BEDA PDI P Akhirnya Bilang KPK Bukan OTT Wahyu Setiawan, Tanggapan Kuasa Hukum, Yasonna dan Hasto
BEDA PDI P Akhirnya Bilang KPK Bukan OTT Wahyu Setiawan, Tanggapan Kuasa Hukum, Yasonna dan Hasto
BEDA PDI P Akhirnya Bilang KPK Bukan OTT Wahyu Setiawan, Tanggapan Kuasa Hukum, Yasonna dan Hasto
T R I B U N-MEDAN.com - BEDA PDI P Akhirnya Bilang KPK Bukan OTT Wahyu Setiawan, Tanggapan Kuasa Hukum, Yasonna dan Hasto.
//
Wakil Koordinator Tim Kuasa Hukum DPP PDI Perjungan Teguh Samudra menilai kasus dugaan suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang ditangani KPK bukanlah Operasi Tangkap Tangan (OTT).

• Sehari Sebelum Ditahan, Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya Lego Sahamnya dan Raup Rp 114 Miliar
• Viral Pesan Berantai yang Disebut dari Denny JA Meminta Jabatan Komisaris Inalum pada Luhut
• Pengakuan Teman Wanita Bupati Boven Digoel Mengejutkan, Dibayar 10 Juta, Korban Jatuh Meninggal
Ia menyebut, penangkapan Wahyu Setiawan hanya proses penyelidikan biasa yang dilakukan KPK.
Hal itu disampaikan Teguh Samudra saat jumpa pers tim kuasa hukum DPP PDIP di kantor DPP PDIP, Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020) malam.
• Sehari Sebelum Ditahan, Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya Lego Sahamnya dan Raup Rp 114 Miliar
• Viral Pesan Berantai yang Disebut dari Denny JA Meminta Jabatan Komisaris Inalum pada Luhut
Karena, proses penindakan dan perbuatan pidana tidak dalam waktu bersamaan.
Diketahui, tertangkap tangan yang dimaksud KUHAP memiliki definisi berikut; tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
"Berdasarkan release yang dikeluarkan KPK, perbuatan yang diduga sebagai perbuatan pidana dilakukan pada pertengahan Desember 2019 dan akhir Desember 2019, sedangkan penangkapan yang dilakukan oleh KPK dilaksanakan pada tanggal 8 Januari 2020," kata Teguh.
• BERITA GOLKAR Terkini: Luhut Panjaitan Ketua Dewan Penasihat Golkar, Berikut Susunan Dewan Pengurus
Teguh juga menambahkan, yang kemudian terjadi framing dari media tertentu dengan berita adanya dugaan suap yang dilakukan oleh 2 (dua) orang staff Sekertaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto kepada penyelenggara negara sehubungan dengan Proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota legislatif terpilih di daerah Sumatera Selatan.
• Viral Pesan Berantai yang Disebut dari Denny JA Meminta Jabatan Komisaris Inalum pada Luhut
"Sebagaimana disampaikan oleh Andi Arif, framing penggeledahan kantor PDI Perjuangan, framing PTIK dan framing OTT yang sebenarnya bukan OTT, dan lain sebagainya," beber Teguh.
"Terhadap hal tersebut menurut hemat kami yang terjadi adalah dugaan ada upaya sistimatis dari 'Oknum KPK' yang melakukan 'pembocoran' atas informasi yang bersifat rahasia dalam proses penyelidikan kepada sebagian media tertentu, dengan maksud untuk merugikan atau menghancurkan PDI Perjuangan," jelasnya.

DPP PDI Perjuangan membentuk tim hukum untuk menyikapi berkembangnya kasus dugaan suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Pengumunan tim kuasa hukum DPP PDI Perjuangan dipimpin langsung Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto didampingi Ketua DPP PDIP bidang Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, dan Ketua DPP PDIP bidang hubungan Luar Negeri Ahmad Basarah.
Pengumuman tersebut dilakukan di kantor DPP PDIP, Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020) malam.
• BERITA GOLKAR Terkini: Luhut Panjaitan Ketua Dewan Penasihat Golkar, Berikut Susunan Dewan Pengurus
• Pengakuan Teman Wanita Bupati Boven Digoel Mengejutkan, Dibayar 10 Juta, Korban Jatuh Meninggal
"DPP PDIP melihat dinamika terakhir maka memutuskan membentuk tim hukum," kata Hasto Kristiyanto.
Yasonna mengatakan, pembentukan tim hukum ini atas dasar pertimbangan DPP PDIP yang melihat kasus tersebut telah melebar kesegala aspek yang menjurus ke partai berlambang banteng moncong putih itu.
Ia juga menilai banyak framing yang memojokan PDIP tanpa didukung fakta hukum.
"Belakangan ini nampaknya sudah semakin wide (lebar, Red) mengarah ke mana-mana tanpa didukung oleh fakta yang benar," kata Yasonna.
• Tim Kuasa Hukum PDIP Menduga Terjadi Tindakan di Luar Prosedur Hukum oleh Oknum KPK, Ini Alasannya
Wakil Koordinator tim kuasa hukum DPP PDIP Teguh Samudra mengatakan, saat ini timnya akan bekerja menalaah fakta hukum yang terjadi.
Pihaknya akan mencermati apakah ada penyimpangan atau tidak.
"Atas dasar surat tugas DPP PDIP, kami ditugaskan untuk menelaah mengumpulkan bukti-bukti sisi hukum terhadap kenyataaan berita menyangkut masalah yang arahnya sudah tidak menentu," ucapnya.
• Pengakuan Teman Wanita Bupati Boven Digoel Mengejutkan, Dibayar 10 Juta, Korban Jatuh Meninggal
Tim kuasa hukum DPP PDI Perjuangan tediri dari beberapa pengacara kawakan.
Di antaranya Maqdir Ismail, I Wayan Sudirta sebagai koordinator, dan Teguh Samudra sebagai wakil koordinator.
Selanjutnya, bertindak sebagai anggota tim kuasa hukum yaitu Yanuar Prawira Wasesa, Nuzul Wibawa, Krisna Murti, Paskaria Tombi, Heri Perdana Tarigan, Benny Hutabarat, Kores Tambunan, Johannes L Tobing, serta Roy Jansen Siagian.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP, Harun Masiku serta seorang swasta bernama Saeful sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini dilakukan KPK setelah memeriksa intensif delapan orang yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (8/1/2020).
Dalam perkara ini, KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful.
Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(*)
KPK Beberkan Alasan Penggeledahan Dilakukan Seminggu setelah OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menjelaskan perihal penggeledahan yang akan dilakukan sepekan setelah operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan.
Diketahui KPK baru saja melakukan OTT terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1/2020).
Ada dugaan kasus suap tersebut turut melibatkan politisi dan beberapa petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Dilansir TribunWow.com, Ali Fikri menjelaskan kedatangan tim KPK pada saat itu memang bukan untuk penggeledahan.
"Perlu kami luruskan, pada saat tim kami datang pada hari itu, adalah bukan proses penggeledahan," kata Ali Fikri dalam tayangan MetroTV, Minggu (12/1/2020).
"Sehingga ketika ditanya apakah ada surat tugas penggeledahan, tentu tidak ada. Karena pada saat itu bukan proses penggeledahan. Kami saat itu masih penyelidikan," jelasnya.
Ali mengatakan penggeledahan harus dilakukan setelah ada tersangka.
"Penggeledahan adalah proses penyidikan yang tentunya sudah ada tersangka, kemudian penyidik mengumpulkan bukti-bukti antara lain dengan melakukan penggeledahan," kata Ali.
"Artinya penggeledahan dilakukan setelah ditetapkan tersangka. Saat itu belum ada tersangka. Kami sedang melakukan penyelidikan," tegasnya.
Ia menegaskan tidak benar KPK gagal melakukan penggeledahan karena dilakukan sepekan setelah OTT.
"Sehingga informasi yang berkembang di luar bahwa KPK gagal melakukan penggeledahan adalah keliru," kata Ali.
"Saat itu adalah masih rangkaian operasi tangkap tangan. Sehingga kami kemudian datang rencananya akan melakukan pengamanan tempat kejadian perkara (TKP)," tegasnya.
Ali menjelaskan saat itu fokus tim KPK adalah mengamankan dugaan TKP di salah satu ruangan di gedung DPP PDIP.
Ia menyebutkan ada aturan hukum yang harus dilakukan sebelum KPK berhak menggeledah TKP.
"Pada saat itu kemudian tentu aturan main, aturan hukum harus ditegakkan. Kita harus izin dan seterusnya," kata Ali.
Situasi OTT
Ali kemudian menjelaskan situasi yang dialami KPK pada saat OTT dilakukan.
"Karena itu persoalan teknis yang makan waktu yang cukup lama, sedangkan kami diburu waktu satu kali 24 jam menentukan sikap para terperiksa yang kami tangkap saat OTT, maka tim bergerak ke tempat lain," kata Ali.
"Bergerak ke tempat lain, antara lain yang kita tahu di KPU dan di rumah dinas Wahyu Setiawan," lanjutnya.
Ia menegaskan perihal waktu penggeledahan yang dilakukan sepekan setelah OTT hanya merupakan masalah teknis.
"Jadi itu persoalan teknis yang perlu kami luruskan. Sehingga saat itu, baru saat selesai semua, penyelidik kembali ke kantor KPK untuk melakukan gelar perkara," jelas Ali.
"Kami sudah dilengkapi dengan surat tugas, saat itu surat perintah penyelidikan. Jadi bukan surat penggeledahan. Ini yang perlu diluruskan," tegas Ali.
Pada saat itu tim KPK juga ingin fokus dalam penetapan tersangka.
Ia meluruskan anggapan beberapa pihak terkait izin OTT yang perlu diterbitkan Dewan Pengawas KPK.
"Sejauh ini kami sudah menerima surat izin dari Dewan Pengawas yang kemarin sudah mengalami proses administrasi. Jadi baru kami lakukan setelah ini," kata Ali.
Terkait kemungkinan barang bukti dapat dilenyapkan seminggu ke depan, Ali menjelaskan ada mekanisme yang dapat dilakukan untuk mencegah itu.
"Tentu aturan hukum tetap harus kita lalui. Setelah penyidikan 'Kan kita bisa melakukan upaya paksa, penyitaan, penggeledahan, dan seterusnya," katanya.
"Tentu KPK tetap berpijak pada aturan hukum yang ada. Proses itu harus kita lalui," tegas Ali.
Lihat video dari menit 10:20
(TribunWow.com/Brigitta Winasis)
Artikel ini tayang di Tribunnews.com dengan judul Sepekan setelah OTT, KPK Beberkan Alasannya: Tentu Ada Aturan Main
• Sehari Sebelum Ditahan, Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya Lego Sahamnya dan Raup Rp 114 Miliar
• Pengakuan Teman Wanita Bupati Boven Digoel Mengejutkan, Dibayar 10 Juta, Korban Jatuh Meninggal
Artikel ini tayang di T r i b u n news.com dengan judul Kuasa Hukum PDIP Sebut Penangkapan Wahyu Setiawan oleh KPK Tidak Masuk Kategori OTT
BEDA PDI P Akhirnya Bilang KPK Bukan OTT Wahyu Setiawan, Tanggapan Kuasa Hukum, Yasonna dan Hasto