Ternyata Kurang Tidur Bisa Bikin Kita Kurang Bahagia
Untungnya, efek ini juga berlaku sebaliknya. Tidur lebih lama membuat peristiwa positif tampak lebih baik, dan melindungi dari efek stres harian.
Tidur jelas perlu menjadi prioritas dalam hidup kita, tetapi ini bisa jauh lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.
Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan, betapa stres sangat saling terkait dengan kemampuan kita untuk tidur, karena kedua proses fisiologis tersebut berbagi jaringan saraf yang sama.
Jadi tidak mengherankan jika stres kolektif yang kita alami akibat pandemi, memengaruhi tidur kita dan bahkan mimpi kita.
Tetapi bahkan sebelum peristiwa yang mengubah dunia ini, penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa banyak dari kita di negara-negara barat tidak cukup tidur.
Hingga sepertiga orang dewasa AS melaporkan tidur kurang dari tujuh hingga sembilan jam yang direkomendasikan dan 12 persen orang Australia tidur kurang dari 5,5 jam.
Meski demikian, jika memprioritaskan tidur itu mudah, banyak orang mungkin tidak akan mengalami kesulitan melakukannya.
Selain stres dan kondisi kesehatan kronis, faktor-faktor lain seperti terputusnya siklus tidur alami kita, keharusan melakukan kerja shift atau banyak pekerjaan, dan rasa kesepian dapat membuat kita kesulitan memenuhi kebutuhan tidur yang cukup.
Ada banyak tips yang beredar untuk mengatasi masalah tidur, tetapi mengatasi masalah utama yang memengaruhi tidur, tampaknya jauh lebih efektif. Bukan hanya bisa berdampak pada kesehatan, tapi juga kebahagiaan dalam hidup.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kurang Tidur Terbukti Bikin Kita Sulit Bahagia, Kok Bisa?"