Polemik PPDB Jalur Zonasi
Kisruh PPDB Online Jalur Zonasi, Panitia Sebut Jarak Dihitung GPS
Panitia menggunakan aplikasi yang memiliki GPS dalam menentukan jarak seorang calon siswa.
Penulis: Liska Rahayu | Editor: Juang Naibaho
TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Sekretaris Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Saut Aritonang menjelaskan, pihaknya menggunakan aplikasi yang memiliki GPS dalam menentukan jarak seorang calon siswa.
Dijelaskannya, GPS tersebut menghitung jarak tempat si calon siswa mendaftar, bukan berdasarkan Kartu Keluarga (KK).
“Yang mendaftar kan mereka dari rumah masing-masing. Kita hanya menampung apa pun yang dia masuki sesuai yang didaftarkannya itu. Siapa pun itu, ditampung dalam server. Kalau ada indikasi itu (kecurangan), bawalah biar kita proses siapa dia,” jelasnya saat dihubungi, Selasa (30/6/2020).
Dikatakannya, GPS menghitung jarak begitu calon siswa mencantumkan alamatnya. Maka itu, pihak panitia tidak bisa menduga-duga jarak.
Mereka pun mendaftarkan diri melalui halaman resmi, sehingga panitia tidak dapat mengubah data yang telah masuk ke dalam server.
Saut mengatakan, PPDB tahun ini berbeda dengan PPDB tahun lalu. Di mana tahun lalu, kelulusan ditentukan oleh nilai UN ditambah nilai jarak.
Sementara tahun ini, UN sudah ditiadakan karena Covid-19. Sehingga kelulusan ditentukan oleh nilai rapor semester satu hingga lima dan jarak.
“Kalau tahap pertama, itu menggunakan nilai rapor. Dirangkinglah nilai rapor itu tertinggi sampai terendah. Yang kedua zonasi, ya itu berdasarkan jaraklah,” katanya.
Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan, diperbolehkan pendaftaran menggunakan surat keterangan berdomisili.
Namun yang bermasalah misalnya ada KK yang tertulis A, ternyata setelah digunakan berbeda dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
“Bisa saja KK-nya di Siantar, tetapi dia di sini sudah belajar SMP di Medan. Jadi konotasi dari makna ini, dia diakui sebenarnya berdomisili di Medan walaupun orangtuanya KK-nya di Siantar. Bukan KK secara administratif, tapi di mana orangnya,” ujarnya.
Ia pun mengatakan, panitia sudah melakukan PPDB dengan sebaik mungkin dan pastinya mengandalkan aplikasi.
Dijelaskannya, panitia tidak mengubah data dan tidak mengubah apa yang mereka kirim. Semuanya sudah tertampung di dalam server.
“Nah, ketika dia mengirim yang benar, maka panitia menerima yang benar. Ketika dia mengirim yang salah, server kita itu menerima yang salah. Tapi, mana tahu panitia di mana dia tinggal. Mana tahu panitia siapa itu. Kan masyarakat itu,” ujarnya.
“Artinya tuduhan-tuduhan itu tidak berdasar. Kalau ada yang menipu, ya mereka yang menipu, bukan kami. Kami kan menyediakan aplikasinya, sarana. Kalau ada yang salah mencantumkan alamatnya, ya oknumnya yang salah, bukan GPS-nya. Kami tidak punya alat untuk mengubah itu,” jelasnya.
Saut pun membenarkan mengenai usia maksimal penerimaan siswa SMA, yaitu 21 tahun. Hal itu berdasarkan Permendikbud.
Selain itu, jika nilainya sama, jaraknya sama, maka yang calon siswa yang lebih tua itu diprioritaskan untuk diterima.
“Kalau kami menyediakan server, masuk data itu. Ketika dia memilih sekolah X, setelah datanya masuk dar server, maka sekolah tadi mengambil data itu untuk diverifikasi. Setelah selesai koreksi, lanjut verifikasinya dari cabang dinas. Dua-duanya sudah oke, baru dikirim ke server kembali untuk diseleksi. Jadi ada verifikator sebetulnya di sekolah dan di cabang dinas,” katanya.
(yui/tri bun-medan.com)