Gara-gara Virus Corona, Harta Para Taipan Anjlok, Bos Djarum Hilang Duit Puluhan Triliun

Pandemi virus Corona semakin menyebar ke seluruh dunia, sehingga harga minyak dunia jatuh dan bursa saham dunia terguncang.

FORBES
Bos Djarum Jadi Orang Terkaya di Dunia, Inilah Pertambahan Jumlah Hartanya yang Fantastis. Robert Budi Hartono. (FORBES) 

Merek rokok yang diproduksi pabriknya adalah Tjap Kodok Mangan Ulo, Tjap Soempil, dan Tjap Djeroek. Sebelum disatukan dalam merek Tjap Bal Tiga.

Setelah kematian Nitisemito tahun 1953, rokok Tjap Bal Tiga mulai redup. Untuk kemudian hilang digilas zaman.

Sejarah mencatat, hilangnya pabrik rokok Tjap Bal Tiga, justru pada sisi lain terjadi pertumbuhan pesat perusahaan rokok. Terutama di daerah Jawa Tengah (Kudus) dan Jawa Timur (Surabaya, Malang, Kediri).

Pada awal mula perusahaan rokok itu – seperti juga dengan pabrik rokok milik Nitisemito - tidak fokus pada merek.

Merek diambil ala kadarnya. Karena mayoritas berasal dari Jateng dan Jatim, merek-mereknya sangat lokal dari daerah itu.

Seperti misal Djarum, Gudang Garam, Bentoel, Sampoerna, Sukun, Minak Djinggo, Jambu Bol, Pompa, Kerbau, dan Sintren.

Perusahaan rokok – dan juga perusahaan lain di Indonesia – pada awal mula hanya fokus pada dua hal: produk dan produksi.

Produk berkaitan dengan barang yang dihasilkan. Untuk konteks rokok, maka produk yang dihasilkan mayoritas adalah rokok kretek.

Hal demikian selaras dengan produk dari pabrik Tjap Bal Tiga yang mana Nitisemito bersama istrinya sebagai penemu rokok kretek.

Pabrik-pabrik rokok tersebut menjaga kualitas yang dihasilkan agar rokok tetap dikonsumsi pelanggannya. Pun dengan rokok yang berkualitas, akan mudah untuk mendapatkan pelanggan baru.

Produksi berkelindan dengan keberlangsungan produk rokok yang dihasilkan. Intinya perusahaan menjaga agar proses pembuatan rokok berkelanjutan sehingga stok rokok di pasar tidak pernah kosong.

Pun jika terjadi lonjakan permintaan, proses produksi pada setiap pabrik terjamin. Gabungan antara produk yang berkualitas dan produksi yang berkesinambungan menjadikan pabrik rokok dapat menciptakan varian-varian baru.

Lalu terjadi perubahan zaman. Terjadi pula perubahan perilaku konsumen. Ditambah dengan persaingan antar produk rokok yang semakin sengit. Tidak hanya antar perusahaan lokal, namun juga rokok impor gencar masuk ke pasar Indonesia.

Produk dan produksi tidak cukup. Perlu yang namanya merek. Produk dan produksi adalah tubuh, merek adalah roh. Maka perusahaan-perusahaan rokok ini mulai me-rebranding mereknya.

Nama tetap sama. Hanya perlu dipermak di sana-sini agar nama itu menjadi merek yang seksi. Jika mengeluarkan produk baru, tidak sekedar bertumpu pada merek lama, namun juga dimunculkan merek baru yang berorientasi nasional (global). Lahirlah merek seperti AMild, Star Mild, Class, LA Light, U Mild, Pro Mild, Diplomat.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved