Human Interest Story

KISAH Bidan Rosmauli Mengabdi 24 Tahun di Tapsel, Dimusuhi Dukun Beranak, Dibayar dengan Hasil Panen

Rosmauli mulai mengabdi menjadi bidan di Tapanuli Selatan sejak tahun 1995, setelah beberapa bulan tamat D1 di Yayasan Rumah Sakit Umum Sembiring.

Editor: Juang Naibaho
TRIBUN MEDAN / HO
Bidan Rosmauli saat memberikan penyuluhan kepada warga di berbagai desa di Kabupaten Tapanuli Selatan. 

TRI BUN-MEDAN.com - Profesi sebagai bidan begitu berjasa untuk membantu proses persalinan seorang ibu dan buah hati. Tidak hanya di perkotaan, namun mereka harus siap sedia mengabdi di pelosok desa jauh dari hiruk pikuk kota.

Di antaranya ada bidan Rosmauli boru Sembiring yang kini menjabat sebagai Bidan Koordinator di UPT Puskesmas Marancar Udik, Jalan Desa Marancar Julu, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Rosmauli mulai mengabdi menjadi bidan di Tapanuli Selatan sejak tahun 1995, setelah beberapa bulan tamat D1 di Yayasan Rumah Sakit Umum Sembiring, Kecamatan Delitua, Kabupaten Deliserdang.

Rosmauli menuturkan, awalnya ia tidak sama sekali tidak punya cita-cita jadi bidan.

Ia menjalani profesi bidan sekadar menuruti keinginan orang tuanya.

"Kalau dulu menjadi bidan ini merupakan keinginan orang tua. Tapi setelah dijalani dan didalami ya udah jadi nyaman karena sifatnya berhadapan dengan masyarakat langsung," ungkap Rosmauli, Rabu (24/6/2020).

Bagi Rosmauli, terjun langsung untuk mengabdi ke pedesaan dan jauh dari orang tua memiliki tantangan yang mampu membuat ia menjadi mandiri. Diantaranya kendala bahasa yang mampu ia kuasai.

"Pertama kali dulu kita dari Medan ke Tapsel otomatis kita kendala di bahasa, di Tapsel ini dulu bahasa Indonesia masih sulit, komunikasi juga sulit. Namun lama-lama kita beradaptasi dan kita mengerti untuk berkomunikasi," ujarnya.

Hari Ini 55 Orang Kena Virus Corona di Sumut, Total 1.287 Positif Covid-19, Pasien Sembuh 8 Orang

Pengadaan 1.376 Notebook untuk SD-SMP Medan Disorot, Kadisdik Sebut Masih Diperiksa Inspektorat

Tiga bulan mengabdi di desa, Rosmauli mendapatkan pasien pertamanya.

Ia menuturkan banyak yang suka dengan penanganan persalinannya yang mampu membuat pasien tidak mudah panik.

"Saya ada dapat cerita dari pasien ada yang bilang kalau saya ini masih muda tapi kalau menolong terlihat dewasa. Jadi si pasien merasa tenang," kata Rosmauli.

Namun, awal bekerja ia harus melewati banyak tantangan lantaran profesinya dinilai mengancam mata pencaharian dukun beranak.

Ya, sebelum adanya bidan di beberapa desa di Tapsel, banyak warga yang lebih mempercayakan untuk bersalin ke dukun beranak.

"Kalau ini tantangan saya dengan dukun beranak. Dukun ini merasa kita merebut rezeki dia. Memang sulit sampai kita pernah dijelekkan karena dia merasa kita udah merebut rezeki dia. Ya namanya masyarakat di kampung sini mudah terpengaruh, jadi lama kelamaan kita kasih pembinaan. Kalau kita pakai sistem kasar kan tidak mungkin kita pakai karena pendidikannya itu beda," tutur Rosmauli.

Berhubungan baik dengan para dukun beranak di desa tersebut bukanlah suatu hal yang mudah.

Dari enam dukun beranak, ada dua yang memerlukan waktu hingga 6 bulan untuk dapat bekerja sama.

"Prosesnya lama ya, dukun beranak ini ada sekitar 6 orang. yang paling sulit waktu itu ada dua orang. Paling lama untuk dapat satu pemikiran. Kita sudah ada musyawarah, hadirkan Babinsa, sampai dibuat undang-undang enggak juga. Otomatis ya kita harus mendekati," ucapnya.

Ibarat sekeras-kerasnya batu jika ditetesi oleh air akan rapuh juga. Begitu juga yang dilakukan oleh Rosmauli.

Secara perlahan namun pasti, ia berhasil merangkul dukun beranak dengan mengikutsertakan kegiatan penyuluhan proses persalinan yang benar dan pengetahuan mengenai ibu hamil.

"Kita kasih pendekatan jangan bosan. Kita masuk dari kepala desa, akhirnya dukun sudah bisa menerima. Jadi sekarang kalau ada pasien, dukun beranak ini mengabarkan kami jadi sudah enak bekerja sama. Kalau ada pasien bawa saja ke puskesmas, nanti ibu dukun yang memandikan. Jadi rezeki itu kita bagi," terang Rosmauli.

Mengabdi 24 tahun di Tapanuli Selatan, wanita kelahiran 9 Oktober 1976 ini sudah merasakan asam garam menjalani profesi bidan ini.

Ia menceritakan bahwa sebagai pengabdi dalam bidang kesehatan, rintangan sesulit apapun harus dilakukan, seperti harus siap turun langsung ke lokasi walau waktu sudah lewat tengah malam.

"Jadi jarak tempuh kita itu jauh kalau ada pengobatan misalnya ada yang tinggal di kebon. Jalan kaki lewat sawah, lewat kebun lagi ditambah lagi jika hujan harus ditempuh. Kalau kita pikirkan capek memang, tapi kalau kita jalani dengan ikhlas, rasa capek itu hilang. Kalau jam dua malam ada pasien di puskesmas saya langsung datang dari rumah," ujarnya.

Untuk sampai ke puskesmas, wanita tiga anak ini harus menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari rumah sekaligus tempat praktek yang terletak di Desa Panobasan, Kecamatan Angkola Barat, Tapanuli Selatan.

Bagi Rosmauli, profesi bidan harus bekerja dengan ikhlas tanpa pamrih. Inilah yang menjadi prinsip hidupnya. Rosmauli sendiri punya beberapa pengalaman berkesan saat harus membantu persalinan warga.

Rosmauli bercerita bahwa untuk pembayaran ia menerima dengan ikhlas biaya persalinan yang diberikan oleh pasien persalinannya, mulai dari tidak dibayar hingga dibayar dengan hasil panen yang tetap ia syukuri.

"Kalau pengalaman sama pasien ini banyak. Kalau bicara dulu kita pernah menolong sampai tiga anak tidak dibayar. Ada juga pernah dibayar Rp 20 ribu udah syukur kali lah. Yang penting jangan kita buat jadi beban, karena rezeki itu bukan dari dia aja biar kita tidak merasa terbebani. Jadi sesulit apapun pekerjaan kita tetap menikmati," kata Rosmauli.

Tambahnya, jiwa pasien yang ditanganinya tidak memiliki cukup uang, Rosmauli ikhlas menerima bayaran melalui hasil panen.

"Kalau dulu sering dibayar pake hasil panen, mau satu anak itu umpamanya panen, dikasihnya beras 5 kg, kadang dikasih pisang. Kadang tidak habis juga, ya kita bagi ke teman-teman yang lain," ucapnya.

Rosmauli menceritakan ada beberapa tantangan yang ia hadapi selama proses persalinan. Baginya, tidak masalah harus menunggu tiga hari tiga malam dalam proses persalinan pasiennya asal sang pasien dapat bersabar selama proses bersalinnya.

"Karena melahirkan ini cukup sulit sebagian kadang tidak keluar plasentanya, semua keluarganya was-was akhirnya bisa kita selamatkan. Itu suatu perjuangan yang alhamdulillah luar biasa. Kalau saya prinsipnya kalau dia sabar, saya juga sabar. Walaupun dia merasakan sakit kalau dia belum pecah ketuban sampai tiga hari tiga malam saya temani," ucap Rosmauli.

Pemenuhan Gizi Bayi di Tapsel

Gizi yang seimbang sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi secara sehat. Puluhan tahun mengabdi di Tapsel, Rosmauli menuturkan bahwa pemenuhan gizi seperti buah-buahan dan sayur dapat didapatkan dengan mudah dan terjangkau.

"Kalau mengenai makanan disini tidak masalah, karena disini pasar ada dua kali dalam seminggu. Jadi tidak jauh kali pusat perbelanjaan. Belum lagi kalau ada mobil-mobil lewat yang membawa belanjaan khusus seperti sayur mayur dan buah. Kalau mengenai gizi masih gampang lah disini walau di kampung," kata Rosmauli.

Rosmauli menegaskan, jika gizi yang baik tidak harus mahal dan berada di perkotaan saja. Ia menjelaskan bahwa dari hasil panen dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan gizi anak.

"Yang penting waktu kita penyembuhan di posyandu, kita harapkan gizi yang berasal dari panen di kampung saja, tidak mesti makan yang enak-enak dari kota. Yang penting gizinya terpenuhi baik itu berupa pisang, pepaya, salak itulah kita berdayakan. Buah disini masih banyak," tegasnya.

Biarpun untuk bahan makanan mudah didapat, Rosmauli tidak memungkiri bahwa tantangan terbesar mengenai gizi berada pada pengetahuan gizi si ibu.

"Kalau mengenai gizi yang baik tergantung dari pengetahuan gizi si ibu juga. Kalau memang pengetahuannya di bawah kita kesulitan juga. Kalau pengetahuannya kurang, walau kita bolak balik jelaskan itu masih sulit.

Jadi terkadang kita bentuk disini seperti kelas ibu hamil dan kelompok ibu dan balita kita bentuk. Seringlah kita buat penyuluhan apalagi sekarang sedang galaknya gerakan 1000 hari kehidupan," ungkap Rosmauli.

Pemeriksaan Bayi Selama Pandemi

Aktivitas lapangan dihentikan sementara selama pandemi untuk menghindari penyebaran wabah Covid-19. Namun, untuk pemantauan gizi anak, bidan harus siap sedia.

Rosmauli menjelaskan bahwa sebelum kegiatan lapangan diberhentikan selama pandemi, para bidan di puskesmas mengedukasi warga mengenai pentingnya menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan.

"Waktu awal pandemi, kita langsung bergerak. Kita masuk ke pengajian untuk pengenalan diri dan kasih penyuluhan mengenai pandemi. Setelah pandemi ini, kita home visit dari rumah ke rumah. Yang kita pantau itu bayi, balita, ibu hamil dan lansia yang kira-kira beresiko selama pandemi karena kita tidak ada kegiatan lapangan," ungkapnya.

Tambahnya, pada bulan Juli mendatang, posyandu akan diaktifkan kembali dan gencar mengedukasi mengenai new normal.

"Untuk kegiatan lapangan belum ada karena masih kegiatan posko Covid tapi rencana bulan Juli kita sudah aktifkan kembali posyandu dengan protokol kesehatan. Rencana kita juga akan menjelaskan new normal ini bagaimana," tuturnya.

Bagi warga yang ingin berkonsultasi mengenai persalinan ataupun pemenuhan gizi ibu hamil dan bayi dapat menghubungi bidan Rosmauli melalui nomor 082161630603 atau dapat mengunjungi UPT Puskesmas Marancar Udik, Jalan Desa Marancar Julu Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan.

(cr13/tri bun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved