
Sudah beberapa bulan terakhir ia jadi anggota kelompok dan hanya tidur di emperan toko di Pasar 45.
Ia rela meninggalkan keluarganya demi hidup di Manado bersama kelompok ini.
"Dia sudah baikan tapi masih pemulihan kondisi," ujar Indi saat Tribunmanado.co.id menanyakan kondisi Titin sekarang.
Pria bernama Opo, pemimpin kelompok Amitater mengatakan sudah beberapa waktu ia mengumpulkan anggotanya Amitater.
Anggota kelompok ini datang dari berbagai daerah seperti Minahasa, Bolmong, Bitung dan daerah lainnya.
Opo mengaku menerima siapa saja yang mau bergabung dengan kelompok mereka.
Opo mengaku adalah korban kapal pamboat yang hilang, lalu akhirnya berhasil diselamatkan.
Ia memutuskan tak lagi melaut, dan hidup bergelandangan di Manado.
Beberapa dari anggota kelompok laki-laki mengaku menjadi tukang parkir untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Biasanya jadi tukang di Pasar 45. Mereka sering berkumpul berkelompok di Tugu Lilin.
Sementara dari penelusuran tribunmanado.co.id, pada malam hari para anggota kelompok perempuan menjadi PSK, seperti Indi.
Uang yang didapat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam kelompok ini rata-rata saling berpasangan.
Kenangan ‘Pagar Besi’ Masih Membekas
Jam menunjukan pukul 19.45 Wita.
Malam itu begitu ramai.
Ibu Ivon dan anaknya Dei (8), warga Wonasa Kapleng tampak asyik santai di Taman Kesatuan Bangsa, Kota Manado untuk berakhir pekan itu.
Ivon dan anak perempuannya itu duduk di tengah taman.
Menghadap atraksi air mancur berwarna-warni.
Semburan air ini seiring dengan instrumen lagu yang terdengar di seantero taman.
"Saya sedang menunggu suami saya lagi di tempat jahit," ucapnya saat ditemui tribunmanado.co.id.
Ivon mengaku baru kali itu ia duduk menikmati suasana TKB. Padahal ia sendiri warga Manado.
Meski begitu, Ivon enggan duduk di situ sampai malam. Ada ketidaknyamanan.
Suasana TKB yang berubah membuat Ivon mau duduk bermenit-menit di situ.
Banyak lampu, ada tempat duduk, ada hiburan. Sudah jauh lebih tertata.
"Sebelumnya gelap, juga kan terkenal dengan tempat mangkal PSK. Ini saja kalau sudah di atas pukul 10 malam (22.00), sudah mereka semua di situ," ucapnya.
Ivon dan Dei hanya dua di antara puluhan warga yang menikmati suasana TKB saat malam.
Jauh berbeda dari kondisi sebelum dipugar.
Tampak sejumlah keluarga, beserta anak-anak mereka nongkrong di TKB ini.
Ada yang asik berfoto-foto ria berlatar belakang antraksi air mancur.
Ada punya yang nekat berada di tengah-tengah air mancur, demi mendapat foto bagus. Bahkan ada rest area yang di situ ada toilet dan nursery room.
Kondisi ini jauh berbeda dengan kondisi TKB sebelumnya.
Gelap dan memberi stigma tak baik di masyarakat yakni tempat berkumpulnya PSK dan tempat transaksi. Banyak orang enggan ke sini.
Pemugaran TKB oleh pemerintah perlahan mulai menghilangkan stigma TKB itu tempak esek-esek.
Warga sudah mau menghabiskan waktu di TKB dengan suasana baru yang penuh hiburan.
Namun para PSK belum benar-benar bisa langsung hilang di kawasan ini.
Belum tengah malam, sudah tampak beberapa PSK yang nongkrong di situ.
Seperti pertemuan Tribun dengan Indy (bukan nama sebenarnya).
Stigma TKB (dulunya pagar besi) tempat PSK belum hilang sama sekali.
Wanita yang berjalan sendiri dan duduk di kawasan ini akan dikira PSK juga.
Ada pandangan dari pria yang bisa jadi memang mencari mangsa di situ.
Kasatpol PP Manado, Xaverius Runtuwene mengatakan lokasi tempat mangkal pekerja seks komersial di Kota Manado ada di jalan Boulevard, depan blue banter, Tugu Lilin serta TKB.
"Jalan Sarapung, tempat mangkal waria masih ada. Tapi mereka rupanya pindah di Kubur Borgo, di situ kan gelap," ujarnya.
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Manado sebenarnya telah berulang kali merazia tempat prostitusi di Manado. Namun rupanya para pelaku tak jera.
"Kami razia, kami tangkap, kami lakukan pembinaan. Itu rutin kami lakukan. Tapi setelah kami lepas, mereka kembali lagi," ujar Kasatpol PP Manado, Xaverius Runtuwene.
Xaverius mengaku petugas sering kucing-kucingan dengan pelaku prostitusi ini.
Mereka seakan sudah tahu kalau ada petugas, di lokasi razia senyap.
Tidak sedikit juga dari PSK menjajakan diri dari daring.
(Tribunmanado.co.id/Ind/Nga/Fit/Fin)
Artikel ini sebelumnya telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul MENYUSURI TKB Manado Malam Hari, Taman yang Jadi Lokasi Prostitusi Ilegal : Orang di Sini 8 Huruf,