Kisah Pengusaha Asal Aceh, Teuku Markam, Rela Menyumbang 28 Kilogram Emas Awal Pembangunan Monas

Monumen Nasional atau Monas jadi perbincangan publik dalam beberapa hari terakhir.

Editor: AbdiTumanggor
kolase foto wikipedia
SOSOK Pengusaha Sumbang Emas 28 Kg untuk Monas, Teuku Markam Dituduh PKI, Dipenjara tanpa Diadili 

TRIBUN-MEDAN.COM - Monumen Nasional atau Monas jadi perbincangan publik dalam beberapa hari terakhir.

Ini terkait revitalisasi yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada landmark Kota Jakarta tersebut.

Belakangan setelah menuai kontroversi, Pemprov DKI Jakarta menghentikan sementara pengerjaan proyek revitalisasi Monas.

Monas sendiri merupakan proyek kebanggaan Presiden Soekarno.

Pembangunannya dicanangkan pada tahun 1961, sementara penyelesaiannya dilakukan di tengah situasi peralihan politik menuju Orde Baru.

Pembangunan Monas bahkan sempat terbengkalai pada 1966-1972.

Kawasan yang dulunya bernama Lapangan Ikada itu juga sempat jadi pemukiman liar dan gelandangan.

Pembangunan Tugu Nasional saat itu, ditegaskan Soekarno, demi kebesaran Bangsa Indonesia.

Pembangunan Monas saat ini dianggap jadi cerminan semangat gotong royong warga dari beragam suku, ras, dan agama.

Saat itu selain Monas, Soekarno membangun proyek-proyek mercusuar seperti Hotel Indonesia, pusat perbelanjaan Sarinah, hingga Gelora Olahraga Senayan (GBK).

Diberitakan Harian Kompas, 17 April 2019, Pembangunan Monas bahkan sempat terbengkalai pada 1966-1972 karena pasang surut politik setelah peralihan kekuasaan ke rezim Orde Baru.

Pada 1972, tercatat total biaya pembangunan Tugu Monas Rp 358.328.107,57.

Anggaran yang cukup besar untuk proyek Monas memaksa Soekarno mencari para dermawan dari penjuru Tanah Air.

Salah satu bagian paling menarik dari Monas adalah emasnya yang berbobot lebih 30 kilogram.

Emas di puncak Monas merupakan sumbangan pengusaha Aceh, Teuku Markam.

Teuku Markam
Teuku Markam (Twitter/@simpsura)

Seorang pengusaha asal Aceh, Teuku Markam, rela menyumbang sampai 28 kilogram emas saat awal pembangunan Monas.

Pada puncak bangunan yang menjulang setinggi 132 meter, terdapat nyala obor yang terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton dan dilapisi emas murni seberat 35 kilogram (yang kini menjadi 50 kilogram).

Uang patungan proyek Monas lainnya berasal dari sumbangan wajib pengusaha bioskop dari seluruh pelosok Tanah Air.

Sepanjang November 1961-Januari 1962 tercatat 15 bioskop menyumbang Rp 49.193.200,01.

Bioskop Parepare, Sulawesi Selatan, misalnya, menyumbang Rp 7.700,60; bioskop Watampone, Sulawesi Selatan, Rp 1.364,20; dan bioskop Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rp 884.528,85.

Teuku Markam merupakan keturunan Uleebalang yang lahir tahun 1925 di Seuneudon dan Alue Capli, Panton Labu Aceh Utara dan dinamai Teuku Marhaban.

Teuku Markam sendiri sudah lama dikenal sebagai pengusaha yang dekat dengan Soekarno.

Dia pernah berdinas di militer sebelum kemudian banting setir menjadi saudagar karena merasa tak cocok dengan dinas militer.

Reprika Monas di Kalimantan Timur, Teuku Markam dan Tugu Monas di Jakarta
Replika Monas di Kalimantan Timur, Teuku Markam dan Tugu Monas di Jakarta (KOMPAS.com-Twitter/@simpsura-instagram/uncle_syaf)

Dalam perjalanannya sebagai pengusaha kaya raya di awal kelahiran Republik, Teuku Markam banyak terlibat dalam proyek pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa.

Dia mendirikan perusahaan perdagangan bernama PT Markam.

Namun karena kedetakannya dengan Soekarno pula, yang membuat nasibnya berubah drastis di era Presiden Soeharto.

Tahun 1966, dirinya pernah dipenjara oleh Orde Baru tanpa proses pengadilan.

Perusahaannya, Markam kemudian diambil alih pemerintah dan menjadi cikal bakal BUMN bernama PT Berdikari (Persero).

Dalam sejumlah sumber disebutkan Monas diresmikan pada 12 Juli 1975.

Namun, dari penelusuran pemberitaan dan dokumen, tak ada acara peresmian Monas.

Kubah anggun Masjid Istiqlal berdampingan dengan menara Katedral Jakarta menjadi latar belakang bagian barat Monas.

Latar itu seakan membingkai semangat persatuan dalam Bhinneka Tunggal Ika, tepat di ruang pusat kekuasaan.

Kawasan Monas dibuka untuk umum melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin Nomor Cb.11/1/57/72 tanggal 18 Maret 1972.

Saat itu, Ali Sadikin hanya membolehkan rombongan/organisasi atau murid sekolah/mahasiswa ke ruang tenang dan ruang museum.

Setiap pengunjung dikenai Rp 100. Baru tahun 1973, Gubernur Ali Sadikin membolehkan pengunjung naik sampai pelataran puncak Monas.

Pada 10 Juni 1974, Ali Sadikin meresmikan taman di bagian barat Monas.

Taman ini dihiasi air mancur menari.

Taman itu disebut Taman Ria.

Sejumlah tamu negara pernah mengunjungi Monas, salah satunya Ratu Elizabeth II dan suaminya, Pangeran Philip, pada 19 Maret 1974. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Teuku Markam, Pengusaha Aceh Penyumbang 28 Kg Emas Monas"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved