Keluarga Pasien Ngamuk Minta Darah yang Dibeli di RS Grand Med Lubukpakam, Tim Medis Dituding Lalai
Tim medis dan dokter di RS Grand Med Lubukpakam dituding tidak profesional dalam menangani pasien
T R I B U N-M E D A N.com,PAKAM-Keluarga pasien di Rumah Sakit Grand Med Lubukpakam mengamuk.
Mereka kesal dengan pelayanan rumah sakit, yang menyebabkan salah satu pasien meninggal dunia.
Tidak hanya mengamuk, keluarga pasien itu nyaris adu jotos dengan pegawai rumah sakit, karena kesal darah yang sudah dibeli tak kunjung diperlihatkan.
• Orangtua Bayi Tanpa Anus Terpaksa Jual Motor, Utang di RS Grand Med Sudah Rp 67 Juta
"Kami kecewa dengan pelayanan rumah sakit ini. Mereka lambat dalam menangani pasien gawat darurat," kata Mahendra, keluarga pasien, Kamis (3/9/2020).
Menurut Mahendra, akibat ketidakprofesionalan rumah sakit, mertuanya bernama Buyung Uning yang mengalami penggumpalan darah di otak meninggal dunia pada 31 Agustus kemarin.
"Tanggal 30 Agustus, orangtua kami masuk pukul 05.00 WIB dengan kondisi tidak sadarkan diri.
Kemudian, pada pukul 08.00 WIB dibawa ke ruang ICU," kata Mahendra.
Saat itu, sambungnya, pihak rumah sakit melakukan scan dan mengambil darah Buyung Uning.
Tindakan itu dilakukan atas kebijakan rumah sakit, bukan pihak keluarga.
• Tenaga Medis RS Grand Med Positif Covid-19 saat Dinas di RS Martha Friska
"Saat kami jelaskan mengenai kronologis tersebut, pihak rumah sakit malah bertanya tindakan itu siapa yang minta dan menyuruh.
Padahal itu kan kebijakan mereka," kata Mahendra.
Ia mengatakan, saat orangtuanya dirawat di ruang ICU, pada siang hari dokter spesialis saraf mengatakan bahwa hasil scan dari layar komputer ada penggumpalan darah di otak kanan.
Selanjutnya, pihak rumah sakit mengatakan bahwa ada dua kemungkinan terhadap mertuanya.
Pertama, diberi obat, atau kedua dilakukan operasi.
Adapun tindakan operasi yang dimaksud pihak rumah sakit dengan cara menyedot darah di otak Buyung Uning, yang merupakan warga Desa Bandar Labuhan, Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang.
• Jam Berkunjung Pasien di RS Grand Med Ditiadakan, Manajemen Tunggu Arahan Pemerintah
"Setelah mendengar penjelasan itu, kami pun setuju untuk dilakukan operasi terhadap orangtua kami.
Namun, hingga sore hari, operasi tak kunjung dilakukan," kata Mahendra.
Jelang pukul 19.30 WIB, keluarga bertemu dengan tim spesialis bedah saraf.
Saat itu, tim spesialis bedah saraf mengatakan bahwa operasi tidak bisa dilakukan.
"Mereka mengatakan bahwa hasil darah orangtua kami tidak memungkinkan.
Alasannya trombositnya terlalu rendah. Kemudian, leokositnya terlalu tinggi dan segala macam, yang enggak kami pahami," kata Mahenda.
• Asik Teleponan Saat Infus Pasien Balita, Netizen Minta Perawat RS Grand Medistra Dipecat
Atas penjelasan itu, Mahendra bertanya apa solusi terbaik dalam masalah ini.
Lalu, kata Mahendra, dokter menyarankan agar mertuanya diberi obat-obatan saja.
"Pukul 21.00 WIB, perawat menemui kami.
Katanya harus ada yang dikonsultasikan lagi (ke dokter), karena ada yang enggak disampaikan (dokter) ke kami sebelumnya," kata Mahendra.
Lantas, Mahendra bertanya bagaimana cara konsultasi dengan dokter.
Perawat mengatakan konsultasi hanya bisa dilakukan lewat telepon.
Setelah menunggu 30 menit, lanjut Mahendra, keluarga kembali diberi informasi bahwa pasien harus mendapatkan transfusi darah.
Informasi itu diterima pihak keluarga pukul 22.00 WIB.
• Ini Penjelasan BPJS Kesehatan tentang Status Bayi Fikri di RS Grand Medistra
"Mau kemana lah kami cari darah jam segitu. Sementara adik saya enggak bisa karena tensinya tinggi," kata Mahendra.
Hingga pagi hari, sempat dibawa seorang pendonor, namun tidak cocok.
Selanjutnya, dari rumah sakit ada dari teknisi yang darahnya cocok.
Lalu diambil lah darah orang yang tidak dikenal ini.
Mahendra dan keluarga diminta membayar Rp 3,8 juta.

"Mereka bilang, saat penyulingan darah, orangtua saya meninggal Senin, 31 Agustus pukul 14.33 WIB, karena lambat dimasukkan trombosit.
Kalau dimasukkan dari awal, kenapa harus menunggu 24 jam.
Kami bayar Rp 3,8 juta, tapi enggak ada dikasih yang namanya darah itu," kata Mahendra.
Setelah mertuanya meninggal dunia, Mahendra bersama adiknya datang ke rumah sakit dengan niat ingin melihat darah yang sudah dibeli, tapi tidak jadi ditransfusi ke mertuanya.
• Kondisi Bayi yang Ditelantarkan di RS Grand Medistra Kian Memburuk
Namun sayang, sudah berjam-jam menunggu, darah tak kunjung diberikan.
Begitu Mahendra hendak meninggalkan rumah sakit, barulah darah diperlihatkan, bertepatan dengan kedatangan sejumlah wartawan.
Hal inilah yang kemudian membuat Mahendra mengamuk dan marah-marah di rumah sakit.
• Hindari Pencurian, Keluarga Pasien RS Grand Medistra Dilarang Masuk
Beralasan Sudah Sesuai SOP
Humas RS Grand Med Lubukpakam Emra Sinaga beralasan pihak rumah sakit sudah bertindak sesuai SOP.
Kata Emra, memang pasien atas nama Buyung Uning didiagnosa mengalami pendarahan di bagian kepala.
Kemudian, kata Emra, masalah ini dikonsultasikan pada dokter spesialis saraf bernama Robet.
• 16 Bayi Lahir di RS Grand Medistra Lubukpakam
"Kemudian dilakukan pemeriksaan dan dikonsulkan lagi ke bedah saraf Dispahan.
Dari dokter Dispahan ini akan dilakukan tindakan, tapi melihat dari hasil labnya, kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dioperasi, sehingga diberikan obat-obatan," kata Emra.
Soal darah, lanjut Emra, memang pihak keluarga sempat memintanya.
Namun perawat mengatakan darah tidak bisa dikembalikan.
Jadi, kata Emra, Mahendra dan adiknya datang lagi ke rumah sakit.
• Setelah Ditusuk, Rifi Dibuang di Depan RS Grand Medistra Lalu Meninggal
"Tadi uangnya tidak kami kembalikan. Tapi darahnya kalau diminta, akan kami berikan.
Karena darahnya sudah diambil dan sudah diproses.
Ini pasien umum bukan BPJS," kata Emra.
Mengenai darah tadi, itu hanya bertahan selama lima hari.
Dia pun membantah jika rumah sakit sengaja menahan-nahan darah yang sudah dibeli Mahendra.
"Kalau mau menuntut silakan saja. Yang jelas dokter kami bekerja sesuai prosedur," kata Emra, sembari mengatakan bahwa keributan berawal saat Mahendra memukul meja.(dra)