Update Covid19 Sumut 25 April 2020
KISAH PERAWAT RELAWAN Covid-19, Hampir Sebulan tak Bertemu Anak-Istri, Kalau Rindu Video Call
Kalau rindu kan bisa video call, cuma ya namanya jauh dari keluarga kan kadang kalau telepon sudah mati mau nangis sendiri
TRI BUN-MEDAN.com- Sepuluh tahun lebih sebagai perawat, Ahmad Husaini Dongoran kini tergerak hatinya untuk melakukan hal yang lebih berguna bagi sesama.
Saat pandemi corona mulai masuk ke Indonesia, khususnya Sumatra Utara, Ahmad mengaku langsung menawarkan diri menjadi perawat relawan penanganan Covid-19.
Ia tak gentar meski beberapa rekan meragukannya dan keluarga yang memintanya untuk tetap bertugas di rumah sakit semula.
"Kalau bisa dibilang aku ini bukan orang yang baik-baik kali, selama bertugas kalau orang bilang perawat itu pahlawan atau segala macamnya ya enggak sebegitunya juga. Intinya hanya menjalankan sesuai SOP dan setelah itu ya untuk cari makan. Makanya sebenarnya memang ada perasaan ingin hidup ini berguna gitu, aku rasa memang kalau mau benar-benar berguna itu ya enggak dalam konteks cari duit lagi, tapi memang untuk kemanusiaan," ujar Ahmad saat menceritakan pengalaman nya selama bertugas menjadi perawat penanganan pasien covid-19 di Rumah Sakit GL. Tobing PTPN II Medan.
Beberapa waktu lalu, sebelum Covid-19 mulai masuk ke Sumut, Ahmad mengatakan bahwa dirinya ikut mendaftar sebagai anggota relawan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Sumut.
Sehingga ketika ia mendapat kabar dibutuhkan relawan untuk penanganan Covid-19 ia langsung mengajukan diri.
"Waktu dengar kabar itu saya langsung telepon ketua PPNI Sumut, saya bilang saya mau untuk jadi relawan. Karena penasaran gimana rasanya bertugas melawan pandemi, karena memang termasuk penyakit baru," terangnya.
Ahmad kemudian dipercaya menjadi koordinator perawat di Rumah Sakit GL Tobing.
Sudah hampir satu bulan penuh dirinya tak bertemu dengan anak istri.
Ia memiliki tiga anak yang masih kecil, anak sulungnya saat ini duduk di kelas empat Sekolah Dasar.
Meski begitu saat berbincang dengan Tri bun Medan Ahmad tak ingin sedikitpun menunjukkan kesedihannya.
"Ya kalau rindu kan bisa video call, cuma ya namanya jauh dari keluarga kan kadang kalau telepon sudah mati mau nangis sendiri juga. Kalau cerita sama mereka (keluarga) saya ceritakan yang enak-enak saja, saya bilang tidur di hotel, peralatan tugas juga safety. Supaya mereka juga enggak khawatir saya di sini," katanya.
Sebagai koordinator lapangan, tim perawat yang dikoordinir Ahmad berjumlah sekitar 45 orang.
Ia menjelaskan bahwa dalam bertugas mereka dibagi dalam tiga shift.
Sistem kerja yang diterapkan yakni selama dua minggu bertugas, satu minggu isolasi, dan satu minggu diperbolehkan pulang.
Meski begitu, Ahmad tak memutuskan pulang karena takut keluarga di rumah yang bisa saja terpapar virus darinya.
"Waalaupun seminggu dapat jatah pulang tapi saya enggak tega, takut nanti anak istri dan orang tua bisa kena. Soalnya kan kami dirapid test saja, belum akurat kali hasilnya, kecuali diswab. Lagian juga sekarang akses kemana-mana sudah susah," ujarnya.
(cr14/tri bun-medan.com )