Dampak Ilegal Logging, UPT Tahura Bukit Barisan Catat Hutan Rusak Mencapai 800 Hektare

Pengamanan dua truk yang tengah membawa potongan kayu diduga hasil dari penebangan ilegal (Ilegal logging), membuka fakta baru.

Penulis: Muhammad Nasrul | Editor: Juang Naibaho
Tribun Medan/Muhammad Nasrul
Tumpukan kayu yang diduga hasil penebangan ilegal (Ilegal logging), diamankan di depan Kantor Kepala Desa Kutarayat, Kecamatan Namanteran, Jumat (17/1/2020). 

Dampak Ilegal Logging, UPT Tahura Bukit Barisan Catat Hutan Rusak Mencapai 800 Hektare

Laporan Wartawan Tribun Medan/Muhammad Nasrul

TRIBUN-MEDAN.com, NAMANTERAN - Pengamanan dua truk yang tengah membawa potongan kayu diduga hasil dari penebangan ilegal (Ilegal logging), membuka fakta baru.

Diduga kayu yang diamankan oleh warga Desa Kutarayat, Kecamatan Namanteran ini, diambil dari hutan yang masih masuk ke dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan.

Pelaksana Tugas (Plt) Seksi Perlindungan UPT Tahura Bukit Barisan, Paul Stepanus Pinem, mengungkapkan hingga saat ini kondisi kelestarian Tahura semakin memprihatinkan. Setiap tahun jumlah wilayah yang kondisinya rusak semakin meluas.

"Kalau menurut pengamatan kami, hingga tahun 2019 kemarin kerusakan hutan sudah mencapai 800 hektare," ujar Paul, saat ditemui di Desa Kutarayat, Kecamatan Namanteran, Jumat (17/1/2020).

Paul menjelaskan, total luas wilayah Tahura Bukit Barisan mencapai 39.678 hektare. Padahal, kawasan hutan tersebut termasuk dalam konservasi atau yang harus dilestarikan dan dilindungi.

Ia mengungkapkan, selama tahun 2019 di mana telah dibukanya jalur alternatif Karo-Langkat, pihaknya mendata jumlah kerusakan hutan selalu bertambah.

"Awalnya ada sebagian wilayah yang rusak karena bencana erupsi Gunung Sinabung, tapi setalah jalur Karo-Langkat dibuka, kegiatan pengrusakan hutannya semakin luas," katanya.

Dengan adanya aksi yang dilakukan oleh masyarakat desa, pihaknya sangat mendukung. Hal tersebut menunjukkan masyarakat sudah gerah dengan adanya aktivitas pengrusakan hutan.

Saat dinyata perihal langkah untuk mengantisipasi semakin luasnya hutan yang rusak, Paul mengatakan pihaknya akan memperketat pengawasan. Namun, ia mengungkapkan hingga saat ini mereka masih kekurangan personel yang berada di Kepolisian Hutan (Polhut).

Selain itu, kendala lain yang ditemui di lapangan adalah perihal adanya warga yang terdampak erupsi yang tinggal di seputar kawasan hutan. Ia mengatakan, untuk melakukan penertiban tak jarang mereka mendapatkan perlawanan dari masyarakat.

"Untuk pengawasan memang kita masih terkendala personel yang hanya ada delapan orang, untuk mengawasi seluruh wilayah kita. Namun nanti kita akan koordinasi dengan Dinas Kehutanan Medan untuk langkah selanjutnya," katanya.

Lebih lanjut, dirinya mengaku pada tahun 2020 ini pihaknya akan berencana melakukan pemulihan kawasan hutan yang rusak.

Ia mengatakan, untuk melaksanakan program ini pihaknya telah dibantu oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.

Proses pemulihan ini, nantinya akan mengosongkan seluruh areal hutan dari pemukiman warga yang tinggal didalam hutan.

"Kalau untuk penghijauannya masih belum tau, tapi yang sudah pasti akan kita lakukan dalam waktu dekat ini melakukan pemilihan kawasan hutan. Dalam hal ini, kita akan berkoordinasi dengan pihak terkait," pungkasnya.

(cr4/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved